Biasanya,
seseorang akan memberikan hadiah spesial kepada orang yang dicintainya. Begitu
juga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang sangat mencintai
orang-orang shalih, terlebih mereka yang mempunyai andil besar dalam berdakwah.
Sahabat
Muadz misalnya. Pemuda ganteng tanpa jenggot yang sudah masuk Islam di usianya
ke-18 tahun ini merupakan satu dari empat orang sahabat Anshar yang
mengumpulkan tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam bersama Ubadah, Ubay, Abu Ayub, dan Abu ad-Darda'. Dalam satu
riwayat dikatakan, Rasulullah menyuruh para sahabat untuk belajar Al-Qur’an
kepada empat sahabat. Satu di antaranya adalah Muadz ibn Jabal (Lihat: Shahîh Bukhâri,
hadits nomor 4615).
Terdapat
segudang prestasi yang diraih oleh Muadz selama hidupnya. Ia termasuk orang
yang mengikuti Bai'atul Aqabah II (perjanjian bersama Rasulullah, 622
M), penghafal Al-Qur’an, dan satu dari enam orang yang sudah mempunyai wewenang
berfatwa pada zaman Nabi selain Umar, Utsman, Ali dari sahabat Muhajirin, dan
Ubay ibn Ka'b serta Zaid dari sahabat Anshar.
Cinta
Rasulullah kepada Sahabat Muadz di antaranya diakui oleh Muadz sendiri dalam
hadits berikut:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ:
يَا مُعَاذُ ! وَاللهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ، فَقَالَ : أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنِّ
فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Dari
Muadz bin Jabal radliyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam mengambil tangannya, lalu bersabda, ‘Hai Muadz, demi Allah, sesungguhnya aku
mencintaimu.’ Setelah mengatakan demikian, Rasulullah bersabda kembali, ‘Aku
berpesan kepadamu, wahai Muadz: Jangan sampai kamu meninggalkan setiap selesai
melaksanakan shalat supaya membaca:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ
وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Allâhumma
aínnî 'alâ dzikrika wa syukrika wa husni 'ibâdatik
'Ya
Allah, semoga Engkau memberi pertolongan kepada kami untuk bisa selalu ingat
(dzikir) kepada-Mu, syukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik
kepada-Mu’." (Al-Hâfidz Abu Dâwud bin al-Asy'ats al-Azdiy
as-Sijistâniy, Sunan Abî Dâwud, Dârur Risâlah al-Alamiyyah, Beirut,
2009, juz 2, halaman 631)
Pada
hadits di atas, Muadz kemudian mewasiatkan kepada as-Sunâbihiy, as-Sunâbihiy
lalu meriwayatkannya kepada Abdurrahman.
Cendera
mata Nabi tidak berupa harta benda yang akan mudah lenyap. Tapi yang diberikan
adalah doa spesial. Dengan begitu, semua umat Islam bisa ikut mengamalkan
cendera mata tersebut. Berbeda jika berupa pakaian. Hanya bisa dipakai Muadz
sendiri. Inilah pemberian yang manfaatnya luas.
Hingga
sekarang, mata rantai sanad hadits yang terkenal dengan sebutan hadits musalsal bil mahabbah tersebut masih diabadikan sebagian kalangan. Biasanya hadits
tersebut diberikan khusus kepada orang yang dicintai semisal guru kepada murid
yang telah menuntaskan semua bidang keilmuan atau karena alasan-alasan lain.
Sumber: NU Online
0 comments:
Post a Comment