Melafalkan
kata “sayyidina” sebelum menyebut nama Nabi Muhammad SAW adalah hal yang sudah
biasa terdengar di kalangan kaum Muslimin. Bahkan menambahkan kata tersebut di
depan nama nabi, tidak hanya dilakukan di luar shalat, namun juga di dalam
shalat. Dan tentu saja tujuannya adalah penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalil yang Membid’ahkan
Dalil yang biasa diajukan oleh kelompok yang anti sayyidina untuk memvonis
bid’ah mengucapkan sayyidina dalam shalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah
bahwa redaksi itu (sayyidina) tidak pernah ditemukan dalam redaksi-redaksi
shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian, menurut mereka,
mengucapkan sayyidina di depan nama Nabi SAW adalah bid’ah yang tak pernah
diajarkan dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW.
Jawabannya
Kata-kata
“sayyidina” atau “tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum
Muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan
yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi
Muhammad SAW. Syaikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:
الأوْلَى ذِكْرُالسَّيِّادَةِ لِأنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَ
بِ
“Yang lebih
utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal yang
lebih utama dalam bersopan santun (kepada beliau).” (Hasyisyah al- Bajuri, Juz I,
halaman 156).
Pendapat ini
didasarkan pada hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافعٍ
وَأَوَّلُ مُشَافِعٍ
“Dari Abu Hurairah ra ia berkata, “Rasulullah
SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak Adam pada hari kiamat. Orang
pertama yang bangkit dari kubur, orang pertama yang memberikan syafaat dan
orang pertama yang diberi hak untuk memberikan syafaat.” (HR
Muslim).
Hadits ini
menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi
Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW
menjadi sayyid manusia di dunia dan akhirat.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani:
“Kata “sayyidina” ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari
kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa
riwayat hadits ‘saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.’ Tapi Nabi
SAW menjadi sayyid keturunan Adam di dunia dan
akhirat.” (Manhaj as-Salafi fi Fahmin
Nushush Bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169).
Ini sebagai
indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina. Karena
memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita umat
manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.
Lalu
bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di
dalam shalat?
لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ
“Janganlah
kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat.”
Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW,
sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi
Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.
Akan tetapi
ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab,
susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak
dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ, sehingga tidak bisa dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي
Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina di dalam shalat?
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat
kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula
ketika membaca tasyahud di dalam
shalat.
Selain itu,
pendapat yang membid’ahkan dan melarang mengucapkan sayyidina di depan nama
Nabi SAW tidak memiliki dalil yang kuat yang bisa dijadikan pegangan sehingga
layak untuk ditolak. Al-Alim al-Allamah al-Muhaddits Sayyid Alwi bin Abbas
al-Maliki menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa
pendapat yang melarang mengucapkan sayyidina ketika bershalawat kepada Nabi SAW
layak untuk ditolak:
- Tidak ada keterangan secara jelas dan tegas, baik dari al-Qur’an, al-Hadits maupun dari para imam yang empat yang mengatakan bahwa shalat menjadi batal bila dalam tasyahud menambahkan “sayyidina” di depan nama Nabi Muhammad SAW.
- Orang yang mengatakan batal, tidak pernah memberikan dasar dan dalil hukumnya.
- Tiga imam madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki dan Imam Syafi’i) sepakat tentang pensyariatan menambahkan “sayyidina” ketika bershalawat kepada Nabi sebagai tanda penghormatan dan kesopanan terhadap beliau.
- Banyak ulama salaf yang mengatakan bahwa hadits yang dijadikan dalil oleh mereka yang menolak membaca sayyidina adalah batal, di antaranya al-Bakri bin Muhammad Syata (pengarang I’anah al-Thalibin) dan ar-Ramli dalam kitabnya Nihayah al-Muhtaj. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il).
0 comments:
Post a Comment