Dapat
menciptakan suasana shalat yang khusyuk merupakan impian dan keinginan setiap
orang yang melakukan shalat agar shalatnya dapat diterima oleh Allah. Dalam mewujudkan kekhusyukan ini,
butuh konsentrasi khusus dari orang yang shalat dalam menghayati kandungan
makna yang terdapat dalam bacaan-bacaan serta penghayatan pada setiap
gerakan-gerakan shalat yang ia lakukan.
Selain
itu, butuh pula suasana yang tenang dan tempat yang bersih agar kekhusyukan
yang diupayakan tidak terganggu dengan berbagai keramaian dan kekotoran yang
melingkupi tempat dilakukannya shalat. Masih sering kita lihat masjid-masjid
atau mushala-mushala yang masih dipenuhi dengan debu dan berbagai kotoran,
bahkan dari berbagai kotoran itu, tak jarang kita melihat najis seperti kotoran
burung dan cicak yang bertebaran di sekitar shaf-shaf. Terkadang najis-najis
ini malah mengenai orang yang sedang melakukan shalat yang awalnya shalat dalam
keadaan suci. Melihat hal demikian, langkah apakah yang mestinya dilakukan oleh
orang yang sedang shalat tersebut? Apakah shalatnya langsung dihukumi batal
sebab terkena najis, atau shalatnya masih bisa dilanjutkan?
Dalam
hal ini, orang yang terkena najis di pertengahan shalatnya diharuskan untuk
membuang najis tersebut seketika itu juga dari bagian tubuh atau pakaian yang
terkena najis, dan ia tetap harus melanjutkan shalatnya, sebab najis ini
tergolong najis yang ma’fu (ditoleransi/dimaafkan). Ketentuan seperti
ini ketika najis yang mengenainya adalah najis yang kering. Berbeda halnya
ketika najis yang mengenainya adalah najis yang basah. Maka dalam hal ini, ia
hanya bisa melanjutkan shalatnya dengan cara melepas pakaiannya seketika itu
juga, ketika memang dengan melepas pakaian auratnya tetap tertutup. Jika tidak,
maka shalatnya menjadi batal. Begitu juga ketika najis yang basah ini mengenai
kulitnya, maka tidak ada jalan lain kecuali membatalkan shalatnya, sebab najis
yang basah ini bukan merupakan najis yang ma’fu.
Penjelasan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam kitab Manhaj at-Thullab:
قال: (لا) إن عرض
(بلا تقصير) من المصلي كأن كشفت الريح عورته أو وقع على ثوبه نجس رطب أو يابس (ودفعه
حالا) بأن ستر العورة ، وألقى الثوب في الرطب ، ونفضه في اليابس فلا تبطل صلاته ، ويغتفر
هذا العارض اليسير
“Tidak
batal jika baru datang pada orang yang shalat sesuatu yang membatalkan tanpa
adanya tindak kecerobohan dari orang yang shalat. Seperti auratnya terbuka
sebab terkena angin atau jatuh perkara najis mengenai pakaiannya, dan ia mencegahnya
seketika itu juga dengan cara menutup auratnya, melepas pakaiannya pada najis
yang basah dan membuang najis yang kering, maka shalatnya tidak batal. Dan hal
yang bersifat baru datang yang sebentar ini ma’fu.” (Syekh Zakariya
al-Anshari, Manhaj at-Thullab, juz 2, hal. 481)
Berbeda
halnya ketika wujudnya kotoran burung atau cicak ini begitu banyak dan berada
di tempat shalat saja, tidak sampai mengenai bagian tubuh dan pakaian orang
yang shalat, seperti yang sering kita lihat di berbagai mushala pedesaan. Maka
kotoran burung atau cicak ini dapat dihukumi ma’fu dengan tiga syarat. Pertama,
seseorang tidak menyengaja berdiri di tempat yang terdapat kotoran burung atau
cicak tersebut. Kedua, kotoran tersebut tidak basah. Ketiga,
sulit untuk menghindari kotoran ini. Seperti yang terdapat dalam kitab I’anah
at-Thalibin:
قال: (قوله ومكان
يصلى فيه) أي وطهارة مكان يصلى فيه ويستثنى منه ما لو كثر ذرق الطيور فيه فإنه يعفى
عنه في الفرش والأرض بشروط ثلاثة أن لا يتعمد الوقوف عليه وأن لا تكون رطوبة وأن يشق
الاحتراز عنه
“Dan
disyaratkan sucinya tempat yang dibuat shalat. Dikecualikan dari hal ini
permasalahan ketika banyak kotoran burung di tempat tersebut. Maka kotoran ini
dihukumi najis yang ma’fu ketika berada di tanah atau permadani (Jawa:
lemek) dengan tiga syarat. Tidak menyengaja berdiam diri di tempat yang
terdapat kotoran tersebut, kotoran tidak dalam keadaan basah dan sulit untuk
dihindari.” (Sayyid Abu Bakar Syatho’, Hasyiyah I’anah at-Thalibin,
juz 1, hal. 80)
Demikian
penjelasan tentang materi ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa ketika orang
yang sedang shalat terkena najis berupa kotoran burung atau cicak maka ia harus
segera membuangnya ketika najis tersebut dalam keadaan kering. Berbeda halnya
ketika najis tersebut basah, maka ia harus melepas pakaiannya jika tidak sampai
membuka aurat, jika sampai membuka aurat atau najis tersebut mengenai kulitnya
maka shalatnya menjadi batal.
Wallahu
a’lam
0 comments:
Post a Comment