Dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa tidak diperbolehkan mengumandangkan azan tanpa
berwudhu. Berikut bunyi haditnya:
وعن الزهري عن أبى هريرة عن النبي صلي
الله عليه وسلم قال " لا يؤذن الا متوضئ " رواه الترمذي
“Dari
Az-Zuhri, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw bersabda, ‘Tidak adzan seorang muadzin kecuali ia dalam keadaan telah berwudhu.’” (HR Tirmidzi)
Namun
hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah karena hadits ini bermasalah.
Menurut Imam an-Nawawi, Az-Zuhri tidak pernah bertemu dengan Abu Hurairah ra, sehingga hadits Az-Zuhri tersebut munqati’ atau
terputus sanadnya.
والاصح أنه عن الزهري عن ابي هريرة
موقوف عليه وهو منقطع فان الزهري لم يدرك أبا هريرة
“Yang paling sahih adalah bahwa hadits dari Az-Zuhri dari Abu Hurairah itu terputus.
Karena sebenarnya Az-Zuhri
tidak pernah bertemu dengan Abu Hurairah.” (Imam Abu Zakariya Yahya bin
Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarh al-Muhadzdzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105).
Oleh
karena itu, hadits tersebut
tidak bisa dijadikan dalil ketidakabsahan melaksanakan adzan tanpa berwudhu.
Ada
hadits lain yang lebih tepat untuk dijadikan landasan atas hal ini, yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, an-Nasa’i dan beberapa mukharrij yang
lain dari sahabat Muhajir bin Qanfadz sebagai berikut:
عن المهاجر بن قنفذ رضي الله قال
" أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وهو ييول فسلمت عليه فلم يرد علي حتى توضأ
ثم اعتذر إلي فقال إني كرهت أن أذكر الله إلا على طهر أو قال على طهارة "
حديث صحيح
“Dari
Muhajir bin Qanfadz ra
berkata,
‘Aku mendatangi
Rasulullah Saw
dan ia sedang menunaikan hajat kecil di toilet, kemudian aku mengucapkan salam
kepadanya, namun ia tidak menjawabnya hingga ia selesai berwudhu. Rasul
kemudian memohon maaf dan mengemukakan alasan mengapa tidak menjawab salam
al-Muhajir. Kemudian Rasulullah berkata, “Aku tidak suka menyebut asma Allah Saw kecuali dalam keadaan suci (‘ala tuhrin),” atau ia berkata “ala thaharatin”.’” Hadits tersebut sahih.” (Imam Abu
Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarh al-Muhaddzab, [Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h.
105)
Karena
dalam adzan
kita menyebut asma Allah Swt maka mengumandangkan adzan dalam keadaan berhadats (tanpa berwudhu) diqiyaskan
dengan kejadian Rasulullah
yang tidak ingin mengucapkan salam sebelum beliau dalam keadaan suci, karena
saat itu beliau baru saja selesai dari kamar mandi.
Hal
inilah yang menjadi landasan para ulama Syafi’iyah
bahwa mengumandangkan adzan
tanpa wudhu tetap sah, namun makruh. Sah dalam hal ini adalah tak perlu
mengumandangkan adzan
lagi.
Para
ulama yang sependapat dengan hal ini adalah al-Hasan al-Bashri, Qatadah,
Hammad bin Abi Sulaiman, Abu Hanifah, al-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur, Dawud, dan
Ibn al-Mundzir.
Sedangkan
para imam yang menolak
pendapat ini dan lebih memilih pendapat yang menyebutkan bahwa adzannya orang yang tidak berwudhu tidak sah adalah Atha’, Mujahid,
al-Auza’i,
dan Ishaq. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa adzannya sah tapi ketika iqamah ia harus
sudah dalam keadaan berwudhu (suci dari hadats) (Imam Abu Zakariya Yahya bin
Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ alâ Syarḥ
al-Muhaddzab,
[Beirut: Dar al-Fikr, t.t], j. 3, h. 105.)
0 comments:
Post a Comment