Setelah sebelumnya dibahas tentang jumlah air yang sunnah
digunakan dalam wudhu, (Bagian 1 baca di sini), sekarang kita membahas masalah berikutnya dalam kasus
berwudhu dengan air satu gayung, yakni tata caranya.
Bila seseorang berwudhu dengan cara menuangkan air
sedikit demi sedikit dari wadahnya (gayung) ke anggota wudhu tanpa memasukkan
tangan ke dalam wadah air, maka cara ini adalah cara yang disepakati
kebolehannya. Bahkan inilah cara
berwudhu yang standar bila memakai air yang sedikit (jumlahnya kurang dari
2 qullah). Adapun bila memakai air banyak atau air yang jumlahnya
melebihi ukuran dua qullah (sekitar 270 liter menurut Syaikh
Wahbah az-Zuhaily), maka tak masalah baik berwudhu dengan cara airnya
dituangkan atau berwudhu di dalam wadah airnya.
Adapun bila seseorang berwudhu dengan cara memasukkan
tangannya ke dalam gayung, maka cara ini butuh perincian lebih lanjut tentang
keabsahannya sebab air yang jumlahnya kurang dari dua qullah akan
menjadi musta’mal (air sisa) ketika sudah dipakai untuk menyucikan satu
anggota wudhu sehingga dalam pandangan banyak ulama, terutama Syafi’iyah, ia
tak bisa dipakai lagi untuk menyucikan anggota wudhu lainnya. Imam Nawawi berkata:
وَلَوْ غَمَسَ الْمُتَوَضِّئُ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ قَبْلَ
الْفَرَاغِ مِنْ غَسْلِ الْوَجْهِ، لَمْ يَصِرْ مُسْتَعْمَلًا. وَإِنْ غَمَسَهَا
بَعْدَ فَرَاغِهِ مِنَ الْوَجْهِ بِنِيَّةِ رَفْعِ الْحَدَثِ، صَارَ
مُسْتَعْمَلًا. وَإِنْ نَوَى الِاغْتِرَافَ، لَمْ يَصِرْ،
“Apabila
seseorang mencelupkan tangannya ke dalam wadah air sebelum ia selesai dari
membasuh muka maka airnya tidak menjadi musta’mal.. Apabila ia
mencelupkan tangannya setelah selesai membasuh muka dengan niatan untuk
menghilangkan hadas tangan maka airnya menjadi musta’mal. Apabila ia
berniat ightirâf maka tidak menjadi musta’mal.”
(an-Nawawi, Raudlat al-Thâlibîn, juz I, halaman 9)
Lebih
jelasnya, Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’alawi menjelaskan praktiknya seperti
berikut:
ـ
(فإذا أدخل) الجنب جزءاً من بدنه باقياً على جنابته بعد نية الغسل، أو (المتوضىء)
جزءاً محدثاً من يده اليمنى أو اليسرى (يده في الماء القليل بعد غسل وجهه) ثلاثاً…
(غير ناو الاغتراف) بأن أدخلها بقصد غسلها في الإناء، أو مع الإطلاق ( ... صار
الماء مستعملاً) ـ
“Apabila seseorang yang junub memasukkan sebagian
badannya yang statusnya masih junub setelah ia berniat untuk mandi, atau
seorang yang berwudhu memasukkan sebagian anggota tubuhnya yang masih berhadas,
berupa tangan kanan atau kiri, ke dalam air yang sedikit setelah ia membasuh
wajahnya sebanyak 3 kali, .... tanpa ia berniat untuk ightirâf,
semisal ia memasukkan tangannya dengan niat membasuhnya di dalam wadah atau
tanpa niat apapun maka airnya menjadi musta’mal.” (Sa’id bin Muhammad
Ba’alawi, Syarh Muqaddimah al-Hadlramiyah, halaman 77).
Jadi, permasalahan utamanya terletak pada niat ightirâf.
Bila seseorang memasukkan tangannya ke dalam gayung atau wadah air lainnya
dengan niat ightirâf, maka airnya tidak menjadi musta'mal sehingga
tak masalah untuk dipakai melanjutkan wudhu. Akan tetapi bila tanpa niat ightirâf ini,
maka airnya berstatus sebagai air musta’mal sehingga tak bisa dipakai
melanjutkan wudhu dan harus diganti dengan air lainnya. Niat ightirâf ini
tempatnya ketika awal mula tangan menyentuh air dalam wadah. Syaikh
asy-Syarwani berkata:
وَالْوَجْهُ الَّذِي لَا مَحِيصَ عَنْهُ وَلَا التَّفَاوُتُ
لِغَيْرِهِ أَنَّهُ لَا بُدَّ أَنْ تَكُونَ نِيَّةُ الِاغْتِرَافِ عِنْدَ أَوَّلِ
مُمَاسَّةِ الْيَدِ لِلْمَاءِ حَتَّى لَوْ خَلَا عَنْهَا أَوَّلَ الْمُمَاسَّةِ
صَارَ الْمَاءُ بِمُجَرَّدِ الْمُمَاسَّةِ مُسْتَعْمَلًا
“Pendapat yang tak bisa diabaikan dan tidak boleh ditukar
dengan yang lain adalah bahwasanya niat ightirâf tidak boleh tidak harus
dilakukan ketika awal mula tangan menyentuh air sehingga apabila di waktu awal
persentuhan tersebut tidak ada niat, maka airnya menjadi musta’mal hanya
dengan menyentuhnya saja.” (Syarwani, Hawâsyi asy-Syarwâni, juz I,
halaman 81).
Uraian di atas adalah pendapat yang dianggap kuat dalam
mazhab Syafi’i yang difatwakan sebagai pendapat resmi mazhab. Semuanya bertumpu pada ada tidaknya
niat ightirâf. Lalu apa niat ightirâf itu? Secara bahasa, ightirâf
berarti mengambil air. Niat ightirâf dalam istilah fiqih adalah
niatan dalam hati untuk mengambil air keluar dari wadahnya untuk dipakai
menyucikan anggota wudhu di luar wadah. Niat ini sebagai penegasian bahwa
tangan menyentuh air tidak dalam rangka menghilangkan hadas tangan di dalam wadah,
melainkan sebagai media untuk mengambil air saja.
Imam
asy-Syarwani menjelaskan:
لَيْسَ الْمُرَادُ بِهَا التَّلَفُّظُ بِنَوَيْتُ
الِاغْتِرَافَ، وَإِنَّمَا الْمُرَادُ اسْتِشْعَارُ النَّفْسِ أَنَّ اغْتِرَافَهَا
هَذَا لِغَسْلِ الْيَدِ وَفِي خَادِمِ الزَّرْكَشِيّ أَنَّ حَقِيقَتَهَا أَنْ
يَضَعَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ بِقَصْدِ نَقْلِ الْمَاءِ وَالْغَسْلِ بِهِ خَارِجَ
الْإِنَاءِ لَا بِقَصْدِ غَسْلِهَا دَاخِلَهُ انْتَهَى. وَظَاهِرٌ أَنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ حَتَّى الْعَوَامّ إنَّمَا يَقْصِدُونَ بِإِخْرَاجِ الْمَاءِ مِنْ
الْإِنَاءِ غَسْلَ أَيْدِيهِمْ خَارِجَهُ وَلَا يَقْصِدُونَ غَسْلَهَا دَاخِلَهُ
وَهَذَا هُوَ حَقِيقَةُ نِيَّةِ الِاغْتِرَافِ
“Yang
dimaksud niat ightirâf bukankah mengucap saya niat mengambil air (ightirâf),
tetapi merasakan dalam hati bahwa tindakannya mengambil air bertujuan untuk
membasuh tangan. Dan dalam kitab Khadim karya Imam Az-Zarkasyi
disebutkan bahwa hakikat ightirâf adalah dengan cara
meletakkan tangan di dalam wadah air dengan niatan memindah air dan membasuh
tangan di luar wadah, bukan dengan maksud membasuh tangan di dalamnya. Yang
jelas, bahwa sebagian besar orang bahkan yang awam sekalipun tak lain mereka
berniat mengeluarkan air dari wadahnya untuk membasuh tangannya di luar wadah
dan tidak bermaksud untuk membasuh tangan di dalamnya. Inilah dia hakikat dari
niat ightirâf itu.” (Syarwani, Hawâsyi asy-Syarwâni,
juz I, halaman 80-81).
Dengan
demikian menjadi jelas bahwa persoalan ini sebenarnya tidaklah rumit. Intinya,
bila seseorang berniat mengambil air keluar dari wadahnya untuk berwudhu di
luar wadah, maka airnya tidak menjadi musta’mal sehingga wudhunya sah.
Akan tetapi, bila ia berniat membasuh tangannya (dalam rangka berwudhu) di
dalam wadah, maka airnya menjadi musta’mal dan wudhunya menjadi tidak
sah bila terus menggunakan air tersebut.
Sumber: Di Sini
0 comments:
Post a Comment