Sayidina Ali bin Abu Thalib ra pernah berkata:
“Wahai
anak Adam… Janganlah engkau gembira dengan kekayaan. Dan jangan berputus asa
dengan kefakiran. Jangan bersedih dengan musibah dan jangan bersuka cita dengan
kesenangan. Sesungguhnya emas itu dilebur dengan api, sedangkan hamba yang
saleh itu dilebur dosanya dengan musibah.
Sesungguhnya
engkau tidak akan mendapatkan apa yang engkau inginkan, kecuali dengan
meninggalkan kesenanganmu. Dan engkau tidak akan mendapatkan apa yang engkau
angankan, kecuali dengan bersabar atas apa yang tidak engkau sukai.
Dan
curahkanlah seluruh usahamu untuk menjaga apa yang diwajibkan Allah padamu.”
Tegukan
Hikmah:
Nasihat
ini termaktub dalam kitab Risalatul Mustarsyidin, halaman 51.
Secara umum dalam ungkapannya ini Sayidina Ali bin Abu Thalib ra
menasihati kita agar tak pernah lupa diri dalam menyikapi apa pun keadaan hidup
yang sedang kita jalani. Jika Anda sedang menikmati limpahan
kekayaan dari Allah, janganlah terlalu gembira dengannya. Jika Anda sedang
diuji Allah dengan kefakiran sehingga Anda merasa sulit bahkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari, janganlah berputus asa olehnya. Jika musibah
sedang menimpa Anda, jangan masukkan diri Anda ke dalam larutan kesedihan yang
berkepanjangan. Dan jika Allah sedang anugerahkan pada Anda kesenangan, jangan
terlalu bersuka cita karenanya.
Sayidina Ali ra menyampaikan nasihat yang demikian itu tentu
saja bukan tanpa alasan. Segala macam bentuk keadaan hidup yang disebutkan di
atas sesungguhnya adalah ujian dari Allah Swt. Untuk sampai pada satu keadaan
di mana seseorang menjadi mulia dalam pandangan Allah Ta’ala dibutuhkan adanya
ujian. Tidak ada prestasi apa pun yang bisa digapai seseorang tanpa melewati
suatu ujian. Tidak ada kemuliaan apa pun yang bisa diraih seorang hamba di sisi
Allah Swt tanpa keberhasilan melampaui ujian yang dihadapkan padanya.
Lalu,
jika ingin mulia di sisi Allah, siapa yang akan menguji kita dan apa bentuk
ujiannya? Yang akan menguji kita adalah Allah Ta’ala sendiri dan bentuk
ujiannya ada berbagai macam, salah satunya adalah musibah. Musibah selalu
menggoreskan kesedihan, bahkan kegoncangan jiwa bagi orang yang menghadapinya.
Namun, ketahuilah bahwa musibah merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah
untuk mengetahui apakah seseorang itu layak dimuliakan-Nya atau tidak. Bagi
hamba-hamba Allah yang beriman kepada-Nya, musibah menjadi suatu ujian yang
akan membuatnya naik pada derajat yang lebih tinggi dan lebih mulia daripada
yang telah ia gapai sebelumnya.
Sayidina Ali ra memberikan ilustrasi pada kita. Perhatikanlah
emas itu. Bukankah emas bisa menjadi bernilai dan berharga setelah mengalami peleburan
di dalam jilatan api. Panas dan segala bentuk kepedihan yang dialaminya telah
membuatnya menjelma menjadi sesuatu yang jauh lebih berharga. Demikianlah
dengan seorang hamba Allah yang saleh. Musibah menjadi media baginya untuk
melepaskan diri dari belenggu dosa. Musibah membuatnya tersucikan dari
noda-noda maksiat. Musibah mengantarkannya pada suatu tingkat yang di dalamnya
Allah berikan padanya kemuliaan.
Sungguh
tidak mudah bagi kita meraih derajat kemuliaan di sisi Allah. Jika Anda ingin
memperoleh kemuliaan itu, ketahuilah, bahwa Anda harus meninggalkan kesenangan
Anda dan menggantinya dengan amalan-amalan yang disenangi oleh Tuhan. Anda
tidak mungkin mampu mengamalkan yang dikehendaki Allah jika Anda tetap
mendahulukan segala macam kehendak Anda. Maka, dalam hal ini Anda membutuhkan
kesabaran. Ajaklah diri Anda untuk tetap bersabar menjalankan kehendak Allah.
Untuk sampai pada tahap tersebut, maka langkah awal yang harus kita lakukan
adalah mencurahkan seluruh usaha kita untuk menetapi dan melaksanakan apa yang
telah diwajibkan Allah atas kita.
0 comments:
Post a Comment