Diriwayatkan
bahwa jika melewati kuburan, Sayidina Utsman bin
Affan ra berhenti dan menangis hingga membasahi jenggotnya. Lalu, ada yang
berkata kepadanya, “Saat engkau ingat surga dan neraka, engkau tidak menangis.
Tapi mengapa saat melewati kuburan ini engkau justru menangis?”
Sayidina Utsman bin Affan ra pun menjawab, “Sesunggunya Rasul Saw pernah
bersabda, ‘Kubur itu adalah terminal pertama menuju akhirat. Jika seseorang
selamat dari siksanya, maka setelahnya akan menjadi lebih mudah baginya. Namun
jika ia tidak bisa lolos dari siksanya, maka yang setelahnya akan menjadi lebih
sulit untuknya.’”
Tegukan
Hikmah:
Nasihat ini
termaktub dalam kitab Az-Zuhdu, halaman 160.
Melalui
sikapnya itu, Sayidina Utsman bin Affan ra sebenarnya ingin
mengingatkan kita agar tidak melupakan alam kubur. Ada banyak orang yang sangat
takut terhadap siksa neraka namun melupakan keadaan alam kubur. Padahal alam
kubur, sebagaimana yang dikutip Sayidina Utsman ra
dari sabda Nabi Saw, merupakan terminal utama yang cukup berperan dalam
menentukan keadaan macam apa yang akan kita alami di akhirat kelak.
Alam kubur
bisa dikatakan sebagai miniatur akhirat. Apa yang kita alami di alam kubur
merupakan gambaran keadaan yang akan kita alami di akhirat. Jika seseorang
mendapati alam kuburnya sebagai taman-taman surga, maka ia layak berbahagia,
karena di akhirat kelak ia benar-benar akan merasakan kenikmatan surga yang
sesungguhnya. Namun, jika di alam kubur ia menerima keadaan parit-parit neraka,
maka itu adalah kepedihan awal, karena di akhirat kelak ia benar-benar akan
merasakan kepedihan siksa neraka yang sesungguhnya.
Oleh karena
merenungkan keadaan itulah Sayidina Utsman bin
Affan ra selalu menangis jika melewati kompleks pemakaman. Ia takut jika tidak
mampu meloloskan diri dari siksa alam kubur. Kalau Sayidina Utsman ra saja menangis saat melalui kompleks pemakaman, sementara
ia telah dijamin Allah masuk surga, bukankah kita lebih layak untuk meratapinya
karena tak seorang pun yang menjamin kita akan lolos dari siksa alam kubur?
Lalu, mengapa kita belum juga menangis untuk itu? Mulai sekarang, menangislah!
0 comments:
Post a Comment