Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Wednesday, May 29, 2019

Adab-adab Seorang Alim (Guru)

آدَابُ الْعَالِمِ
Adab-adab Seorang Alim (Guru)
 
وَإِنْ كُنْتَ عَالِمًا، فَآدَابُ الْعَالِمِ: اْلاِحْتِمَالُ، وَلُزُوْمُ الْحِلْمِ، وَالْجُلُوْسُ بِالْهَيْبَةِ عَلَى سَمْتِ الْوَقَارِ مَعَ إِطْرَاقِ الرَّأْسِ، وَتَرْكُ التَّكَبُّرِ عَلَى جَمِيْعِ الْعِبَادِ إِلاَّ عَلَى الظَّلَمَةِ زَجْرًا لَهُمْ عَنِ الظُّلْمِ، وَإِيْثَارُ التَّوَاضُعِ فِي الْمَحَافِلِ وَالْمَجَالِسِ
Apabila engkau seorang alim (guru), maka berikut adalah adab-adab seorang alim yang harus engkau jaga: (1) Senantiasa bersabar (menerima keluhan dan masalah dari para murid), (2) senantiasa tenang (saat berhadapan dengan berbagai hal), (3) duduk dengan tenang dan berwibawa serta menundukkan kepala, (4) tidak bersikap sombong terhadap siapa pun kecuali kepada orang-orang yang berbuat zalim dengan tujuan mengingatkan mereka atas kezaliman yang mereka lakukan, (5) mengutamakan sikap tawadhu’ (rendah hati) dalam berbagai acara dan majelis,     
 
وَتَرْكُ الْهَزْلِ وَالدُّعَابَةِ، وَالرِّفْقُ بِالْمُتَعَلِّمِ، وَالتَّأَنِّي بِالْمُتَعَجْرِفِ، وَإِصْلاَحُ الْبَلِيْدِ بِحُسْنِ اْلاِرشَادِ وَتَرْكُ الْحَرَدِ عَلَيْهِ، وَتَرْكُ اْلأَنَفَهِ مِنْ قَوْلِ: لاَ أَدْرِيْ، وَصَرْفُ الْهِمَّةِ إِلَى السَّائِلِ وَتَفَهُّمِ سُؤَالَهُ، وَقُبُوْلُ الْحُجَّةِ
(6) Meninggalkan sikap berkelakar dan bergurau, (7) berlemah-lembut kepada para murid, (8) bersikap halus dalam menghadapi murid yang nakal, (9) memperbaiki murid yang bodoh dengan memberikan petunjuk yang baik kepadanya dan tidak memarahinya, (10) Tidak sungkan (gengsi) untuk berkata: “Aku tidak tahu”, (11) Mencurahkan perhatian kepada seseorang yang bertanya dan berusaha memahami pertanyaannya, (12) Menerima hujjah/dalil (yang benar sekalipun dari murid, orang lain, bahkan lawan),
 
وَاْلاِنْقِيَادُ لِلْحَقِّ بِالرُّجُوْعِ إِلَيْهِ عِنْدَ الْهَفْوَةِ، وَمَنْعُ الْمُتَعَلِّمِ عَنْ كُلِّ عِلْمٍ يَضُرُّهُ، وَزَجْرُهُ عَنْ أَنْ يُرِيْدَ بِالْعِلْمِ النَّافِعِ غَيْرَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى، وَصَدُّ الْمُتَعَلِّمِ عَنْ أَنْ يَشْتَغِلَ بِفَرْضِ الْكِفَايَةِ قَبْلَ الْفَرَاغِ مِنْ فَرْضِ الْعَيْنِ؛ وَفَرْضُ عَيْنِهِ: إِصْلاَحُ ظَاهِرِهِ وَبَاطِنِهِ بِالتَّقْوَى، وَمُؤَاخَذَةُ نَفْسِهِ أَوَّلاً بِالتَّقْوَى لِيَقْتَدِيَ الْمُتَعَلِّمُ أَوَّلاً بِأَعْمَالِهِ، وَيَسْتَفِيْدُ ثَانِيًا مِنْ أَقْوَالِهِ
(13) Tunduk kepada kebenaran dengan kembali kepadanya jika melakukan kesalahan, (14) mencegah murid dari setiap ilmu yang membawa mudharat, (15) melarang murid mencari ilmu yang bermanfaat namun niatnya tidak mencari keridhaan Allah, (16) menghalangi murid dari menyibukkan diri dengan hal-hal yang fardhu kifayah sebelum menyelesaikan hal-hal yang fardhu ‘ain; dan yang fardhu ‘ain baginya adalah memperbaiki zahir dan batinnya dengan ketakwaan kepada Allah, (17) hendaklah orang yang alim terlebih dahulu mengatur dirinya dengan takwa agar murid-muridnya dapat meneladani tingkah lakunya terlebih dahulu sebelum mengikuti tutur sapanya.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online