Imam Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah
mendokumentasikan tentang perbedaan para ulama dalam menyikapi pembacaan Al-Quran
dengan berbagai langgam. Menurutnya ada dua kalangan
ulama, ada yang membolehkan dan ada yang tidak.
وَقَالَ الشَّاشِيُّ فِي الْحِيلَةِ فَأَمَّا الْقِرَاءَةُ
بِالْأَلْحَانِ فَأَبَاحَهَا قَوْمٌ وَحَظَرَهَا آخَرُونَ
“Asy-Syasyi
dalam kitab al-Hilah berkata, adapun
membaca (Al-Qur`an) dengan berbagai langgam maka sebagian kalangan membolehkan, sedang kalangan yang lain melarangnya.” (Lihat: Ar-Ramli, Hasyiyah
ar-Ramli, Juz 4, h.
344)
Sedangkan Imam Syafi’i cenderung
untuk memerinci. Menurutnya membaca Al-Qur’an dengan berbagai
langgam adalah boleh sepanjang tidak mengubah huruf
dari nazhamnya. Namun apabila sampai menambahi hurufnya maka tidak dibolehkan.
وَاخْتَارَ الشَّافِعِيُّ التَّفْصِيلَ وَإِنَّهَا إنْ كَانَتْ
بِأَلْحَانٍ لَا تُغَيِّرُ الْحُرُوفَ عَنْ نَظْمِهَا جَازَ وَإِنْ غَيَّرَتْ
الْحُرُوفَ إلَى الزِّيَادَةِ فِيهَا لَمْ تَجُزْ
“Imam
Syafi’i memilih untuk merincinya, jika membacanya dengan berbagai langgam yang tidak sampai mengubah huruf dari nazhamnya maka boleh, tetapi apabila mengubah hurufnya sampai memberikan tambahan maka tidak boleh.” (Hasyiyah
ar-Ramli, Juz 4, h.
344)
Pandangan Imam Syafi’i sebenarnya ingin menegaskan bahwa boleh saja Al-Qur’an
dibaca dengan berbagai langgam asalkan tidak merusak tajwid, mengubah
orisinalitas huruf maupun maknanya. Pandangan Imam Syafi’i tersebut kemudian
diamini juga oleh Imam ad-Darimi dengan mengatakan bahwa membaca Al-Qur’an
dengan berbagai langgam adalah sunnah sepanjang tidak menggeser huruf dari
harakatnya atau menghilangkannya. Sebab, menggeser atau menghilangkan huruf
dari harakatnya adalah haram.
وَقَالَ الدَّارِمِيُّ الْقِرَاءَةُ بِالْأَلْحَانِ مُسْتَحَبَّةٌ
مَا لَمْ يُزِلْ حَرْفًا عَنْ حَرَكَتِهِ أَوْ يُسْقِطُ فَإِنَّ ذَلِكَ مُحَرَّمٌ
“Imam ad-Darimi berkata, membaca dengan berbagai langgam itu disunnahkan sepanjang tidak menggeser huruf dari
harakatnya atau menghilangkannya, karena hal
itu diharamkan”. (Hasyiyah
ar-Ramli, Juz 4, h.
344)
Dengan mengacu kepada penjelasan singkat ini, maka dapat disimpulkan bahwa membaca
Al-Qur’an dengan langgam Jawa adalah boleh sepanjang tidak menabrak sisi
tajwid, makharij huruf, dan terpeliharanya orisinalitas makna Al-Qur’an itu
sendiri.
Ada yang berbeda pendapat? Silakan. Tapi sikapilah perbedaan itu dengan
cara yang bijak.
0 comments:
Post a Comment