Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Saturday, September 15, 2018

Pasal tentang Adab-adab Tidur

آدَابُ النَّوْمِ
Adab-Adab Tidur

فَإِذَا أَرَدْتَ النَّوْمَ، فَابْسُطْ فِرَاشَكَ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، وَنَمْ عَلَى يَمِيْنِكَ كَمَا يُضْجَعُ الْمَيِّتُ فِيْ لَحْدِهِ
Apabila engkau hendak tidur, maka hamparkanlah tempat tidurmu dengan menghadap ke arah kiblat, dan berbaringlah engkau pada sisi tubuhmu yang sebelah kanan, sebagaimana mayit yang dibaringkan di liang kuburnya. 

وَاعْلَمْ أَنَّ النَّوْمَ مِثْلُ الْمَوْتِ، وَالْيَقَظَةَ مِثْلُ الْبَعْثِ، وَلَعَلَّ اللهَ تَعَالَى يَقْبِضُ رُوْحَكَ فِيْ لَيْلَتِكَ، فَكُنْ مُسْتَعِدًّا لِلِقَائِهِ، بِأَنْ تَنَامَ عَلَى طَهَارَةٍ، وَتَكُوْنَ وَصِيَّتُكَ مَكْتُوْبَةً تَحْتَ رَأْسِكَ، وَتَنَامُ تَائِبًا مِنَ الذُّنُوْبِ مُسْتَغْفِرًا، عَازِمًا عَلَى أَنْ لاَ تَعُوْدَ إِلَى مَعْصِيَةٍ. وَاعْزِمْ عَلَى الْخَيْرِ لِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ إِنْ بَعَثَكَ اللهُ تَعَالَى، وَتَذَكَّرْ أَنَّكَ سَتُضْجَعُ فِي اللَّحْدِ كَذَلِكَ وَحِيْدًا فَرِيْدًا، لَيْسَ مَعَكَ إِلاَّ عَمَلُكَ، وَلاَ تُجْزَى إِلاَّ بِسَعْيِكَ
Ketahuilah bahwa tidur itu seperti mati dan bangun dari tidur itu seperti bangkit dari kematian. Mungkin saja Allah akan mengambil ruhmu di malam hari saat engkau tertidur lelap. Maka bersiap-siaplah engkau untuk bertemu dengan-Nya. Caranya adalah dengan senantiasa tidur dalam keadaan suci, letakkan wasiat yang telah engkau tulis di bawah kepalamu, tidurlah seraya bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas segala dosa, berniatlah untuk tidak mengulangi kembali maksiatmu kepada Allah, berniatlah bahwa engkau akan berbuat baik kepada kaum Muslimin jika Allah membangunkanmu kembali dari tidurmu, ingatlah bahwa engkau pasti akan dibaringkan di liang lahat sendirian dan seorang diri tanpa seorang pun yang menemanimu selain amalmu, dan engkau tidak akan memperoleh balasan kecuali sesuai dengan usahamu. 

وَلاَ تَسْتَجْلِبِ النَّوْمَ تَكَلُّفًا بِتَمْهِيْدِ الْفُرُشِ الْوَطِيْئَةِ؛ فَإِنَّ النَّوْمَ تَعْطِيْلٌ لِلْحَيَاةِ، إِلاَّ إِذَا كَانَتْ وَبَالاً عَلَيْكَ؛ فَنَوْمُكَ سَلاَمَةٌ لِدِيْنِكَ
Janganlah engkau memaksakan dirimu untuk tidur dengan membentangkan alas tidur yang halus dan lembut, karena tidur adalah kosongnya hidup dari aktivitas. Kecuali jika bangunmu itu justru akan mendatangkan akibat buruk bagimu. Maka dalam kondisi seperti itu tidur merupakan sesuatu yang akan memberikan keselamatan bagi agamamu. 

وَاعْلَم، أَنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ أَرْبَعٌ وَعِشْرُوْنَ سَاعَةً، فَلاَ يَكُنْ نَوْمُكَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَكْثَرُ مِنْ ثَمَانِ سَاعَاتٍ، فَيَكْفِيَكَ إِنْ عِشْتَ مَثَلاً سِتِّيْنَ سَنَةً أَنْ تُضَيِّعَ مِنْهَا عِشْرِيْنَ سَنَةً، وَهُوَ ثُلُثُ عُمُرِكَ
Ketahuilah, malam dan siang itu terdiri atas dua puluh empat jam. Maka hendaklah tidurmu dalam sehari semalam itu tidak lebih dari delapan jam. Cukupkan dirimu dengan tidur delapan jam saja. Seandainya engkau menjalani hidup hingga usia enam puluh tahun, maka berarti engkau telah menyia-nyiakan usiamu selama dua puluh tahun hanya untuk tidur. Maknanya, sepertiga dari masa kehidupanmu berlalu tanpa manfaat. 

وَأَعِدَّ عِنْدَ النَّوْمِ سِوَاكَكَ وَطَهُوْرَكَ، وَاعْزِمْ عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ، أَوْ عَلَى الْقِيَامِ قَبْلَ الصُّبْحِ، فَرَكْعَتَانِ فِيْ جَوْفِ اللَّيْلِ كَنْزٌ مِنْ كُنُوْزِ الْبِرِّ؛ فَاسْتَكْثِرْ مِنْ كُنُوْزِكَ لِيَوْمِ فَقْرِكَ، فَلَنْ تُغْنِيْ عَنْكَ كُنُوْزُ الدُّنْيَا إِذَا مِتَّ
Sebelum tidur hendaknya engkau pun mempersiapkan siwak dan alat-alat yang akan kau pergunakan untuk bersuci. Hadirkan niat dalam dirimu bahwa engkau akan bangun di malam hari guna mendirikan shalat malam, atau bangun sebelum tibanya waktu Subuh, karena dua rakaat di sepertiga akhir malam itu merupakan tabungan dan simpanan kebajikan. Maka hendaklah engkau memperbanyak tabungan dan simpanan kebaikanmu sebagai bekal bagimu kelak di hari kefakiranmu.[1] Yakni pada hari di mana simpanan kekayaan dunia yang kau miliki sama sekali tak memberi manfaat bagimu. 

وَقُلْ عِنْدَ نَوْمِكَ: بِاسْمِكَ رَبِّيْ وَضَعْتُ جَنْبِيْ وَبِاسْمِكَ أَرْفَعُهُ، فَاغْفِرْ لِيْ ذَنْبِيْ؛ اللَّهُمَّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ؛ اللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَحْيَا وَأَمُوْتُ؛ أَعُوْذُ بِكَ اللَّهُمَّ مِنْ شَرِّ كُلِّ ذِيْ شَرٍّ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا، إِنَّ رَبِّيْ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ؛ اللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنِّي الدَّيْنَ، وَأَغْنِنِيْ مِنَ الْفَقْرِ؛ اللَّهُمَّ أَنْتَ خَلَقْتَ نَفْسِيْ وَأَنْتَ تَتَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا، إِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا، وَإِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عٍبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ؛ اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ؛ اللَّهُمَّ أَيْقِظْنِيْ فِيْ أَحَبِّ السَّاعَاتِ إِلَيْكَ، وَاسْتَعْمِلْنِيْ بِأَحَبِّ اْلاَعْمَالِ إِلَيْكَ، لِتُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى، وَتُبْعِدَنِيْ عَنْ سُخْطِكَ بُعْدًا، أَسْأَلُكَ فَتُعْطِيَنِيْ، وَأَسْتَغْفِرُكَ فَتَغْفِرَ لِيْ، وَأَدْعُوْكَ فَتَسْتَجِيْبَ لِيْ
Sebelum engkau tidur, bacalah doa ini: [Bismika rabbi wa dha’tu janbii wa bismika arfa’uhu, faghfirlii dzanbii; Allaahumma qinii ‘adzaabaka yauma tab’atsu ‘ibaadaka; Allaahumma bismika ahyaa wa amuut; A’uudzu bikallaahumma min syarri kulli dzii syarrin, wa min syarri kulli daabbatin anta aakhizun binaa shiyatihaa, inna rabbi ‘alaa shiraatin mustaqiim; Allaahumma antal awwalu falaisa qablaka syay-un, wa antal aakhiru falaisa ba’daka syai-un, wa antazh zhaahiru falaisa fauqaka syai-un, wa antal baathinu falaisa duunaka syai-un, iqdhi ‘annid daina, wa aghninii minal faqr; Allaahumma anta khalaqta nafsii wa anta tatawaffaahaa, laka mamaatuhaa wa mahyaahaa, in amattahaa faghfir lahaa, wa in ahyaytahaa fahfazh-haa bimaa tahfazhu bihii ‘ibaadakash shaalihiin; Allaahumma innii as-aslukal ‘afwa wal ‘aafiyata fid-diini waddun-yaa wal aakhirah; Allaahumma ai-qizhnii fii ahabbis saa’ati ilaika, was ta’milnii bi ahabbil a’maali ilaika, li tuqarribunii ilaika zulfaa; Wa tub’idanii ‘an sukhthika bu’dan; as-aluka fatu’thiyanii, wa astaghfiruka fataghfiralii, wa ad’uuka fatas tajiibalii] –Dengan menyebut nama-Mu, wahai Tuhanku, aku meletakkan lambungku, dan dengan menyebut nama-Mu aku mengangkatnya, maka ampunilah dosa-dosaku. Ya Allah, peliharalah aku dari siksa-Mu pada hari ketika Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu. Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan mati. Aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari keburukan setiap orang yang buruk, dan dari keburukan setiap binatang melata yang Engkau kuasai ubun-ubunnya, sungguh Tuhanku pada jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah Yang Awal yang tiada sesuatu pun sebelum-Mu. Engkaulah Yang Akhir yang tiada sesuatu pun sesudah-Mu. Engkaulah Yang Zhahir yang tiada sesuatu pun di atas-Mu. Dan Engkaulah Yang Bathin yang tiada sesuatu pun di bawah-Mu. Selesaikanlah hutangku dan peliharalah aku dari kefakiran. Ya Allah, Engkaulah yang telah menciptakan diriku dan Engkau pula yang akan mewafatkannya. Bergantung kepada-Mu kematian dan kehidupannya. Apabila Engkau mewafatkannya, maka ampunilah dia. Namun bila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah dia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu pengampunan dan keselamatan dalam urusan agama, dunia dan akhirat. Ya Allah, bangunkan aku di waktu yang paling Engkau sukai dan gerakkan aku untuk melakukan amal yang paling Engkau sukai, yang dengannya aku bisa mendekati-Mu sedekat-dekatnya dan menjauhi kemurkaan-Mu sejauh-jauhnya. Aku memohon kepada-Mu ya Allah, maka kabulkanlah untukku. Aku memohon ampun kepada-Mu, maka ampunilah aku. Aku berdoa kepada-Mu, maka jawablah doaku.”[2]

ثُمَّ اقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ، وَآمَنَ الرَّسُوْلُ إِلَى آخِرِ السُّوْرَةِ، وَاْلاِخْلاَصِ، وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ، وَتَبَارَكَ الْمُلْكَ
Kemudian bacalah ayat Kursi, aamanar rasuulu hingga akhir ayat (tiga ayat terakhir dari surat al-Baqarah), surat al-Ikhlas, surat al-Falaq dan surat an-Nas, serta surat al-Mulk.

وَلْيَأْخُذْكَ النَّوْمُ وَأَنْتَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ وَعَلَى الطَّهَارَةِ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عُرِجَ بِرُوْحِهِ إِلَى الْعَرْشِ، وَكُتِبَ مُصَلِّيًا إِلَى أَنْ يَسْتَيْقِظْ
Dan tatkala hendak tidur berusahalah engkau agar senantiasa dalam keadaan berdzikir kepada Allah dan dalam keadaan suci, karena barangsiapa yang melakukan hal demikian itu niscaya ruhnya akan dibawa naik ke ‘Arsy dan ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang mengerjakan shalat hingga bangun dari tidurnya.

فَإِذَا اسْتَيْقَظْتَ، فَارْجِعْ إِلَى مَا عَرَّفْتُكَ أَوَّلاً، وَدَاوِمْ عَلَى هَذَا التَّرْتِيْبِ بَقِيَّةَ عُمُرِكَ، فَإِنْ شَقَّتْ عَلَيْكَ الْمُدَاوَمَةُ، فَاصْبِرْ صَبْرَ الْمَرِيْضِ عَلَى مَرَارَةِ الدَّوَاءِ انْتِظَارًا لِلشِّفَاءِ، وَتَفَكَّرْ فِيْ قِصَرِ عُمُرِكَ، وَإِنْ عِشْتَ مَثَلاً مِائَةَ سَنَةٍ فَهِيَ قَلِيْلَةٌ بِاْلاِضَافَةِ إِلَى مُقَامِكَ فِي الدَّارِ اْلآخِرَةِ وَهِيَ أَبَدُ اْلآبَادِ
Apabila engkau telah bangun dari tidurmu, lakukanlah kembali hal-hal yang telah kujelaskan padamu di bagian-bagian awal kitab ini. Biasakan mengamalkan hal ini di sisa usiamu. Apabila engkau merasa sulit melaksanakannya secara terus menerus, maka bersabarlah. Sabarlah engkau seperti sabarnya seorang yang sakit menahan pahitnya obat demi mengharap datangnya kesembuhan. Pikirkan pula betapa pendeknya usiamu. Andaikan engkau menjalani hidup ini seratus tahun, maka itu pun masih sangat pendek bila dibandingkan dengan kehidupanmu di akhirat, yakni kehidupan yang kekal dan abadi. 

وَتَأَمَّلْ أَنَّكَ كَيْفَ تَتَحَمَّلُ الْمَشَقَّةَ وَالذُّلَّ فِيْ طَلَبِ الدُّنْيَا شَهْرًا أَوْ سَنَةً رَجَاءَ أَنْ تَسْتَرِيْحَ بِهَا عِشْرِيْنَ سَنَةً مَثَلاً، فَكَيْفَ لاَ تَتَحَمَّلُ ذَلِكَ أَيَّامً قَلاَئِلَ رَجَاءَ اْلاِسْتِرَاحَةِ أَبَدَ اْلآبَادِ
Renungkanlah! Apabila engkau mampu bersabar menanggung penderitaan dan kehinaan dalam mencari kehidupan dunia selama sebulan atau setahun, dengan harapan dua puluh tahun kemudian engkau akan bisa istirahat dan hidup dalam kesejahteraan, lalu bagaimana mungkin engkau tidak mampu bersabar menanggung berat dan kesulitan beberapa hari saja demi memperoleh kenikmatan hidupmu yang abadi di akhirat kelak?

وَلاَ تُطَوِّلْ أَمَلَكَ فَيَثْقُلُ عَلَيْكَ عَمَلُكَ، وَقَدِّرْ قُرْبَ الْمَوْتِ، وَقُلْ فِيْ نَفْسِكَ: إِنِّيْ أَتَحَمَّلُ الْمَشَقَّةَ الْيَوْمَ فَلَعَلِّيْ أَمُوْتُ اللَّيْلَةَ، وَأَصْبِرُ اللَّيْلَةَ، فَلَعَلِّى أَمُوْتُ غَدًا؛ فَإِنَّ الْمَوْتَ لاَ يَهْجُمُ فِيْ وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ، وَحَالٍ مَخْصُوْصٍ، وَسِنٍّ مَخْصُوْصٍ، فَلاَ بُدَّ مِنْ هُجُوْمِهِ؛ فَاْلاِسْتِعْدَادُ لَهُ أَوْلَى مِنَ اْلاِسْتِعْدَادِ لِلدُّنْيَا، وَأَنْتَ تَعْلَمُ أَنَّكَ لاَ تَبْقَى فِيْهَا إِلاَّ مُدَّةً يَسِيْرَةً، وَلَعَلَّهُ لَمْ يَبْقَ مِنْ أَجَلِكَ إِلاَّ يَوْمٌ وَاحِدٌ، أَوْ نَفْسٌ وَاحِدٌ
Dan hendaklah engkau tidak menjadi orang yang panjang angan-angan karena hal itu akan membuatmu merasa berat untuk beramal. Pikirkanlah bahwa saat kematianmu semakin dekat, dan bisikkanlah di dalam dirimu: “Sungguh hari ini aku harus bersabar untuk tetap beramal, karena boleh jadi nanti malam kematian akan menjemputku. Malam ini pun aku harus bersabar untuk tetap beramal, karena boleh jadi esok hari kematian akan menghampiriku.” Karena sesungguhnya kematian itu tidak datang pada waktu tertentu, keadaan tertentu, dan usia tertentu. Tidak bisa ditentunkan kapan waktu kedatangannya, namun ia pasti akan datang. Itulah sebabnya mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya kematian lebih utama daripada mempersiapkan diri untuk kehidupan dunia. Engkau pun telah mengetahui bahwa kehidupanmu di dunia ini tidaklah abadi, hanya sebentar saja. Boleh jadi usiamu di dunia ini tinggal sehari saja, atau bahkan tersisa satu hembusan nafas saja.

فَقَدِّرْ هَذَا فِيْ قَلْبِكَ كُلَّ يَوْمٍ، وَكَلِّفْ نَفْسَكَ الصَّبْرَ عَلَى طَاعَةِ اللهِ يَوْمًا فَيَوْمًا، فَإِنَّكَ لَوْ قَدَّرْتَ الْبَقَاءَ خَمْسِيْنَ سَنَةً، وَأَلْزَمْتَهَا الْصَبْرَ عَلَى طَاعَةِ اللهِ تَعَالَى، نَفَرْتَ وَاسْتَصْعَبَتْ عَلَيْكَ، فَإِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَرِحْتَ عِنْدَ الْمَوْتِ فَرَحًا لاَ آخِرَ لَهُ
Renungkan hal ini di dalam hatimu setiap hari, dan paksalah dirimu untuk selalu bersabar dalam menaati Allah hari demi hari. Namun apabila engkau menyangka bahwa usiamu di dunia ini masih lima puluh tahun lagi, dan engkau memaksa diri (nafsu)mu untuk bersabar menaati Allah, maka ia akan menolak dan memberontak terhadapmu. Namun jika engkau berhasil membuatnya tetap sabar dalam ketaatan, niscaya engkau akan memperoleh kebahagiaan tanpa akhir di saat kematian menghampirimu. 

وَإِنْ سَوَّفْتَ وَتَسَاهَلْتَ جَاءَكَ الْمَوْتُ فِيْ وَقْتٍ لاَ تَحْتَسِبُهُ، وَتَحَسَّرْتَ تَحَسُّرًا لاَ آخِرَ لَهُ، وَعِنْدَ الصَّبَاحِ يَحْمَدُ الْقَوْمُ السُّرَى، وَعِنْدَ الْمَوْتِ يَأْتِيْكَ الْخَبْرُ الْيَقِيْنُ، وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِيْنٍ
Namun apabila engkau menunda-nunda untuk taat kepada Allah dan meremehkannya, lalu kematian datang menghampirimu di suatu waktu yang tak pernah kau sangka-sangka, maka engkau akan menyesal dengan penyesalan yang tiada akhir. Seperti halnya saat datangnya waktu pagi, orang-orang akan menceritakan apa-apa yang terjadi di malam hari dengan segera. Sesaat setelah kematian datang menjemput, engkau pun segera akan mendapatkan kabar yang meyakinkan. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita al-Qur’an setelah beberapa waktu kemudian.[3]

وَإِذَا أَرْشَدْنَاكَ إِلَى تَرْتِيْبِ اْلأَوْرَادِ، فَلْنَذْكُرْ لَكَ كَيْفِيَّةِ الصَّلاَةِ وَالصَّوْمِ وَآدَابَهُمَا، وآدَابَ اْلإِمَامَةِ وَالْقُدْوَةِ وَالْجُمُعَةِ
Demikianlah telah kujelaskan kepadamu tentang urut-urutan wirid dan amalan dalam sehari semalam. Selanjutnya akan aku jelaskan padamu kaifiyat shalat, puasa dan adab-adabnya, termasuk juga adab-adab menjadi imam dan makmum, serta hal-hal yang berkaitan dengan shalat Jumat.


[1] Yakni, hari Kiamat.
[2] HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Laylah, dan Ibnu Sunni dari Abu Hurairah ra.
[3] QS. Shad [38}: 88.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online