Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Sunday, July 14, 2019

Manfaat Dzikir (Bagian Pertama)

Saat kita belum pernah merasakan lezatnya berdzikir, maka dzikir akan menjadi suatu aktivitas yang sulit dan melelahkan. Namun bagi yang sudah pernah merasakan nikmat saat melakukannya, dzikir akan menjadi suatu kebutuhan. Dzikir menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup. Baginya, tak ada yang dapat melebihi kebahagiaan selain berdzikir.

Allah telah memerintahkan kita untuk berdzikir. Betapa pentingnya dzikir ini bagi manusia sampai-sampai ada ungkapan dari Ibn Arabi, seorang tokoh sufi, "Tingkatan tertinggi dalam ibadah adalah dzikir." Dzikir merupakan wahana paling praktis dan efektif untuk mengenal Tuhan.

Mari kita lihat ke diri kita, apakah perintah dzikir bagi kita merupakan suatu beban atau kebutuhan? Beruntunglah Anda dan saya, kalau kita menjadikan dzikir sebagai kebutuhan, sebagai makanan pokok ruhani. Manfaat dzikir akan datang dengan sendirinya. Tanpa kita harapkan pun, kita pasti dihampirinya. Apakah sajakah manfaat dzikir itu? 

Dzikir akan Menghidupkan Hati
Berdasarkan dalil agama, ternyata jauh sekali bedanya antara orang yang ingat kepada Allah dengan yang tidak. Nabi Saw bersabda, "Perumpamaan orang yang ingat kepada Tuhannya dan orang yang tidak ingat kepada Tuhannya, bagaikan orang yang hidup dan orang yang mati." (HR Bukhari)

Orang yang sedang ingat kepada Allah Swt adalah orang yang hidup, karena dia sedang bersama Yang Maha Hidup. Hatinya hidup. Dia dapat memilah-milah dengan refleks mana yang patut dan mana yang tidak patut. Agama baginya bukan sekedar teori. Kitab suci baginya bukan sekedar bacaan, namun hati yang hidup dan selalu berkata benar.

Terkadang saya bingung, mungkin juga Anda. Banyak orang yang pandai dalam teori beragama. Mereka lebih suka berdebat untuk menentukan halal dan haram, padahal di sampingnya berjejer umat yang menjerit kelaparan namun mereka hanya diam. Banyak yang mengaku muslim sejati, mereka sibuk mencari alasan hukum untuk diri dan kelompoknya. Mereka mengumpulkan dalil-dalil pembenaran, terkadang sambil disertai ejekan dan merendahkan kelompok lainnya. Inikah perilaku beragama? Inikah perilaku muslim sejati? Apakah agama hanya menjadi milik mereka sendiri?

Di sini lain, tak sedikit orang yang minim pengetahuan agamanya namun memiliki hati yang tulus. Mereka kurang memahami hukum-hukum agama tertulis, namun hukum itu justru teraplikasi dalam aktivitas kesehariannya. Mereka suka menolong, hatinya peka terhadap penderitaan tetangga. Dia ramah dan sopan. Tanpa disadarinya bahwa dia telah mengamalkan ajaran agama.

Kita tak perlu berkecil hati karena masih awam dalam teori agama. Sambil meningkatkan pengetahui syar'i, mari kita bersama menghidupkan hati, menajamkan nurani. Inilah pengetahuan sejati, pengetahuan yang tidak dipelajari namun diberikan secara cuma-cuma kepada orang yang bertakwa. Takwa dalam pengertian takut dan tunduk kepada Allah Ta'ala. 

Saya pernah ditanya seseorang yang saya anggap sebagai guru. 
Beliau bertanya, "Apakah kamu sekarang sedang hidup?"
"Ya!" dengan mantap saya menjawab demikian. 
Beliau bertanya lagi, "Kalau kamu merasa sedang hidup, coba jawab, apa hidup ini?"

Sampai sekarang pun, saya masih mencari jawaban itu. Satu jawaban dangkal yang bisa saya berikan, "Hidup adalah keadaan hati yang berdzikir. Hati yang sedang ingat kepada Tuhan. Hati yang merasa lenyap dan diisi Kehidupan. Hati yang hidup selamanya, abadi."

Barangkali beliau, guru saya itu, akan tertawa geli mendengar jawaban ini. Jawaban yang bersifat teoritis dangkal, yang bukan dari hasil pengalaman.

Wallahu a'lam
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online