Rukun shalat
yang ketujuh adalah i’tidal, yaitu posisi berdiri tegak lurus setelah
melaksanakan ruku’. Tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang
mengisahkan tentang bagaimana Rasulullah Saw meletakkan
tangan pada saat i'tidal: apakah bersedekap atau melepaskannya?
Terdapat
beberapa hadits tentang kisah Rasul menaruh tangan di bawah dada, namun
masing-masing konteksnya adalah saat Rasullullah Saw sedang
berdiri (sebelum ruku’). Di antara hadits yang menceritakan hal tersebut adalah
pada waktu Wail bin Hujr ra berkisah
sebagaimana berikut ini:
أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ، - وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ
أُذُنَيْهِ - ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى
الْيُسْرَى، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ،
ثُمَّ رَفَعَهُمَا، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ، فَلَمَّا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا، سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ
“Wâil bin
Hujr melihat Rasulullah Saw mengangkat
kedua tangannya saat memasuki shalat sembari takbiratul ihram. Hammam memberikan
ciri-ciri, posisi tangan Rasulullah (saat mengangkat kedua tangannya) adalah sejajar
dengan kedua telinganya. Kemudian Rasulullah Saw memasukkan tangan ke dalam pakaiannya, menaruh tangan kanan di
atas tangan kiri. Saat Rasulullah akan ruku’, ia mengeluarkan kedua tangannya
dari pakaian lalu mengangkatnya, bertakbir sembari ruku’. Pada waktu ia
mengucapkan sami’allahu liman hamidah, Rasul mengangkat kedua tangannya. Saat
sujud, ia sujud dengan kedua telapak tangannya.” (HR Muslim)
Hadits di
atas tidak menunjukkan posisi tangan Rasulullah saat i'tidal,
namun mengisahkan letak tangan pada waktu berdiri saja. Oleh karena itu kita
perlu melihat bagaimana para ulama menggali lebih lanjut.
Imam Ramli
dalam karyanya Nihayatul Muhtaj menjelaskan, yang disunnahkan dalam i'tidal adalah melepaskan
tangan, tidak bersedekap atau menumpukkan tangan kanan di atas tangan kiri di
bawah dada, sehingga orang yang bangun dari ruku’ setelah mengangkat kedua
tangan sejajar dengan telinga, ia kemudian melepaskan kedua tangannya. Teks
lengkapnya sebagai berikut:
وَقَوْلُهُ
بَعْدَ التَّكْبِيرِ تَحْتَ صَدْرِهِ: أَيْ فِي جَمْعِ الْقِيَامِ إلَى الرُّكُوعِ
خَرَجَ بِهِ زَمَنُ الِاعْتِدَالِ فَلَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ بَلْ
يُرْسِلُهُمَا سَوَاءٌ كَانَ فِي ذِكْرِ الِاعْتِدَالِ أَوْ بَعْدَ الْفَرَاغِ
مِنْ الْقُنُوتِ
“Menaruh
kedua tangan di bawah dada, maksudnya kegiatan tersebut dilaksanakan pada semua
posisi berdirinya orang shalat sampai ia akan ruku’. (Jika akan ruku’ maka
dilepas). Teks tersebut tidak berlaku pada saat berdiri i'tidal. Pada waktu
i'tidal, janganlah menaruh kedua tangannya di bawah dadanya, namun lepaskan
keduanya. Baik saat membaca dzikirnya i'tidal, atau bahkan setelah selesai
qunut.” (Syihabuddin ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, [Dârul
Fikr, Beirut, 1984), juz 1, halaman 549)
Senada
dengan pendapat di atas, Syekh Al-Bakri yang terekam dalam kitab I‘anatut Thalibin juga mengatakan hal yang sama. Hal ini bisa disimak dalam
tulisannya berikut:
وَالْأَكْمَلُ
أَنْ يَكُوْنَ ابْتِدَاءُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ مَعَ ابْتِدَاءِ رَفْعِ رَأْسِهِ،
وَيَسْتَمِرُّ إِلَى انْتِهَائِهِ ثُمَّ يُرْسِلُهُمَا
“Yang paling
sempurna adalah saat mengangkat kedua tangan itu dimulai berbarengan dengan
mengangkat kepala. Hal tersebut berjalan terus diangkat sampai orang selesai
berdiri pada posisi sempurna. Setelah itu kemudian kedua tangan dilepaskan.” (Abu
Bakar bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, [Dârul
Fikr, 1997], juz 1, halaman 158)
Dengan
demikian Syekh Al-Bakri mengajurkan agar melepaskan tangan setelah takbir,
bukan menaruh di bawah dada. Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
saat i’tidal yang disunnahkan adalah melepaskan kedua tangan. Adapun apabila
yang bersedekap tidak sampai membatalkan shalat.
Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment