Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Tuesday, January 15, 2019

Godaan Kekuasaan

Puncak kenikmatan dunia dipengaruhi oleh dua faktor: kekayaan dan kekuasaan. Keduanya, kekayaan dan kekuasaan, menurut Imam al-Ghazali, merupakan puncak kenikmatan dan kemewahan dunia. Dengan memiliki keduanya, seseorang dapat dengan mudah mencapai tujuan dan segala hal yang diinginkannya. Tidak mengherankan bila keduanya memiliki daya tarik tinggi dan selalu diperebutkan.

Dibanding harta dan kekayaan, menurut Imam al-Ghazali, pangkat dan kekuasaan jauh lebih menggoda. Ini karena kekuasaan memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak terdapat pada kekayaan, terutama menyangkut tiga hal. Pertama, kekuasaan dapat menjadi alat (media) untuk memperoleh dan menumpuk kekayaan. Jadi, orang yang memiliki kekuasaan pada hakikatnya ia telah memiliki kekayaan. Tidak demikian sebaliknya. Orang yang memiliki kekayaan tidak dengan sendirinya ia dapat mencapai puncak kekuasaan.

Kedua, kekuasaan melahirkan pengaruh yang luas dan relatif lebih langgeng ketimbang pengaruh harta. Harta bisa dicuri, dirampas, dan dikorupsi, sedangkan kekuasaan, dalam arti pengaruh dan loyalitas dari rakyat kepada pemimpin yang dikagumi, tidak mungkin dan sama sekali tidak bisa dicuri atau ditukar. Ketiga, kekuasaan dapat menaikkan dan mendongkrak popularitas seseorang. Bahkan bagi penguasa yang adil, setiap orang sesungguhnya telah menjadi 'corong' dan 'media' yang setiap saat memublikasikan kebaikan-kebaikannya.

Bagi Imam al-Ghazali, pangkat dan kedudukan itu tidak hanya dalam arti formal, tetapi juga dalam arti nonformal. Hakikat pangkat atau kekuasaan itu, menurutnya, adalah qiyam-u al-manzilah fi qulub al-nas (seseorang memperoleh kedudukan atau tempat yang tinggi di hati manusia), sehingga mereka tunduk dan patuh kepadanya dan selalu berada di bawah kuasa dan kendalinya. Pendeknya, kekuasaan itu pada akhirnya melahirkan pengaruh berupa kepatuhan, kesetiaan, dan loyalitas.
Meskipun begitu, kekuasaan bukanlah sesuatu yang buruk pada dirinya sendiri. Seperti halnya kekayaan, kekuasaan merupakan sesuatu yang baik asal diperoleh dengan cara yang baik dan dipergunakan secara baik pula. Ini berarti kekuasaan tidak boleh dicari dengan jalan kebohongan, kecurangan, atau melanggar aturan main. Agama tidak boleh pula dijadikan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan. Perbuatan yang disebut terakhir ini dinilai Imam al-Ghazali sebagai tindakan kriminal atau pelecehan (jarimah) terhadap agama itu sendiri.

Kekuasaan harus dicapai secara jujur dan adil dengan menunjukkan kemampuan tertentu yang secara objektif memang ada dan dimiliki oleh seorang calon pemimpin. Konon, Nabi Yusuf mencalonkan diri sebagai bendaharawan negara dalam pemerintahan Mesir Kuno, karena ia merasa sanggup dan memiliki kemampuan untuk tugas itu. Perhatikan firman Allah ini: Berkata Yusuf, Jadikanlah aku sebagai bendaharawan negeri (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan luas. (QS. Yusuf: 55)

Godaan kekuasaan memang sangat tinggi. Tapi, jangan karena pamrih kekuasaan, agama dan moralitas dikesampingkan. Kekuasaan dapat dicapai dengan memberikan bukti, bukan dengan janji-janji. 

Wallahu a'lam
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online