Pada
zaman Nabi Musa AS ada seorang pemuda yang senang melakukan kejahatan. Penduduk kampung tempat pemuda itu hidup
tidak mampu lagi mencegah perbuatannya, lalu mereka berdoa memohon pentunjuk
kepada Allah SWT. Maka Allah SWT kemudian menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS
untuk mengusir pemuda itu dari kampungnya agar penduduknya tidak terkena bencana. Lalu, keluarlah pemuda
tersebut dari kampungnya dan sampai
di suatu kawasan yang luas, di mana tidak seekor burung atau manusia pun ada di sana.
Setelah
beberapa hari berada di tempat tak berpenghuni itu, si pemuda jatuh sakit. Ia merintih seorang diri, lalu berkata: “Wahai
Tuhanku, seandainya ibuku, ayahku dan istriku ada di sisiku saat ini, tentulah mereka akan menangis
mengingat waktu kematian yang segera akan
memisahkan aku dengan mereka. Andaikata anak-anakku ada di sisiku pasti mereka akan berdoa: “Ya
Allah, ampunilah ayah kami yang telah banyak melakukan kejahatan, sehingga ia diusir dari kampungnya ke
tempat yang tidak berpenghuni ini, dan keluar dari dunia menuju akhirat dalam keadaan
putus asa dari segala sesuatu kecuali rahmat-Mu ya Allah.”
Akhirnya pemuda itu berkata: “Ya Allah,
janganlah Kau putuskan aku dari rahmat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa
terhadap sesuatu.” Setelah
mengucapkan kata-kata itu, maka lepaslah ruh dari raganya.
Kemudian
Allah mewahyukan kepada Nabi Musa AS: “Pergilah
engkau ke suatu tempat
yang di sana ada seorang wali-Ku yang telah meninggal dunia. Mandikan, kafani
dan shalatkanlah dia.”
Sesampainya
di sana, Nabi Musa AS mendapati yang meninggal dunia itu adalah pemuda yang diusirnya dahulu. Lalu Nabi
Musa AS berkata: “Ya Allah, bukankah dia
ini pemuda fasik yang
dahulu Engkau perintahkan aku untuk mengusirnya?” Allah
berfirman: “Benar.
Aku merasa kasihan kepadanya disebabkan oleh rintihannya dikala sakit dan keadaannya yang terpisah dari
keluarganya. Apabila ada seseorang yang meninggal dunia, sedangkan dia tidak memiliki saudara, maka
semua penghuni langit dan bumi akan menangis karena
kasihan kepadanya. Oleh karena itu, bagaimana mungkin Aku tidak mengasihaninya sedangkan Aku adalah Zat Yang Maha
Penyayang di antara yang penyayang.”
Hikmah:
Allah
SWT adalah Zat Yang Maha Penyayang. Dia tak pernah memutuskan harapan seorang hamba ketika dengan penuh
ketulusan si hamba menggantungkan harapan pada-Nya. Sebesar apa pun dosa yang telah
dilakukan seorang hamba kepada Allah SWT, selain syirik, akan diampuni-Nya. Maka, selama ruh
masih bersemayam di dalam jasad, itu merupakan rentang waktu yang disediakan oleh Allah SWT untuk kembali
kepada-Nya. Sakaratul maut adalah
saat seorang hamba akan terpisah dan terputus dari segalanya. Namun ada yang
akan tetap menyertainya,
yaitu rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Kisah tersebut memperlihatkan betapa Allah SWT sangat
mudah mengampuni seorang hamba yang pendosa hanya
karena si hamba itu menggantungkan harapan kepada-Nya. Detik-detik terakhir
dalam hidupnya telah
memunculkan kesadaran dalam jiwanya bahwa ada Zat yang apabila seseorang menggantungkan harapan pada-Nya, maka
Dia takkan pernah memutuskan harapan itu. Si hamba
yang pendosa itu pun kemudian berharap agar ia tak dipisahkan dan diputuskan
dari rahmat serta kasih
sayang Allah SWT. Dan Dia, Zat Yang Maha Kasih itu merasa malu bila harapan si hamba tak dipenuhi-Nya,
karena Dia-lah Yang Maha Penyayang di antara yang penyayang. Maka, perbanyaklah menggantungkan harapan hanya
kepada-Nya, niscaya engkau
takkan pernah kecewa.
0 comments:
Post a Comment