Berziarah ke makam Nabi Muhammad Saw adalah sunnah hukumnya. Lebih-lebih bagi mereka yang sedang menunaikan ibadah haji. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits:
مَنْ جَائَنِي زَائِرًا لَمْ تَدْعُهُ حَاجَةً إِلاَّ زِيَارَتِي كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ تَعَالَى أَنْ أَكُوْنَ شَفِيْعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ - رواه الدارقطني
"Siapa saja yang datang kepadaku untuk berziarah, dan keperluannya hanya untuk berziarah kepadaku (tidak ada keperluan yang lain) maka Allah SWT memberikan jaminan agar aku menjadi orang yang memberi syafa'at (pertolongan) kepadanya di hari kiamat nanti." (HR Daruquthni)
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَجَّ فَزَارَ قَبْرِيْ بَعْدَ مَوْتِي كَانَ كَمَنْ زَارَنِي فِي حَيَاتِي - رواه الدارقطني
"Dari Ibn 'Umar ra sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji, lalu berziarah ke makamku setelah aku meninggal dunia, maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku ketika aku masih hidup." (HR Daruquthni)
Atas dasar inilah, pengarang kitab I'anah al-Thalibin menyatakan:
Lalu, bagaimana dengan kekhawatiran Rasulullah Saw yang melarang umat Islam menjadikan makam beliau sebagai tempat berpesta, atau sebagai berhala yang disembah? Sebagaimana riwayat berikut ini:
Menjawab makna kekhawatiran Nabi Saw ini, Sayyid Muhammad bin 'Alawi al-Maliki al-Hasani menukil dari beberapa ulama, lalu berkomentar:
وَمِنْهُمْ مَنْ فَهِمَ أَنَّ مَعْنَاهُ اَلنَّهْيُ عَنْ سُوءِ اْلأَدَبِ عِنْدَ زِيَارَتِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ بِاللَّهْوِ وَاللَّعْبِ كَمَا يُفْعَلُ فِي اْلأَعْيَادِ وَإِنَّمَا يُزَارُ لِلسَّلاَمِ عَلَيْهِ وَالدُّعَاءِ عِنْدَهُ وَرَجَاءِ بَرَكَةِ نَظْرِهِ وَدُعَائِهِ وَرَدَّ سَلاَمِهِ مَعَ الْمُحَافَظَةِ عَلَى اْلأَدَبِ اللاَّئِقِ بِهَذِهِ النَّظْرَةِ الشَّرِيْفَةِ النَّبَوِيَّةِ. (منهج السلف في فهم النصوص بين النظرية والتطبيق، ص١٠٣ )
"Sebagian ulama ada yang memahami bahwa yang dimaksud (oleh hadits itu adalah) larangan untuk berbuat tidak sopan ketika berziarah ke makam Rasulullah Saw. Yakni dengan memainkan alat musik atau permainan lainnya, sebagaimana yang biasa dilakukan ketika ada perayaan. (Yang seharusnya dilakukan adalah) umat Islam berziarah ke makam Rasul hanya untuk menyampaikan salam kepada Rasul, berdoa di sisinya, mengharap berkah melihat makam Rasul, mengharap berkah dan balasan salam Rasulullah Saw. (Itu semua dilakukan) dengan tetap menjaga sopan santun yang sesuai dengan maqam kenabiannya yang mulia." (Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, 103)
وَالْحَاصِلُ زِيَارَةُ قَبْرِ النَّبِيِّ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرْبَاتِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَحْرِصَ عَلَيْهِ وَلْيَحْذَرْ كُلَّ الْحَذْرِ مِنَ التَّخَلُّفِ عَنْهُ مَعَ الْقُدْرَةِ وَخُصُوْصًا بَعْدَ حَجَّةِ اْلإِ سْلاَمِ لِأَنَّ حَقَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمَّتِهِ عَظِيْمٌ وَلَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ يَجِيْءُ عَلَى رَأْسِهِ أَوْ عَلَى بَصَرِهِ مِنْ أَبْعَدِ مَوْضِعِ اْلأَرْضِ لِزِيَارَتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَقُمْ بِالْحَقِّ الَّذِيْ عَلَيْهِ لِنَبِيِّهِ جَزَاهُ اللهُ عَنِ الْمُسْلِمِيْنَ أَتَمَّ الْجَزَاءِ. (إعانة الطالبين، ج٢ ص٣١٣)
"Berziarah ke makam Nabi Muhammad Saw merupakan salah satu qurbah (ibadah) yang paling mulia. Karena itu sudah selayaknya seluruh umat Islam memperhatikannya. Dan hendaklah wasapada, jangan sampai tidak berziarah padahal ia telah diberi kemampuan oleh Allah Swt, lebih-lebih bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji. Karena hak Nabi Muhammad Saw yang harus diberikan oleh umatnya sangat besar. Maka jika datang salah seorang di antara mereka dengan kepala dijadikan kaki dari ujung bumi yang terjauh, bersusah payah untuk berziarah ke Rasulullah Saw, maka itu tidak akan cukup untuk memenuhi hak yang harus diterima Nabi Saw dari umatnya. Semoga Allah Swt membalas kebaikan Rasulullah Saw kepada kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan." (I'anah al-Thalibin, Juz 2, hal. 313) Lalu, bagaimana dengan kekhawatiran Rasulullah Saw yang melarang umat Islam menjadikan makam beliau sebagai tempat berpesta, atau sebagai berhala yang disembah? Sebagaimana riwayat berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَتَّخِذُوا قَبْرِي عِيْدًا وَلاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِي. (مسند احمد بن حنبل، رقم ٨٤٤٩)
"Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Maka bacalah shalawat kepadaku. Karena shalawat yang kamu baca akan sampai kepadaku di ana saja kamu berada." (Musnad Ahmad bin Hanbal, 8449) Menjawab makna kekhawatiran Nabi Saw ini, Sayyid Muhammad bin 'Alawi al-Maliki al-Hasani menukil dari beberapa ulama, lalu berkomentar:
وَمِنْهُمْ مَنْ فَهِمَ أَنَّ مَعْنَاهُ اَلنَّهْيُ عَنْ سُوءِ اْلأَدَبِ عِنْدَ زِيَارَتِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ بِاللَّهْوِ وَاللَّعْبِ كَمَا يُفْعَلُ فِي اْلأَعْيَادِ وَإِنَّمَا يُزَارُ لِلسَّلاَمِ عَلَيْهِ وَالدُّعَاءِ عِنْدَهُ وَرَجَاءِ بَرَكَةِ نَظْرِهِ وَدُعَائِهِ وَرَدَّ سَلاَمِهِ مَعَ الْمُحَافَظَةِ عَلَى اْلأَدَبِ اللاَّئِقِ بِهَذِهِ النَّظْرَةِ الشَّرِيْفَةِ النَّبَوِيَّةِ. (منهج السلف في فهم النصوص بين النظرية والتطبيق، ص١٠٣ )
"Sebagian ulama ada yang memahami bahwa yang dimaksud (oleh hadits itu adalah) larangan untuk berbuat tidak sopan ketika berziarah ke makam Rasulullah Saw. Yakni dengan memainkan alat musik atau permainan lainnya, sebagaimana yang biasa dilakukan ketika ada perayaan. (Yang seharusnya dilakukan adalah) umat Islam berziarah ke makam Rasul hanya untuk menyampaikan salam kepada Rasul, berdoa di sisinya, mengharap berkah melihat makam Rasul, mengharap berkah dan balasan salam Rasulullah Saw. (Itu semua dilakukan) dengan tetap menjaga sopan santun yang sesuai dengan maqam kenabiannya yang mulia." (Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, 103)
Dari sinilah maka berziarah ke makam Rasulullah Saw tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan sangat dianjurkan karena akan mengingatkan kita akan jasa dan perjuangan Nabi Muhammad Saw, sekaligus menjadi salah satu bukti mengguratnya kecintaan kita kepada beliau Saw.
0 comments:
Post a Comment