Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Monday, October 8, 2018

Ciri Kefakihan Seorang Hamba

Sayidina Ali bin Abu Thalib ra pernah berkata: 

“Ketahuilah bahwa kefakihan itu adalah setiap kepahaman, (yaitu orang) yang tidak pernah putus asa dari rahmat Allah dan yang tidak pernah merasa aman dari azab-Nya, tidak pernah membuat mereka meremehkan maksiat kepada Allah, dan tidak menghalangi orang lain untuk mencintai al-Qur’an. Tidak ada gunanya ibadah tanpa ilmu tentangnya. Tidak ada gunanya ilmu tanpa pemahaman terhadapnya. Dan tidak ada gunanya bacaan tanpa mentadabburinya.”

Tegukan Hikmah:
Nasihat ini termaktub dalam kitab Tahdzib Hilyatil Auliya’, 1/83 dan Shifatush Shafwah, 1/170, serta diriwayatkan juga oleh Ad-Darimi, nomor 297.

Ada banyak orang mengaku-ngaku sebagai seorang fakih atau berperilaku laksana seorang yang fakih, namun sesungguhnya tidaklah demikian adanya. Berhati-hatilah, jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan yang seperti itu, karena pada akhirnya hanya akan memberikan kemudharatan bagi kita.

Sayidina Ali bin Abu Thalib ra melalui ungkapan di atas menyebutkan kepada kita ciri-ciri seorang hamba Allah yang fakih:

·                   Tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah. Inilah ciri utama mereka. Apa pun kenyataan hidup yang dialaminya, jika dia seorang hamba yang fakih maka ia akan memandang semua itu sebagai bentuk curahan rahmat dari Allah Azza wa Jalla.

·                   Tidak pernah merasa aman dari azab-Nya. Seorang hamba Allah yang fakih senantiasa menyadari bahwa Allah memiliki azab yang pedih bagi hamba-hamba yang mendurhakai-Nya. Ia menyadari betul hal itu, sehingga setiap detik dari kehidupannya tak pernah ia rasakan aman dari azab Allah. Kesadaran itu membuatnya untuk selalu berhati-hati menjalani hidup, jangan sampai menyimpang dari aturan-aturan yang telah digariskan Allah dan Rasul-Nya.

·                   Tidak pernah meremehkan maksiat kepada Allah sekecil apa pun. Hamba Allah yang fakih selalu menghindari maksiat sekecil apa pun. Ia takkan pernah menganggap remeh suatu kemaksiatan. Sesungguhnya ia tidak melihat ukuran kemaksiatan itu, namun yang lebih diperhatikannya adalah kepada siapa kemaksiatan itu ia lakukan. Dengan kefakihannya ia merasa tidak layak baginya bermaksikat terhadap Allah yang menyayanginya, meski sekecil apa pun.

·                   Tidak menghalangi orang lain untuk mencintai al-Qur’an. Al-Qur’an berisikan petunjuk Allah. Tidak mungkin seseorang bisa berjalan di alur yang digariskan Allah tanpa membaca, memahami dan mengamalkan al-Qur’an. Seorang yang fakih takkan pernah menghalang-halangi orang lain mencintai al-Qur’an. Bahkan, ia akan membuka ruang seluas-luasnya bagi orang lain untuk mempelajari al-Qur’an dan mengamalkan isinya. Orang yang fakih akan selalu bersama dengan orang-orang yang mencintai al-Qur’an.

·                   Selalu beramal dengan landasan ilmu disertai pemahaman yang benar terhadapnya. Seorang yang fakih takkan pernah merasa puas dengan apa yang telah dipelajarinya. Ia akan terus belajar, karena hanya dengan cara itulah ia akan paham. Dengan landasan ilmu dan pemahaman yang baiklah suatu amal menjadi lebih bernilai di sisi Allah Ta’ala. 

·                   Selalu membaca al-Qur’an dan mentadabburinya.

Demikianlah yang disebutkan Sayidina Ali bin Abu Thalib ra seputar ciri hamba-hamba Allah yang fakih. Sekarang, lihatlah diri kita. Apakah kita sudah memiliki ciri-ciri tersebut? Kalau belum, pantaskah kita memandang diri kita sebagai seorang yang fakih?
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online