Tsauban
adalah seorang budak yang sangat mencintai Nabi Muhammad SAW dan selalu merindukan beliau. Sehari tidak
bertemu dengan Nabi, Tsauban merasa seperti telah berpisah setahun dengan beliau. Seandainya diizinkan ia
ingin setiap saat bersama Nabi. Ketika
tidak bertemu dengan Nabi, ia merasa sangat sedih, murung dan seringkali
menangis. Ternyata Nabi pun
demikian terhadap Tsauban. Beliau mengetahui betapa besarnya kasih sayang Tsauban terhadap dirinya.
Suatu
hari Tsauban dikabarkan sakit, lalu Nabi SAW menemuinya. Saat bertemu Nabi, Tsauban berkata, “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku tidak sakit, tapi aku sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu
denganmu walaupun hanya sebentar. Jika dapat bertemu, barulah hatiku tenang dan merasa
bahagia. Ketika dalam pikiranku terlintas persoalan akhirat, hatiku bertambah cemas, takut kalau aku
tidak dapat bersama denganmu lagi. Engkau pasti akan menempati tempat di surga yang mulia, sementara aku
belum tentu akan masuk ke dalam
surga meskipun yang paling bawah. Ya Rasulullah, hatiku sangat bimbang tentulah saat itu kita tidak akan bertemu lagi.”
Mendengar
kata-kata Tsauban, Nabi SAW merasa sangat terharu. Namun beliau tidak dapat berbuat apa-apa karena itu
merupakan urusan Allah. Setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah SAW: “Barangsiapa
yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka nanti akan bersama dengan orang-orang yang diberi
nikmat oleh Allah yaitu para Nabi,
syuhada, orang-orang shaleh dan mereka adalah sebaik-baik teman.” Mendengar jaminan Allah itu, Tsauban menjadi
tenang hatinya.
Hikmah:
“Engkau
akan bersama dengan orang yang kau cintai.” Itulah
kata bijak yang pernah terucap
dari lisan Rasulullah SAW. Ya, siapa yang ia cintai, maka ia akan bersama dengannya.
Dalamnya
rasa cinta Tsauban kepada Rasulullah telah menjadikan jiwanya senantiasa ingin bersama dengan manusia
mulia itu. Kebahagiaan dirasakannya manakala mereka
bertemu, dan kesedihan mengusik jiwanya ketika mereka berpisah. Disebabkan oleh cinta, jiwa Tsauban melayang hingga ke
alam akhirat. Di sana ia menyaksikan Rasulullah yang dicintainya itu berada dalam kedudukan yang mulia,
sedangkan ia dalam penantian panjang
apakah akan masuk ke dalam surga ataukah terjerumus ke jurang neraka. Jarak
yang begitu jauh telah
memisahkannya dari orang yang ia cintai, padahal jiwanya merintih perih ingin tetap bersama. Allah Yang Maha
Halus menyaksikan dan mendengar rintihan jiwa Tsauban yang dimabuk cinta sehingga turunlah firman Allah
tersebut. Inilah berita gembira bagi
orang-orang yang mencintai Rasulullah SAW, yakni kebersamaan dengan beliau di dalam surga yang penuh dengan
kenikmatan abadi.
0 comments:
Post a Comment