Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Monday, May 6, 2019

Pasal : Menjaga Perut

وَأَمَّا الْبَطْنُ: فَاحْفَظْهُ مِنْ تَنَاوُلِ الْحَرَامِ وَالشُّبْهَةِ، وَاحْرِصْ عَلَى طَلَبِ الْحَلاَلِ، فَإِذَا وَجَدْتَهُ فَاحْرِصْ عَلَى أَنْ تَقْتَصِرَ مِنْهُ عَلَى مَا دُوْنِ الشِّبَعِ، فَإِنَّ الشِّبَعَ يُقْسِي الْقَلْبَ، وَيُفْسِدُ الذِّهْنَ، وَيُبْطِلُ الْحِفْظَ، وَيُثْقِلُ اْلأَعْضَاءَ عَنِ الْعِبَادَةِ وَالْعِلْمِ، وَيُقَوِّي الشَّهَوَاتِ، وَيَنْصُرُ جُنُوْدَ الشَّيْطَانِ
Menjaga perut: Hendaklah engkau menjaga perutmu dari memakan sesuatu yang haram atau syubhat.[1] Berusahalah semaksimal mungkin mencari makanan yang halal. Apabila engkau telah menemukannya, maka berusahalah memakannya secukupnya saja, yakni tidak sampai membuatmu kekenyangan. Karena kekenyangan dapat mengeraskan hati, merusak kecerdasan, melemahkan hafalan, memberatkan anggota tubuh untuk melakukan ibadah dan menuntut ilmu, menguatkan syahwat, dan dapat membantu ‘pasukan’ (ajakan) setan.  
 
وَالشِّبَعُ مِنَ الْحَلاَلِ مُبْدَأُ كُلِّ شَرٍّ، فَكَيْفَ مِنَ الْحَرَامِ؟ وَطَلَبُ الْحَلاَلِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، وَالْعِبَادَةُ وَالْعِلْمُ مَعَ أَكْلِ الْحَرَامِ كَالْبِنَاءِ عَلَى السِّرْجَيْنِ
Kenyang dari makanan yang halal adalah awal munculnya berbagai keburukan. Lalu, bagaimana jika kenyang itu disebabkan makanan-makanan yang haram? Karena itu, mencari sesuatu yang halal wajib hukumnya bagi setiap Muslim. Dan perlu diingat bahwa beribadah dan menuntut ilmu yang disertai dengan memakan sesuatu yang diharamkan Allah sama seperti membuat bangunan di atas kotoran. 
 
فَإِذَا قَنِعْتَ فِي السَّنَةِ بِقَمِيْصٍ خَشِنٍ، وَفِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ بِرَغِيْفَيْنِ مِنَ الْخُشْكَارِ، وَتَرَكْتَ التَّلَذُّذَ بِأَطْيَبِ اْلأُدْمِ، لَمْ يُعْوِزْكَ مِنَ الْحَلاَلِ مَا يَكْفِيْكَ، وَالْحَلاَلُ كَثِيْرٌ
Apabila selama setahun engkau merasa cukup dengan mengenakan pakaian berbahan kasar, dalam sehari semalam engkau merasa cukup dengan dua potong roti, dan engkau rela meninggalkan lauk pauk yang lezat, niscaya keadaanmu itu tidak akan menyulitkanmu memperoleh sesuatu yang halal yang mencukupi bagi kehidupanmu. Karena yang halal itu masih sangat banyak.
 
وَلَيْسَ عَلَيْكَ أَنْ تَتَيَقَّنَ بَوَاطِنَ اْلأُمُوْرِ، بَلْ عَلَيْكَ أَنْ تَحْتَرِزَ مِمَّا تَعْلَمُ أَنَّهُ حَرَامٌ، أَوْ تَظُنَّ أَنَّهُ حَرَامٌ، ظَنًّا حَصَلَ مِنْ عَلاَمَةٍ نَاجِزَةٍ، مَقْرُوْنَةٍ بِالْمَالِ
Bukanlah suatu kewajiban bagimu untuk menyakini berbagai perkara yang masih samar. Namun yang wajib bagimu adalah memelihara diri dari hal-hal yang telah engkau ketahui keharamannya, atau menurut dugaanmu sesuatu itu adalah haram, melalui tanda-tanda yang terlihat di dalamnya, khususnya yang terkait dengan harta benda.
 
أَمَّا الْمَعْلُوْمُ فَظَاهِرٌ، وَأَمَّا الْمَظْنُوْنُ بِعَلاَمَةٍ، فَهُوَ مَالُ السُّلْطَانِ وَعُمَّالُهُ، وَمَالُ مَنْ لاَ كَسْبَ لَهُ إِلاَّ مِنَ النِّيَاحَةِ، أَوْ بَيْعِ الْخَمْرِ، أَوِ الرِّبَا، أَوِ الْمَزَامِيْرِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ آلاَتِ اللَّهْوِ الْمُحَرَّمَةِ. فَإِنَّ مَنْ عَلِمْتَ أَنَّ أَكْثَرَ مَالِهِ حَرَامٌ قَطْعًا، فَمَا تَأْخُذُهُ مِنْ يَدِهِ - وَإِنْ أَمْكَنَ أَنْ يَكُوْنَ حَلاَلاً نَادِرًا - فَهُوَ حَرَامٌ؛ لأَنَّهُ الْغَالِبُ عَلَى الظَّنِّ       
Harta benda yang jelas keharamannya adalah ma’lum (sudah diketahui dengan baik). Sedangkan harta benda yang masih berada pada tahap diduga keharamannya (samara/syubhat) memiliki pertanda, dan yang termasuk di dalamnya adalah harta milik penguasa dan pegawainya, harta orang yang tidak akan mendapatkannya kecuali dengan meratapi jenazah,[2] harta penjual minuman keras, harta para pelaku riba, harta orang yang menjual seruling dan alat-alat (musik) lainnya yang diharamkan. Sesungguhnya orang yang telah engkau ketahui bahwa sebagian besar hartanya (diperoleh dengan cara) haram, maka apa pun harta yang kau terima darinya –sekalipun boleh jadi harta itu halal— adalah haram, karena itulah dugaan paling kuat yang bisa diarahkan padanya. 
 
وَمِنَ الْحَرَامِ الْمَحْضِ مَا يُؤْكَلُ مِنَ اْلأَوْقَافِ مِنْ غَيْرِ شَرْطِ الْوَاقِفِ، فَمَنْ لَمْ يَشْتَغِلْ بِالتَّفَقُّهِ، فَمَا يَأْخُذُهُ مِنَ الْمَدَارِسِ حَرَامٌ، وَمَنِ ارْتَكَبَ مَعْصِيَةً تُرَدُّ بِهَا شَهَادَتْهُ، فَمَا يَأْخُذُهُ بِاسْمِ الصُّوْفِيَّةِ مِنْ وَقْفٍ أَوْ غَيْرِهِ فَهُوَ حَرَامٌ
Dan di antara harta yang jelas keharamannya adalah sesuatu yang dimakan dari harta wakaf tanpa disertai adanya persyaratan dari waqif (orang yang berwakaf). Barangsiapa yang tidak menyibukkan diri untuk memperdalam ilmu (dengan belajar dan mengajarkannya), maka apa pun yang diambilnya dari harta wakaf yang diperuntukkan bagi ahli ilmu di madrasah-madrasah adalah haram. Dan barangsiapa yang melakukan perbuatan maksiat[3] maka persaksiannya ditolak. Dan harta apa pun yang diambilnya, baik dari harta wakaf ataupun lainnya,[4] meskipun atas nama shufiyyah, adalah haram.
  
وَقَدْ ذَكَرْنَا مَدَاخِلَ الشُّبُهَاتِ وَالْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ فِيْ كِتَابٍ مُفْرَدٍ مِنْ كِتَبِ إِحْيَاءِ عُلُوْمِ الدِّيْنِ، فَعَلَيْكَ بِطَلَبِهِ؛ فَإِنَّ مَعْرِفَةَ الْحَلاَلِ وَطَلَبَهُ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، كَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ
Sungguh kami telah menyebutkan hal-hal yang dapat membawa kepada syubhat, halal dan haram di dalam bab tersendiri dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin. Hendaklah engkau mempelajarinya. Karena sesungguhnya mengetahui dengan baik tentang hal-hal yang halal dan mempelajarinya adalah wajib atas setiap Muslim, sebagaimana wajibnya shalat lima waktu.      


[1] Yang belum jelas halal-haramnya.
[2] Maksudnya adalah harta dari orang yang berprofesi sebagai peratap jenazah.
[3] Seperti membunuh, berzina, dan sebagainya.
[4] Seperti shadaqah yang diperuntukkan bagi kesejahteraan kaum sufi.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online