Diriwayatkan
bahwa Kaisar Romawi telah menulis sepucuk surat kepada Mu’awiyah bin Abu Sofyan
yang dibawa oleh seorang utusan. Isi surat tersebut: “Beritahukan
kepadaku apakah yang tidak memiliki kiblat? Siapakah yang tidak memiliki ayah?
Siapakah yang tidak memiliki ayah dan ibu? Siapakah orang yang senantiasa
dibawa oleh kuburannya? Sebutkan tiga makhluk yang tidak diciptakan di dalam
rahim. Terangkan tentang sesuatu, setengah darinya dan yang tidak terkatakan.
Kirimlah kepadaku dalam sebuah botol sumber dari segala sesuatu.”
Mu’awiyah
kemudian mengirimkan surat dan sebuah botol kepada Ibnu Abbas, seorang pakar
dan tokoh ulama fikih, untuk menjawab surat tersebut. Ibnu Abbas memberikan
jawaban sebagai berikut: “Yang tidak memiliki
kiblat adalah Ka’bah. Yang tidak
memiliki ayah adalah Nabi Isa AS. Yang tidak memiliki ayah dan ibu adalah Nabi
Adam AS. Orang yang senantiasa dibawa oleh kuburannya adalah Nabi Yunus AS yang
ditelan oleh ikan hiu. Sedangkan tiga makhluk yang tidak dicipta dalam rahim adalah
domba Nabi Ibrahim AS, unta betina Nabi Saleh AS, dan ular Nabi Musa AS. Adapun
‘sesuatu’ itu
adalah orang berakal yang menggunakan akalnya. Setengah dari sesuatu itu adalah
orang yang tidak berakal tetapi mengikuti pendapat orang-orang yang berakal. Sedangkan
yang tidak terkatakan adalah orang yang tidak berakal dan tidak bersedia mengikuti
pikiran orang-orang yang berakal.” Kemudian
Ibnu Abbas mengisi botol dengan air hingga penuh dan berkata: “Air
adalah sumber dari segala sesuatu.”
Jawaban
surat Mu’awiyah dikirimkan kepada Kaisar yang menanggapinya
dengan penuh kekaguman.
Hikmah:
Nampak
jelas keluasan ilmu yang dimiliki oleh Ibnu Abbas RA. Untuk menjawab pertanyaan
Kaisar Romawi tersebut, saat itu, tentu dibutuhkan orang yang memiliki tingkat
intelektualitas tinggi, dan Ibnu Abbas RA adalah orang yang memilikinya.
Dari
uraian kisah tersebut hal terpenting yang perlu direnungkan adalah ungkapan
beliau bahwa “sesuatu itu adalah orang berakal yang menggunakan
akalnya. Setengah dari sesuatu itu adalah orang yang tidak berakal tetapi mengikuti
pendapat orang-orang yang berakal. Sedangkan yang tidak terkatakan adalah orang
yang tidak berakal dan tidak bersedia mengikuti pikiran orang-orang yang
berakal,” maknanya: “manusia
sempurna adalah yang mempergunakan akalnya, manusia yang kurang sempurna adalah
yang menyadari kekurangan dirinya dan bersedia mengambil pelajaran dari orang-orang
yang lebih baik darinya, dan yang tidak bisa disebut sebagai manusia adalah yang
banyak memiliki kekurangan, tidak menyadari kekurangannya dan tidak bersedia mengambil
pelajaran dari orang-orang yang lebih baik darinya.”
Wallahu a'lam...
0 comments:
Post a Comment