Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Friday, May 10, 2019

Penjelasan tentang Kemaksiatan Hati (Bagian Kedua)

أَمَّا الْحَسَدُ: فَهُوَ مُتَشَعِّبٌ مِنَ الشُّحِّ، فَإِنَّ الْبَخِيْلَ هُوَ الَّذِيْ يَبْخَلُ بِمَا فِيْ يَدِهِ عَلَى غَيْرِهِ، وَالشَّحِيْحُ هُوَالَّذِيْ يَبْخَلُ بِنِعْمَةِ اللهِ تَعَالَى --وَهِيَ فِيْ خَزَائِنِ قُدْرَتِهِ تَعَالَى، لاَ فِيْ خَزَائِنِهِ-- عَلَى عِبَادِ اللهِ تَعَالَى، فَشُحُّهُ أَعْظَمُ
Sifat Hasad (Dengki): Sesungguhnya hasad adalah bagian dari ketamakan (syuh). Lalu, apa bedanya dengan orang bakhil? Orang bakhil adalah orang yang bakhil terhadap apa-apa yang ada dalam genggamannya, sehingga tidak mau memberikannya kepada orang lain. Sedangkan orang tamak adalah orang yang bakhil terhadap nikmat Allah Ta’ala –sedangkan perbendaharaan itu masih berada dalam genggaman Allah, bukan dalam genggamannya— yang diberikan-Nya kepada orang lain.[1] Dengan demikian, tamak lebih buruk daripada bakhil.
     
وَالْحَسُوْدُ: هُوَ الَّذِيْ يَشُقُّ عَلَيْهِ إِنْعَامُ اللهِ تَعَالَى مِنْ خَزَائِنِ قُدْرَتِهِ عَلَى عَبْدٍ مِنْ عِبَادِهِ، بِعِلْمٍ أَوْ مَالٍ أَوْ مَحَبَّةٍ فِيْ قُلُوْبِ النَّاسِ، أَوْ حَظٍّ مِنَ الْحُظُوْظِ، حَتَّى إِنَّهُ لَيُحِبُّ زَوَالَهَا عَنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَحْصَلْ لَهُ بِذَلِكَ شَيْءٌ مِنْ تِلْكَ النِّعْمَةِ؛ فَهَذَا مُنْتَهَى الْخُبْثِ؛ فَلِذَلِكَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُالْحَطَبَ
Orang yang dengki adalah orang yang merasa susah (berat hati) ketika mengetahui bahwa Allah menganugerahkan nikmat dari perbendaharaan-Nya kepada salah seorang hamba-Nya, baik berupa ilmu, harta, kasih sayang yang ditanamkan Allah dalam hati manusia terhadap hamba-Nya itu, pangkat maupun nikmat-nikmat yang lain. Kedengkiannya bahkan membuatnya sangat ingin agar kenikmatan itu lenyap dari orang yang mendapatkannya, sekalipun ia tahu bahwa sikap yang seperti itu tidak akan memberinya keuntungan apa-apa.[2] Inilah puncak keburukan. Karena itu Rasulullah SAW bersabda: “Dengki memakan berbagai kebaikan laksana api memakan kayu bakar.”[3]

وَالْحَسُوْدُ: هُوَ الْمُعَذَّبُ الَّذِيْ لاَ يُرْحَمْ، وَلاَ يَزَالُ فِيْ عَذَابٍ دَائِمٍ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ الدُّنْيَا لاَ تَخْلُوْ قَطُّ عَنْ خَلْقٍ كَثِيْرٍ مِنْ أَقْرَانِهِ وَمَعَارِفِهِ مِمَّنْ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ بِعِلْمٍ أَوْ مَالٍ أَوْ حَاهٍ، فَلاَ يَزَالُ فِيْ عَذَابٍ دَائِمٍ فِي الدُّنْيَا إِلَى مَوْتِهِ، وَلَعَذَابُ اْلآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَكْبَرُ
Orang yang dengki adalah orang yang mengalami siksaan batin yang tidak perlu dikasihani. Siksaan batin itu tidak akan berakhir selama kehidupannya di dunia, karena dunia tidak pernah sepi dari orang lain, baik teman maupun kenalan, yang mereka mendapat limpahan nikmat dari Allah berupa ilmu, harta, ataupun kedudukan. Akibatnya, siksaan batin itu akan terus berlangsung selama kehidupan di dunia hingga kematian datang menjemputnya. Padahal siksaan akhirat (yang akan diterimanya) jauh lebih pedih dan lebih menyakitkan lagi.

بَلْ لاَ يَصِلُ الْعَبْدُ إِلَى حَقِيْقَةِ اْلإِيْمَانِ مَا لَمْ يُحِبَّ لِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ، بَلْ يَنْبَغِيْ اَنْ يُسَاهِمَ الْمُسْلِمِيْنَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ؛ فَالْمُسْلِمُوْنَ كَالْبُنْيَانِ الْوَاحِدِ يَشُدُّ بَعْضَهُ بَعْضًا، وَكَالْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ اشْتَكَى سَائِرُ الْجَسَدِ
Sungguh seseorang tidak akan sampai kepada hakikat iman sebelum ia mencintai seluruh kaum muslimin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Bahkan mestinya ia senantiasa bersama-sama kaum muslimin[4] dalam keadaan lapang maupun sempit. Karena kaum muslimin itu laksana satu bangunan yang saling mengokohkan antara satu dengan lainnya. Juga laksana satu tubuh yang apabila satu anggota tubuh merasakan sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit.

فَإِنْ كُنْتَ لاَ تُصَادِفُ هَذَا مِنْ قَلْبِكَ، فَاشْتِغَالُكَ بِطَلَبِ التَّخَلُّصِ مِنَ الْهَلاَكِ أَهَمُّ مِن اشْتِغَالِكَ بِنَوَادِرِ الْفُرُوْعِ وَعِلْمِ الْخُصُوْمَاتِ
Oleh karena itu, jika engkau belum menemukan perasaan tersebut di dalam hatimu, maka menyibukkan diri mencari jalan yang dapat menyelamatkanmu dari kehancuran jauh lebih penting daripada menyibukkan diri dengan masalah-masalah furu’ yang tidak begitu penting dan ilmu yang mengajarkan perdebatan.

Bersambung...


[1] Singkat kata: Orang tamak adalah orang yang tidak senang ketika mengetahui ada orang lain yang mendapatkan nikmat dari Allah SWT.
[2] Bagi orang yang dengki, jika ia tidak mendapatkan nikmat itu, maka ia pun tidak ingin orang lain mendapatkannya.
[3] HR Ibnu Majah.
[4] Maksudnya: Mestinya ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh kaum Muslimin.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online