Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Monday, August 20, 2018

Sejarah Disyariatkannya Puasa Arafah dan Haji

Menurut sebuah hadits dari Anas ra:
 
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ" – رواه أبوداود والنسائى والحاكم
Dari Anas ra, ia berkata: Rasulullah saw. datang ke Madinah, dan mereka mempunyai dua hari yang mereka bermain-main pada keduanya. Beliau bertanya: “Dua hari apakah ini?” Mereka menjawab: “Di dua hari ini kami biasa bermain-main pada masa jahiliyah”. Maka beliau bersabda, “Sungguh Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu Hari Adha dan Hari Fitri.” (Sunan Abu Daud, 1:295, Sunan an-Nasa-i, 3:179, Al-Mustadrak Ala ash-Shahihain Li al-Hakim, 1:434. Redaksi di atas versi Abu Daud.)
 
Sehubungan dengan hadits di atas para ulama menerangkan bahwa Ied yang pertama disyariatkan adalah Iedul Fitri, kemudian Iedul Adha. Keduanya disyariatkan pada tahun ke-2 hijriyah.
(Shubhu al-A’sya, 2:444; Bulughu al-Amani, juz 6:119; Subulu as-Salam, I:60)

Dalam hal ini para ulama menerangkan: “Yaum fitri dari Ramadhan (ditetapkan) sebagai ied bagi semua umat ini tiada lain sebagai isyarat karena banyaknya pembebasan (dari neraka), sebagaimana hari Nahar, yang dia itu ied akbar, karena banyaknya pembebasan (dari nereka) pada hari Arafah sebelum Iedul Adha. Karena tidak ada hari yang dipandang lebih banyak pembebasan daripada hari itu (Arafah)”. (Hasyiah al-Jumal, 6:203, Hasyiah al-Bajirumi ‘ala al-Manhaj, 4:235)

Keterangan di atas menunjukkan bahwa Shaum Arafah mulai disyariatkan bersamaan dengan Iedul Adha, yaitu tahun ke-2 Hijriyah. Keduanya disyariatkan setelah disyariatkannya Shaum Ramadhan dan Iedul Fitri pada tahun yang sama.

Adapun ibadah haji, termasuk di dalamnya wukuf di Arafah mulai disyariatkan pada tahun ke-6 hijriyah sebagaimana dinyatakan oleh Jumhur ulama. (Fathu al-Bari, 3:442) Namun menurut Ibnu Qayyim disyariatkan tahun ke-9 atau ke-10 Hijriyah. (Zaadu al-Ma’ad, 2:101, Manaru al-Qari, 3:64) Kedua pendapat ini seolah bertentangan, namun bila dilihat dari segi waktu disyariatkan dengan waktu pelaksanaannya yang memiliki rentang waktu panjang dapat mementahkan dugaan tersebut. Memang tahun ke-6 adalah tahun disyariatkannya ibadah haji sebagaimana pendapat Jumhur Ulama, namun pada kenyataannya Rasulullah saw. tidak bisa melaksanakan ibadah haji pada tahun tersebut bahkan tahun-tahun sesudahnya karena senantiasa dihalang-halangi kaum Kafir Quraisy. Beliau baru bisa melaksanakan ibadah haji tersebut pada tahun ke-9 atau ke-10 Hijriyah sesuai dengan pendapat Ibnu Qayyim di atas, yaitu setelah penaklukkan kota Mekah oleh kaum Muslimin dan inilah ibadah haji yang dilaksanakan Rasulullah saw. yang pertama dan terakhir kalinya pasca disyariatkannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Qatadah ra. berikut ini:

عَنْ قَتَادَةَ، سَأَلْتُ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَمُ اعْتَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: " أَرْبَعٌ: عُمْرَةُ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ حَيْثُ صَدَّهُ المُشْرِكُونَ، وَعُمْرَةٌ مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ حَيْثُ صَالَحَهُمْ، وَعُمْرَةُ الجِعِرَّانَةِ إِذْ قَسَمَ غَنِيمَةَ - أُرَاهُ - حُنَيْنٍ " قُلْتُ: كَمْ حَجَّ؟ قَالَ: «وَاحِدَةً» – رواه البخارى و أحمد و إبن حبّان و أبو نعيم
Dari Qatadah ra, aku bertanya kepada Anas ra: “Berapa kali umrahnya Rasulullah saw?” Dia menjawab: “empat kali; umrah Hudaibiyah pada bulan Dzulqa’dah ketika orang musyrik menolak beliau (untuk melakukan ibadah haji), umrah pada tahun depannya ketika beliau berdamai (dengan orang kafir), umrah Ji’ranah ketika beliau membagi ghanimah -aku kira- (ghanimah perang) Hunain”. Aku bertanya: “Berapa kali hajinya Rasul saw?” Anas menjawab: “Satu kali”. (Shahih Bukhari 3:3, Musnad Ahmad 40:89, Shahih Ibnu Hibban [Muhaqqaq] 9:80, Al-Musnad al-Mustakhraj ‘Ala Shahih Muslim Li Abi Nu’aim 3:348. Redaksi di atas versi Imam Bukhari.)

Dalam hadits lain disebutkan:

حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَرْقَمَ: «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا تِسْعَ عَشْرَةَ غَزْوَةً، وَأَنَّهُ حَجَّ بَعْدَ مَا هَاجَرَ حَجَّةً وَاحِدَةً، لَمْ يَحُجَّ بَعْدَهَا حَجَّةَ الوَدَاعِ» ، قَالَ أَبُو إِسْحَاقَ: «وَبِمَكَّةَ أُخْرَى»– رواه البخارى و مسلم و أحمد و الطبراني و البيهقي
Zaid bin Arqam ra. telah bercerita kepadaku: “Sesungguhnya Rasulullah saw. telah berperang sebanyak 19 kali dan sesungguhnya beliau melaksanakan haji setelah hijrahnya (ke Madinah) satu kali haji, beliau tidak pernah melaksanakan haji setelahnya, yakni haji wada’.” Abu Ishaq berkata: “Dan (ketika) di Mekah pernah melakukannya”.[1] (Shahih Bukhari, 5:177, Shahih Muslim, 2:916, Musnad Ahmad, 32:52, Al-Mu’jamul Kabir Li ath-Thabrani, 5:189, As-Sunan al-Kubra Li al-Baihaqi, 4:558. Redaksi di atas versi Imam Bukhari.)

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa aktifitas wukuf di arafah bukan penyebab adanya shaum arafah karena Rasulullah saw. puasa arafah tahun ke-2 sampai tahun ke-9 atau ke-10 Hijriyah belum ada pelaksanaan wukuf di Arafah, atau sekitar 8 atau 9 kali puasa arafahnya beliau tidak berbarengan dengan pelaksanaan wukuf di Arafah.


[1] Menurut hadits di atas, Rasulullah saw sebelum hijrah ke Madinah pernah melakukan ibadah haji, berarti haji yang dilakukan Rasul saw adalah dalam rangka mengikuti millah Ibrahim as, karena saat itu ibadah haji belum disyariatkan. Berkenaan dengan hadits di atas, telah dilakukan penelitian di beberapa kitab syarahnya untuk mengetahui apakah setelah disyariatkan puasa Arafah di Madinah, Rasul saw mencari tahu waktu pelaksanaan wukuf yang dilakukan orang jahiliyah untuk dijadikan pedoman pelaksanaan puasa Arafah beliau. Ternyata informasi tersebut tidak ditemukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa puasa Arafahnya Rasul saw saat itu tidak berpatokan kepada waktu pelaksanaan wukuf di Arafah.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online