Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Wednesday, August 8, 2018

Mengucapkan Sayyidina kepada Nabi SAW

Melafalkan kata “sayyidina” sebelum menyebut nama Nabi Muhammad SAW adalah hal yang sudah biasa terdengar di kalangan kaum Muslimin. Bahkan menambahkan kata tersebut di depan nama nabi, tidak hanya dilakukan di luar shalat, namun juga di dalam shalat. Dan tentu saja tujuannya adalah penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalil yang Membid’ahkan
Dalil yang biasa diajukan oleh kelompok yang anti sayyidina untuk memvonis bid’ah mengucapkan sayyidina dalam shalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah bahwa redaksi itu (sayyidina) tidak pernah ditemukan dalam redaksi-redaksi shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian, menurut mereka, mengucapkan sayyidina di depan nama Nabi SAW adalah bid’ah yang tak pernah diajarkan dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW.

Jawabannya
Kata-kata “sayyidina” atau “tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum Muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Syaikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:

الأوْلَى ذِكْرُالسَّيِّادَةِ لِأنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَ بِ
“Yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal yang lebih utama dalam bersopan santun (kepada beliau).” (Hasyisyah al- Bajuri, Juz I, halaman 156).

Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافعٍ وَأَوَّلُ مُشَافِعٍ
Dari Abu Hurairah ra ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak Adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang pertama yang memberikan syafaat dan orang pertama yang diberi hak untuk memberikan syafaat.” (HR Muslim).

Hadits ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia di dunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani:

“Kata “sayyidina” ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits ‘saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.’ Tapi Nabi SAW menjadi sayyid keturunan Adam di dunia dan akhirat.” (Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush Bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169).

Ini sebagai indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.

Lalu bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?

لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ
“Janganlah kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat.”

Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW, sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.

Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan   سَادَ- يَسِيْدُ akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ, sehingga tidak bisa dikatakan  لَاتُسَيِّدُوْنِي

Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina di dalam shalat?
 
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat.
 
Selain itu, pendapat yang membid’ahkan dan melarang mengucapkan sayyidina di depan nama Nabi SAW tidak memiliki dalil yang kuat yang bisa dijadikan pegangan sehingga layak untuk ditolak. Al-Alim al-Allamah al-Muhaddits Sayyid Alwi bin Abbas al-Maliki menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa pendapat yang melarang mengucapkan sayyidina ketika bershalawat kepada Nabi SAW layak untuk ditolak:
 
  • Tidak ada keterangan secara jelas dan tegas, baik dari al-Qur’an, al-Hadits maupun dari para imam yang empat yang mengatakan bahwa shalat menjadi batal bila dalam tasyahud menambahkan “sayyidina” di depan nama Nabi Muhammad SAW.
  • Orang yang mengatakan batal, tidak pernah memberikan dasar dan dalil hukumnya.
  • Tiga imam madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki dan Imam Syafi’i) sepakat tentang pensyariatan menambahkan “sayyidina” ketika bershalawat kepada Nabi sebagai tanda penghormatan dan kesopanan terhadap beliau.
  • Banyak ulama salaf yang mengatakan bahwa hadits yang dijadikan dalil oleh mereka yang menolak membaca sayyidina adalah batal, di antaranya al-Bakri bin Muhammad Syata (pengarang I’anah al-Thalibin) dan ar-Ramli dalam kitabnya Nihayah al-Muhtaj. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il).
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online