Perihal
bendera Nabi Saw,
setidaknya ada enam riwayat yang diperbincangkan. Silakan disimak:
Riwayat Pertama:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى
الرَّازِيُّ، أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ، أَخْبَرَنَا أَبُو يَعْقُوبَ
الثَّقَفِيُّ، حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عُبَيْدٍ مَوْلَى مُحَمَّدِ بْنِ
الْقَاسِمِ، قَالَ: بَعَثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْقَاسِمِ إِلَى الْبَرَاءِ بْنِ
عَازِبٍ يَسْأَلُهُ عَنْ رَايَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَاهِىَ؟ فَقَالَ: كَانَتْ سَوْدَاءَ مُرَبَّعَةً مِنْ
نَمِرَةٍ.
“Telah menceritakan
kepada kami Ibrahim bin Musa
ar-Razi,
… Yunus bin Ubaid diutus Muhamad bin al-Qasim untuk bertanya kepada Bara bin
Azib tentang bendera Nabi Saw, Bara menjawab, “Bendera Nabi Saw berwarna hitam, berbentuk segi empat
(bujur sangkar), terbuat dari kain wol.” (HR Abu Daud).
Sanad
hadis: hasan gharib,
menurut at-Tirmizi (at-Tirmizi, 1996, vol. 3, hlm. 306, hadis no. 1680); hasan,
menurut al-Bukhari (al-Manawi, Faidhul Qadir 1972, hlm. 171); dhaif,
menurut ulama yang lain (Ahmad bin Hanbal, 1999, vol. 30., hlm. 589, hadis no.
18627).
Riwayat Kedua:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ الْمَرْوَزِيُّ وَهُوَ ابْنُ رَاهَوَيْهِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
آدَمَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ عَمَّارٍ الدُّهْنِيِّ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ،
عَنْ جَابِرٍ، يَرْفَعُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
أَنَّهُ كَانَ لِوَاؤُهُ يَوْمَ دَخَلَ مَكَّةَ أَبْيَضَ.
“Telah menceritakan
kepada kami
Ishak bin Ibrahim
al-Marwazi,
… dari Jabir, bahwasanya panji Nabi Saw saat memasuki Makkah berwarna putih.” (HR Abu Daud).
Sanad
hadis: gharib, menurut
al-Bukhari (al-Mizi, Tuhfatul Asyraf, 1999, vol. 2, hlm. 441, hadis no. 2889);
gharib oleh at-Tirmizi (Abu Daud, 1999, hlm. 293, hadis no. 2592).; sahih
menurut Muslim (al-Hakim, al-Mustadrak, 1998, vol. 2, hlm. 126, hadis no.
2560).
Riwayat Ketiga:
حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ،
حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ الشَّعِيرِيُّ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ سِمَاكٍ،
عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ، عَنْ آخَرَ مِنْهُمْ قَالَ: رَأَيْتُ رَايَةَ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَفْرَاءَ.
“Telah menceritakan
kepada kami Uqbah bin Mukram, … dari sahabat yang tidak diketahui
namanya, ia berkata, “Aku melihat bahwasanya bendera Nabi Saw berwarna kuning.” (HR Abu Daud).
Sanad
hadis:
tidak jelas ( جَهالة
) dan/atau tidak diketahui ( مجهول
). (Ibnu al-Mulaqin, al-Badru
al-Munir, 2004, vol. 9, hlm. 63-64; ar-Rubai, Fathul Ghafar, 1427,
vol. 4, hlm. 1761, hadis no. 5177).
Riwayat Keempat:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ
قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ وَهُوَ السَّالِحَانِيُّ قَالَ:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ حَيَّانَ، قَال: سَمِعْتُ أَبَا مِجْلَزٍ لَاحِقَ بْنَ
حُمَيْدٍ يُحَدِّثُ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ، وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ
“Telah menceritakan
kepada kami Muhamad bin Rafik, … dari Ibnu Abas, ia berkata, “Bendera Rasulullah Saw berwarna hitam, sedang panjinya
berwarna putih.” (HR
at-Tirmizi,).
Sanad
hadis: gharib, menurut
a-Tirmizi (al-Mubarakfuri, Tuhaftul Ahwazi, tt., vol. 5, hlm. 328, hadis no.
1732); dhaif, menurut al-Iraqi (al-Iraqi, Turhut Tasrib, tt., vol. 7,
hlm. 220).
Riwayat Kelima:
أَخْبَرَنَا أَبُوْ عَبْدِ اللهِ
الْحَافِظُ، قال: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ (محمد بن يعقوب)، قال: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ، قال: حدثنا يونس بن بُكَيْرٍ، عَنْ ابْنِ
إِسْحَاقَ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ:
كَانَ لِوَاءُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفَتْحِ
أَبْيَضَ، وَرَايَتُهُ سَوْدَاءَ قِطْعَةَ مِرْطٍ مُرَجَّلٍ ، وَكَانَتْ
الرَّايَةُ تُسَمَّى الْعُقَابَ.
“Telah mengabarkan
kepada kami Abu Abdillah
al-Hafiz,
… dari Aisyah ra, ia berkata, “Panji Rasulullah saat memasuki kota Makkah berwarna putih, sedang benderanya
berwarna hitam berbahan potongan kain wol yang bergambar laki-laki, dan bendera
itu dinamai Uqab.”
(HR al-Baihaqi, Dalailun
Nubuwah, 1988, vol. 5, hlm. 68).
Penjelasan
perihal sanad hadis yang bersumber dari Aisyah ini belum ditemukan. Adapun, yang ada penjelasannya bersumber
dari al-Hasan:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، قَالَ ثنا
سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الْفَضْلِ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: كَانَتْ رَايَةُ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ تُسَمَّى الْعُقَابَ.
“Telah menceritakan kepada kami Waki’, … dari al-Hasan, ia berkata, “Bahwasanya bendera Nabi Saw berwarna hitam dan dinamai Uqab”. (HR Ibnu Abi Syaibah).
Sanad
hadis: mursal (Ibnu Abi Syaibah, 2008, vol. 11, hlm.
220; al-Iraqi, al-Mughni, 1995, vol. 1, hlm. 672).
Riwayat Keenam:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
زَنْجُوَيْهِ الْمُخَرِّمِيُّ، نَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ
الْعَسْقَلَانِيُّ، نَا عَبَّاسُ بْنُ طَالِبٍ، عَنْ حَيَّانَ بْنِ عُبَيْدِ
اللهِ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَتْ رَايَةُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ وَلِوَاءُهُ أَبْيَضَ، مَكْتُوبٌ فِيْهِ: لَا
إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ
“Telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Zanjuwaih
al-Mukharimi,
… dari Ibnu
Abas ra, ia berkata, “Bendera
Rasulullah Saw
berwarna hitam, sedang panjinya berwarna putih dan ada tulisan kalimat tauhid.” (HR Abu asy-Syekh).
Sanad
hadis: daif, menurut
mayoritas ulama (Abu asy-Syekh, 1998, vol. 2, hlm. 416); sangat daif, menurut
ibnu Hajar al-Asqalani. (ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 2001, vol.
6, hlm. 147).
Poin
penting dari sejumlah riwayat di atas:
1.
Pemakaian bendera sebagai simbol identitas kelompok masyarakat sudah ada jauh
sebelum Nabi Saw
menggunakannya. Dengan kata lain, penggunaan bendera adalah murni produk budaya
yang dikembangkan sesuai selera masing-masing komunitas masyarakat—meliputi
bentuk dan warna bendera, bukan produk syariat agama.
2. Merujuk pada sejumlah riwayat di atas, dijelaskan
bahwa bentuk bendera Nabi Saw adalah segi empat ‘bujur sangkar’ ( مُرَبَّعٌ
), bukan persegi
panjang ( مُسْتَطِيْلٌ). Bila informasi ini dianggap
sebagai hukum syariat agama, maka penggunaan bendera persegi panjang, yang
kemudian dinisbatkan sebagai bendera Nabi Saw tentu saja berdosa, karena
menyalahi dan mengingkari ketentuan asalnya.
3.
Terkait warna bendera Nabi Saw terjadi perbedaan, yakni warna hitam, kuning, merah, dan
putih. Seandainya beragam informasi di atas dapat dipakai semua ( الجمع
بين الأحاديث ), maka penjelasan yang bisa dikatakan, bahwa warna bendera Nabi Saw itu berubah-ubah sesuai kondisi dan
kebutuhan. (as-Sahrazuri, Muqadimah ibnu Shalah, 2006, hlm. 296).
4.
Terkait tulisan kalimat tauhid, mayoritas informasi yang ada menjelaskan, bahwa
yang bertuliskan kalimat tauhid adalah bendera Nabi SAW, semisal yang
dikeluarkan ibnu Hajar al-Asqalani:
كان مكتوبا على رايته: لَا إِلٰهَ
إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ
“Bendera
Nabi Saw bertuliskan kalimat
tauhid.” (Ibnu
Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 2001, vol. 6, hlm. 147).
Namun,
bagi penulis, hal tersebut menjadi aneh, karena term راية
masuk kategori lafal
muannas, sementara kata
ganti (dhamir) yang dipakai dalam informasi keenam merujuk pada lafal muzakkar, yakni term لواء
. Oleh karena itu, penulis berpandangan bahwa yang bertuliskan
kalimat tauhid bukanlah bendera Nabi Saw, melainkan panji Nabi Saw, itu saja kalau informasi keenam dapat
digunakan. Namun sayangnya, informasi keenam yang menjelaskan tulisan kalimat
tauhid tidak bisa dijadikan dasar hukum, kecuali bagi mereka yang tetap
memaksakannya sebagai dasar hukum.
Selain itu, yang perlu diperhatikan bahwa penggunaan bendera tidak ada
sangkut pautnya dengan syariat agama, begitu pula terkait bentuk ukuran dan
warnanya. Bukankah warna bendera para raja paska-khalifah pengganti Nabi Saw juga berbeda-beda?
1.
Dinasti Abasiah, mereka menggunakan bendera warna hitam. Namun, pemilihan warna
hitam bukan karena mengikuti informasi yang menjelaskan bila bendera Nabi SAW
berwarna hitam, melainkan sebagai tanda kesedihan atas gugurnya para syuhada
dari Bani Hasyim ( حزنا على
شهدائهم من بني هاشم ), disamping sebagai celaan pada Bani
Umayah yang telah membunuh mereka ( نعيا
على بني أمية في قتلهم ). Oleh karenya, bendera tersebut
dinamai al-musawwidah ( المسوِّدة ).
2.
Dinasti Fatimiah ( العُبَيْدِيُّون
), mereka memakai bendera berwarna putih, yang dinamai al-mubaiyidhah
( المُبَيِّضَة ).
3.
Khalifah al-Makmun, ia tidak menggunakan bendera warna hitam maupun putih,
melainkan menggunakan bendera warna hijau ( الْخَضْرَاء
). (Ibnu
Khaldun, al-Muqadimah, 2006, hlm. 202).
4.
Bahkan hingga sekarang, mayoritas negara-negara di Arab maupun Timur Tengah
menggunakan bendera yang berwarna-warni, ada yang hijau, merah, atau kombinasi
antara hijau-putih-hitam, dan lain sebagainya.
Bendera ISIS dan HTI sama dengan Bendera Rasulullah?
(Disarikan dari penjelasan Gus Nadir)
ISIS dan HTI sama-sama mengklaim bendera dan panji yang mereka miliki adalah sesuai dengan Liwa dan Rayah-nya Rasulullah. Benarkah? Tentu saja
tidak! Kalau klaim
mereka benar, kenapa bendera ISIS dan HTI berbeda design dan khat tulisan
arabnya?
Konteks
bendera dan panji yang dipakai Rasul sewaktu perang adalah untuk membedakan pasukan Rasul dengan
musuh. Bukan dipakai sebagai bendera negara. Jadi kalau ISIS dan HTI tiap saat
mengibarkan liwa dan rayah, apakah mereka mau perang terus? Kemana-mana kok mengibarkan bendera perang?
Bendera
ISIS dan HTI tidak memliki landasan yang kuat.
Tidak ada perintah dari Rasulullah Saw untuk kita mengangkat bendera semacam itu. Tidak ada kesepakatan mengenai
warnanya, apakah
ada tulisan atau kosong saja, dan tidak pula ada kesepakatan dalam praktik khilafah pada masa lalu, dan lebih lagi para ahli hadits, seperti Ibn Hajar, menganggap riwayatnya tidak sahih.
Katakanlah
ada tulisannya, maka tulisan khat zaman Rasul
dulu berbeda dengan yang ada di bendera
ISIS dan HTI. Zaman Rasul, tulisan Al-Qur’an
belum ada titik, dan khatnya masih khat pra-Islam, yaitu khat
kufi. Itulah sebabnya meski mirip,
namun bendera ISIS dan HTI itu beda khatnya. Kenapa? Itu karena tulisan
khat-nya rekaan mereka saja. Tidak ada contoh
yang otentik dan sahih bendera Rasul itu seperti
apa. Itu rekaan alias imajinasi orang-orang ISIS dan HTI berdasarkan hadits-hadits
yang tidak sahih.
Oleh karena itu jangan mau dibohongi oleh HTI dan ISIS. Perkara ini
bukan masuk kategori syari’ah yang harus
ditaati. Tidak usah ragu menurunkan bendera HTI dan ISIS.
Itu bukan bendera Islam, bukan bendera Tauhid.
Tapi ada tulisan
tauhidnya? Masak kita alergi dengan kalimat tauhid? Itu hanya akal-akalan
mereka saja. Untuk mengujinya gampang saja, kenapa HTI tidak mau mengangkat bendera ISIS dan kenapa orang ISIS tidak mau
mengibarkan bendera HTI, padahal
sama-sama ada kalimat Tauhid-nya? Itu karena sifat sebuah bendera di masa
modern ini sudah merupakan ciri khas perangkat dan simbol negara. Misalnya
warga Indonesia tidak mau mengangkat bendera Belanda atau lainnya. Bukan karena
benci dengan pilihan warna bendera mereka, tapi karena itu bukan bendera negara
kita.
Bendera itu
merupakan ciri khas sebuah negara. Apa HTI dan ISIS mau mengangkat bendera
berisikan kalimat Tauhid yang khat dan layout-nya berbeda dengan ciri khas
milik mereka? Atau angkat saja deh bendera Arab Saudi yang juga ada
kalimat Tauhidnya. Gimana? Gak bakalan mau kan. Karena bendera sudah menjadi
bagian dari gerakan mereka. Maka jelas bendera ISIS dan HTI bukan bendera
Islam, bukan bendera Rasul, tapi bendera ISIS dan HTI.
Itu sebabnya
Habib Luthfi bin Yahya dengan tegas meminta bendera HTI diturunkan dalam sebuah
acara. Mursyid yang juga keturunan Rasulullah ini paham benar dengan sejarah
dan status hadits soal bendera ini.
Wallahu a’lam