Allah Swt mewajibkan
bagi seluruh umat Islam untuk menjalankan shalat pada masing-masing waktu yang
telah ditentukan. Seperti yang difirmankan di dalam Kitab-Nya:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya
shalat itu bagi orang-orang mukmin adalah kewajiban yang ditentukan waktunya.” (QS.
An-Nisa’ Ayat 103)
Dalam
disiplin fiqih, waktu pelaksanaan shalat bersifat wajib yang longgar (muwassa’)
dalam artian, shalat menjadi wajib bagi setiap muslim saat awal masuknya waktu
shalat, kewajiban ini awalnya diharuskan untuk dilaksanakan dengan segera
ketika masuknya waktu, namun boleh untuk diakhirkan sampai batas akhir waktu
shalat tersebut dengan cara adanya ‘azm, yaitu bertekad untuk
melaksanakan shalat di waktu nanti sekiranya masih pada waktunya.
Dalam shalat
juga dikenal istilah ada’ dan qadha. Ada’ berarti
melaksanakan shalat ketika masih dalam waktu yang telah ditentukan, sedangkan qadha
berarti melaksanakan shalat di luar waktu yang telah ditentukan. Seseorang yang
menjalankan shalat dengan cara ada’ berarti ia melaksanakan ibadah
sesuai dengan ketentuan yang diwajibkan oleh syara’, sedangkan jika shalat
dijalankan dengan cara qadha maka ia termasuk melanggar ketentuan
pelaksanaan shalat yang telah ditentukan oleh syara’ sehingga ia dihukumi dosa,
KECUALI ia melakukan shalat dengan qadha ini dikarenakan sebuah uzur,
seperti lupa akan wajibnya shalat baginya, tertidur mulai awal waktu sampai
habisnya waktu dan dalam contoh-contoh yang lain. Maka dalam keadaan demikian,
shalatnya tetap dihukumi qadha, namun ia dianggap tidak melakukan suatu
larangan yang mengakibatkan dosa.
Lalu
pertanyaannya, kapan shalat seseorang disebut dengan ada’?
Seseorang
dianggap melaksanakan shalat dengan ada’ ketika ia dapat melaksanakan
satu rakaat shalatnya ketika waktu shalat masih ada (tentu melaksanakan dua,
tiga, atau seluruh rakaat pada waktunya lebih layak dianggap melaksanakan
shalat dengan ada’). Namun meski shalatnya disebut sebagai ada’,
ia tetap dihukumi dosa dikarenakan melaksanakan rakaat shalat keluar dari waktu
yang telah ditentukan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Fath al-Mu’in:
ولو أدرك في الوقت ركعة لا دونها فالكل
أداء وإلا فقضاء.ويأثم بإخراج بعضها عن الوقت وإن أدرك ركعة
“Jika
seseorang menemukan satu rakaat pada waktu shalat yang dilaksanakannya, maka
seluruh shalat itu menjadi shalat ada’, jika tidak menemukan minimal
satu rakaat maka shalatnya menjadi shalat qadha. Dan ia tetap dihukumi
dosa sebab mengeluarkan sebagian shalat dari waktunya, meskipun ia dapat
melaksanakan satu rakaat pada waktunya.” (Syekh Zainuddin Al-Maliabari, Fath
al-Mu’in, juz 1, hal. 140)
Salah satu
ketentuan yang dilakukan ketika shalat berstatus ada’ adalah ia
dianjurkan untuk menyertakan niat ada’ pada niat shalat yang dilafalkan
dalam hati saat bersamaan dengan takbiratul ihram. Begitu juga ia dianjurkan
melafalkan dalam hati niat qadha ketika shalatnya berstatus shalat
qadha.
Wallahu
a’lam.
0 comments:
Post a Comment