آدَابُ الصِّيَامِ
Adab-adab Puasa
لاَ
يَنْبَغِيْ أَنْ تَقْتَصِرَ عَلَى صَوْمِ رَمَضَانَ فَتَتْرُكَ التِّجَارَةَ
بِالنَّوَافِلِ، وَكَسْبِ الدَّرَجَاتِ الْعَالِيَةِ فِي الْفَرَادِيْسِ،
فَتَتَحَسَّرُ إِذَا نَظَرْتَ إِلَى مَنَازِلِ الصَّائِمِيْنَ، كَمَا تَنْظُرُ
إِلَى الْكَوَاكِبِ الدُّرِّيَّةِ، وَهُمْ فِيْ أَعْلَى عِلِّيِّيْنَ
Tidak selayaknya engkau mencukupkan diri hanya dengan
berpuasa di bulan Ramadhan saja, lalu meninggalkan perniagaan dengan
amalan-amalan sunnah[1]
dan meninggalkan usaha untuk menggapai derajat yang tinggi di surga Firdaus.
Jika hal itu yang kau lakukan maka engkau akan menyesal tatkala menyaksikan
kedudukan yang dicapai oleh orang-orang yang berpuasa, yang tampak laksana
bintang-bintang yang gemerlapan. Dan mereka berada di tempat yang tertinggi di
dalam surga.
وَاْلأَيَّامُ
الْفَاضِلَةُ الَّتِيْ شَهِدَتِ اْلأَخْبَارِ بِشَرَفِهَا وَفَضْلِهَا،
وَبِجَزَالَةِ الثَّوَابِ فِيْ صِيَامِهَا: يَوْمُ عَرَفَةٍ لِغَيْرِ الْحَاجِّ،
وَيَوْمُ عَاشُوْرَاءَ، وَالْعَشْرُ اْلأَوَّلُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ، وَالْعَشْرُ
اْلأَوَّلُ مِنَ الْمَحَرَّمِ، وَرَجَبُ وَشَعْبَانُ
Hari-hari utama yang disebutkan di dalam hadits-hadits
Nabi SAW tentang kemuliaan dan keutamaannya, dan siapa pun yang berpuasa di
dalamnya akan memperoleh pahala yang sangat banyak adalah hari Arafah (9
Dzulhijjah) bagi yang tidak sedang menunaikan haji, hari Asyura (10 Muharram),
sepuluh hari pertama bula Dzulhijjah, sepuluh hari pertama bulan Muharram,
puasa bulan Rajab dan bulan Sya’ban.
وَصَوْمُ
اْلأَشْهُرِ الْحُرُمِ مِنَ الْفَضَائِلِ، وَهِيَ ذُو الْقعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمِ وَرَجَبُ، وَاحِدٌ فَرْدٌ وَثَلاَثَةٌ سَرْدٌ، وَهَذِهِ فِي
السَّنَةِ
Berpuasa di bulan-bulan haram (mulia) adalah sangat
utama. Bulan-bulan haram itu adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Yang satu menyendiri sedangkan yang lain berurutan. Hal ini berlaku dalam satu
tahun.
وَأَمَّا
فِي الشَّهْرِ فَأَوَّلُ الشَّهْرِ وَأَوْسَطُهُ وَآخِرُهُ، وَاْلأَيَّامُ
الْبِيْضُ، وَهِيَ الثَّالِثَ عَشَرَ، وَالرَّابِعَ عَشَرَ، وَالْخَامِسَ عَشَرَ،
وَأَمَّا فِي اْلاُسْبُوْعِ فَيَوْمُ اْلاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ وَالْجُمُعَةِ
Ada pun dalam setiap bulan waktu yang disunnahkan puasa
adalah di awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan. Kemudian al-Ayyam
al-Bidh, yakni tanggal 13, 14 dan 15 pada setiap bulan (hijriyyah).
Sedangkan dalam setiap minggu waktu yang disunnahkan puasa adalah hari Senin,
Kamis dan Jumat.[2]
فَتُكَفِّرُ
ذُنُوْبَ اْلأُسْبُوْعِ بِصَوْمِ اْلإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ وَالْجُمُعَةِ.
وَذُنُوْبُ الشَّهْرِ تُكَفَّرُ بِالْيَوْمِ اْلأَوَّلِ مِنَ الشَّهْرِ
وَالْيَوْمِ اْلأَوْسَطِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَاْلأَيَّامِ الْبِيْضِ،
وَتُكَفِّرُ ذُنُوْبَ السَّنَةِ بِصِيَامِ هَذِهِ اْلأَيَّامِ وَاْلاَشْهُرِ
الْمَذْكُوْرَةِ
Puasa pada hari Senin, Kamis dan Jumat dapat menghapus
dosa-dosa seminggu. Sedangkan dosa-dosa sebulan akan terhapuskan dengan
berpuasa pada awal bulan, pertengahan bulan, akhir bulan, dan puasa pada al-Ayyam
al-Bidh. Ada
pun dosa-dosa setahun akan terhapuskan dengan berpuasa pada hari-hari dan
bulan-bulan yang telah kami sebutkan.
وَلاَ
تَظُنَّ إِذَا صُمْتَ أَنَّ الصَّوْمَ هُوَ تَرْكُ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ
وَالْوِقَاعِ فَقَطْ، فَقَدْ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمْ مِنْ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
Hendaklah engkau tidak menyangka bahwa yang dimaksud
dengan berpuasa hanyalah sekedar meninggalkan makan, minum dan tidak melakukan
hubungan badan di siang hari. Sungguh Rasulullah SAW telah bersabda: “Berapa
banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasa yang ia
lakukan itu, kecuali hanya lapar dan dahaga.”[3]
بَلْ
تَمَامُ الصَّوْمِ بِكَفِّ الْجَوَارِحِ كُلِّهَا عَمَّا يَكْرَهُ اللهُ تَعَالَى،
بَلْ يَنْبَغِيْ أَنْ تَحْفَظَ الْعَيْنَ عَنِ النَّظَرِ إِلَى الْمَكَارِهِ،
وَاللِّسَانَ عَنِ النُّطْقِ بِمَا لاَ يَعْنِيْكَ، وَاْلأُذْنَ عَنِ
اْلاِسْتِمَاعِ إِلَى مَا حَرَّمَهُ اللهُ تَعَالَى
Namun sempurnanya puasa adalah dengan memelihara seluruh
anggota badan dari segala hal yang dibenci Allah Ta’ala. Oleh karena itu
hendaklah engkau memelihara mata dari melihat ke arah hal-hal yang tidak
disukai Allah, menjaga lisan dari mengucapkan sesuatu yang tidak bermanfaat,
menjaga telinga dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala.
فَإِنَّ
الْمُسْتَمِعَ شَرِيْكُ الْقَائِلِ وَهُوَ أَحَدُ الْمُغْتَابِيْنَ، وَكَذَلِكَ
تَكُفُّ جَمِيْعَ الْجَوَارِحِ كَمَا تَكُفُّ الْبَطْنَ وَالْفَرْجَ، فَفِي
الْخَبَرِ: خَمْسٌ يُفَطِّرْنَ الصَّائِمَ: الْكَذِبُ، وَالْغِيْبَةُ،
وَالنَّمِيْمَةُ، وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ، وَالنَّظَرُ بِشَهْوَةٍ
Karena orang yang mendengarkan memiliki kedudukan yang
sama dengan orang yang mengucapkan, dan dia termasuk salah seorang dari orang
yang melakukan ghibah (bila yang didengarkannya itu adalah ghibah). Demikian
pula engkau harus menjaga seluruh anggota badanmu dari segala hal yang
menyebabkan dosa sebagaimana engkau pun harus menjaga perut dan kemaluanmu dari
memperturutkan syahwat. Dalam sebuah
hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Lima hal yang dapat membatalkan (pahala)
puasa orang yang berpuasa: berdusta, bergunjing (ghibah), mengadu domba,
bersumpah palsu, dan melihat dengan diiringi syahwat.”[4]
وَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا الصَّوْمُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ
أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلاَ يَرْفُثْ، وَلاَ يَفْسُقْ، وَلاَ يَجْهَلْ، فَإِنِ
امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّيْ صَائِمٌ
Dan dalam hadits yang lain Rasulullah SAW juga bersabda: “Sesungguhnya
puasa itu adalah perisai. Oleh karena itu, apabila salah seorang dari kalian
sedang berpuasa hendaklah ia tidak mengucapkan kata-kata kotor, berbuat maksiat
dan berbuat kebodohan. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau
memakinya, maka hendaklah ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’”[5]
ثُمَّ
اجْتَهِدْ أَنْ تُفْطِرَ عَلَى طَعَامٍ حَلاَلٍ، وَلاَ تَسْتَكْثَرْ فَتَزِيْدَ
عَلَى مَا تَأْكُلُهُ كُلَّ لَيْلَةٍ، فَلاَ فَرْقَ إِذَا اسْتَوْفَيْتَ مَا
تَعْتَادُ أَنْ تَأْكُلَهُ دُفْعَتَيْنِ فِيْ دَفْعَةٍ وَاحِدَةٍ، وَإِنَّمَا
الْمَقْصُوْدُ بِالصِّيَامِ كَسْرُ شَهْوَتِكَ وَتَضْعِيْفُ قُوَّتِكَ لِتَقْوَى
بِهَا عَلَى التَّقْوَى
Kemudian berusahalah engkau untuk berbuka dengan makanan
yang halal, dan janganlah engkau menambah porsi makanmu melebihi yang biasa
engkau makan pada setiap malamnya. Karena jika itu yang engkau lakukan, sama
saja engkau membiasakan makan dua kali menjadi satu kali. Yakni makan satu kali
namun porsinya untuk dua kali makan. Padahal tujuan berpuasa adalah untuk
menghancurkan syahwatmu dan melemahkan kekuatanmu yang dengannya engkau akan
menjadi kuat dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
فَإِذَا
أَكَلْتَ عَشِيَّةً مَا تَدَارَكْتَ بِهِ مَا فَتَكَ ضَحْوَةً، فَلاَ فَائِدَةَ
فِيْ صَوْمِكَ، وَقَدْ ثَقُلَتْ عَلَيْكَ مَعِدَتُكَ، وَمَا وِعَاءٌ أَبْغَضُ
إِلَى اللهِ تَعَالَى مِنْ بَطْنٍ مُلِىءَ
مِنْ حَلاَلٍ، فَكَيْفَ إِذَا مُلِىءَ مِنْ حَرَاِمٍ؟
Jika engkau memakan di malam hari makanan apa saja yang
tidak dapat kau makan di siang hari karena berpuasa, maka tidak ada artinya
puasa yang engkau lakukan itu, dan sungguh perutmu akan menjadi berat karena
kekenyangan. Padahal tidak ada wadah yang paling dibenci Allah Ta’ala melebihi
perut yang penuh (kekenyangan) dengan makanan yang halal. Lalu, bagaimana bila
perut itu penuh (kekenyangan) dengan barang yang haram?
فَإِذَا
عَرَفْتَ مَعْنَى الصَّوْمِ فَاسْتَكْثِرْ مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتَ، فَإِنَّهُ
أَسَاسُ الْعِبَادَاتِ، وَمِفْتَاحُ الْقُرُبَاتِ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: كُلُّ حَسَنَةٍ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ
وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ
Apabila engkau telah memahami makna puasa, maka
perbanyaklah melakukannya sebatas kemampuanmu, karena puasa adalah dasar (asas)
dari ibadah dan kunci pendekatakan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda: “Allah SWT berfirman: “Setiap kebaikan akan memperoleh balasan
(pahala) sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Karena puasa itu
untuk-Ku, maka Akulah yang dapat membalasnya.”[6]
وَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ
الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ، يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى
عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: إِنَّمَا يَذَرُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ
أَجْلِيْ، فَالصَّوْمُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ
Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada
dalam genggaman tangan-Nya, sungguh bau tidak sedap mulut orang yang sedang
berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada aroma minyak misik.[7]
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya ia meninggalkan syahwatnya, makan dan
minumnya karena Aku. Maka puasa itu untukku dan Akulah yang akan membalasnya.”[8]
وَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِلْجَنَّةِ بَابٌ يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ،
لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُوْنَ
Rasulullah SAW juga bersabda: “Di dalam Surga terdapat
sebuah pintu yang disebut ar-Rayyan. Pintu itu tidak akan dimasuki oleh siapa
pun kecuali orang-orang yang berpuasa.”[9]
فَهَذَا
الْقَدْرُ مِنْ شَرْحِ الطَّاعَاتِ يَكْفِيْكَ مِنْ بِدَايَةِ الْهِدَايَةِ،
فَإِذَا احْتَجْتَ إِلَى الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، أَوْ إِلَى مَزِيْدٍ لِشَرْحِ
الصَّلاَةِ وَالصِّيَامِ، فَاطْلُبْهُ مِمَّا أَوْرَدْنَاهُ فِيْ كِتَابِنَا
إِحْيَاءِ عُلُوْمِ الدِّيْنِ
Inilah penjelasan tentang ketaatan yang dapat kami
sampaikan kepadamu dari kitab Bidayatul Hidayah. Jika engkau membutuhkan
penjelasan tentang zakat, haji, atau ingin memperoleh penjelasan tambahan
seputar shalat dan puasa, maka rujuklah penjelasan yang telah kami sampaikan di
dalam kitab kami Ihya ‘Ulumiddin.
[1]
Maksudnya: puasa-puasa sunnah.
[2]
Puasa hari Jumat dapat dilakukan jika telah didahului puasa pada hari Kamis
atau disambung dengan hari Sabtu.
[3] HR
Ahmad, Darimi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.
[4] HR
Dailami, Ibnu Abi Hatim, Ibnul Jauzi, dan al-Zaila’i dari Anas bin Mali ra.
[5] HR
Bukhari dari Abu Hurairah ra; dan Nasa’i dari Aisyah ra dengan redaksi yang
sedikit berbeda.
[6] HR
Muslim, Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah ra.
[7] HR
Bukhari, Muslim, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah ra.
[8] HR
Bukhari dari Abu Hurairah ra.
[9] HR
Bukhari dan Muslim dari Sahal ra.
0 comments:
Post a Comment