Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Tuesday, October 23, 2018

Hukum Membakar Al-Qur'an yang Sudah Rusak

Al-Qur’an ialah kalam Tuhan yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Ia petunjuk utama bagi umat Islam. Seluruh permasalahan apa pun pasti ada rujukannya dalam Al-Qur’an meskipun tidak disebutkan secara spesifik. Imam al-Syafi’i mengatakan, “Tidak ada kasus baru di dunia ini melainkan ditemukan jawabannya dalam Al-Qur’an”.

Sebab itu, Al-Qur’an mesti dihormati keberadaannya. Islam membuat aturan khusus bagaimana cara berinteraksi dengan Al-Qur’an. Ada beberapa adab dan etika yang harus dijaga pada saat memegang dan membaca Al-Qur’an, di antaranya, orang yang menyentuhnya harus dalam keadaan suci. 

Demikian pula pada saat menemukan lembaran atau sobekan Al-Qur’an, atau kondisinya sudah rusak, usang atau lapuk, maka tidak boleh langsung membuangnya karena dikhawatirkan nanti ada yang menginjaknya, baik sengaja ataupun tidak.

Cara yang benar menurut Imam ‘Izzuddin Ibn ‘Abdul Salam ialah membakar sobekan Al-Qur’an atau membasahinya dengan air agar tinta dan tulisannya hilang. Pendapat Imam ‘Izzuddin ini dikutip oleh Imam Zakariya al-Anshari dalam kitab Asna al-Mathalib ketika menjelaskan hukum membakar sobekan Al-Qur’an. Berikut kutipannya: 

و يكره (إحراق خشب نقش به) أي بالقرآن، نعم إن قصد به صيانة القرآن فلا كراهة وعليه يحمل تحريق عثمان رضي الله عنه المصاحف. وقد قال ابن عبد السلام من وجد ورقة  فيها البسملة ونحوها لايجعلها في شق ولا غيره لأنه قد تسقط فتوطأ وطريقه أن يغسلها بالماء أو يحرقها بالنار صيانة لاسم الله تعال عن تعرضه للامتهان
“Dimakruhkan membakar kayu yang terdapat ukiran Al-Qur’an di permukaannya. Akan tetapi, tidak dimakruhkan (membakar) bila tujuannya untuk menjaga Al-Qur’an. Atas dasar itu, pembakaran mushaf-mushaf yang dilakukan Utsman bin Affan dapat dipahami. Ibn Abdil Salam mengatakan, orang yang menemukan kertas bertulis basmalah dan lafal agung lainnya, janganlah langsung merobeknya hingga tercerai-berai karena khawatir diinjak orang. Namun cara yang benar adalah membasuhnya dengan air atau membakarnya dengan tujuan menjaga nama Allah dari penghinaan.”

Membakar kayu atau kertas yang terdapat ayat Al-Qur’an dimakruhkan oleh para ulama bila tidak diniatkan untuk menjaga Al-Qur’an. Dengan demikian, tidak dimakruhkan membakarnya jika tujuannya untuk menjaga Al-Qur’an. Daripada nanti akan diinjak oleh orang lain, baik sengaja ataupun tidak sengaja, lebih baik dibakar atau disiram air agar tulisannya hilang. Pada masa sekarang, membakar sobekan Al-Qur’an tampaknya lebih efektif dari membasahinya.

Ada pun riwayat tentang Sayidina Utsman bin Affan ra yang memerintahkan membakar Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُوسَى حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ أَنَّ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ قَدِمَ عَلَى عُثْمَانَ وَكَانَ يُغَازِي أَهْلَ الشَّأْمِ فِي فَتْحِ إِرْمِينِيَةَ وَأَذْرَبِيجَانَ مَعَ أَهْلِ الْعِرَاقِ فَأَفْزَعَ حُذَيْفَةَ اخْتِلَافُهُمْ فِي الْقِرَاءَةِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ لِعُثْمَانَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَدْرِكْ هَذِهِ الْأُمَّةَ قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوا فِي الْكِتَابِ اخْتِلَافَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى فَأَرْسَلَ عُثْمَانُ إِلَى حَفْصَةَ أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي الْمَصَاحِفِ ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَسَخُوهَا فِي الْمَصَاحِفِ وَقَالَ عُثْمَانُ لِلرَّهْطِ الْقُرَشِيِّينَ الثَّلَاثَةِ إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنْ الْقُرْآنِ فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى إِذَا نَسَخُوا الصُّحُفَ فِي الْمَصَاحِفِ رَدَّ عُثْمَانُ الصُّحُفَ إِلَى حَفْصَةَ وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ بِمُصْحَفٍ مِمَّا نَسَخُوا وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنْ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ صَحِيفَةٍ أَوْ مُصْحَفٍ أَنْ يُحْرَقَ
Telah menceritakan kepada kami Musa, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab bahwasanya Anas bin Malik telah menceritakan kepadanya, bahwasanya Hudzaifah bin Al Yamani datang kepada Utsman setelah sebelumnya memerangi Ahlus Syam, yakni pada saat penaklukan Armenia dan Azerbaijan bersama penduduk Irak. Dan ternyata perselisihan mereka dalam qira’ah mengejutkan Hudzaifah. Maka Hudzaifah pun berkata kepada Utsman, “Rangkullah umat ini sebelum mereka berselisih tentang Al-Qur`an sebagaimana perselisihan yang telah terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani.” Akhirnya, Utsman mengirim surat kepada Hafshah yang berisikan, “Tolong, kirimkanlah lembaran Al-Qur’an kepada kami, agar kami dapat segera menyalinnya ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera mengembalikannya padamu.” Maka Hafshah pun mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam, sehingga mereka pun menyalinnya ke dalam lembaran shuhuf yang lain. Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka, “Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al-Qur`an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al-Qur`an turun dengan bahasa mereka.” Kemudian mereka mengindahkan perintah itu hingga penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Setelah itu, Utsman mengirimkan sejumlah Shuhuf yang telah disalin ke berbagai penjuru negeri kaum muslimin, dan memerintahkan untuk membakar Al-Qur’an yang terdapat pada selain Shuhuf tersebut. (HR Bukhari)

Berdasarkan pertimbangan inilah, para ulama memahami kebijakan Sayidina Utsman bin Affan tentang pembakaran mushaf. Tujuan Sayidina Utsman membakar Al-Qur’an bukan untuk merendahkan ataupun menghina Al-Qur’an, tetapi ingin menyelamatkan Al-Quran. Perlu digarisbawahi, bila tujuan membakar Al-Qur’an untuk menghina atau merendahkan, perbuatan ini diharamkan dan dilarang keras dalam Islam.

Wallahu a'lam
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online