Telah sampai
kepada kita riwayat yang menyebutkan Sayidina Abu Bakar
Ash-Shiddiq ra pernah berkata dalam khutbahnya:
“Amma
ba’du…, wahai manusia, aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah
Yang Maha Agung, dalam setiap urusan dan dalam berbagai keadaan. Dan agar
kalian berpegang pada kebenaran, baik dalam hal yang engkau suka maupun yang
engkau benci.
Sesungguhnya
tidak ada kebaikan selain pada kejujuran dalam ucapan. Barangsiapa yang
berdusta, maka ia telah berbuat dosa, dan barangsiapa yang berbuat dosa maka ia
akan hancur.
Dan
janganlah kalian berbangga diri. Apa yang bisa kalian banggakan, sementara
kalian hanyalah makhluk yang tercipta dari tanah dan akhirnya akan kembali ke
tanah. Sekarang ia hidup dan esok ia mati. Ketahuilah dan persiapkanlah dirimu
menghadapi kematian. Jika engkau menghadapi sesuatu yang sulit bagimu untuk
memecahkannya, maka kembalikanlah (serahkanlah) ia kepada Allah. Antarkanlah
diri kalian pada kebaikan, niscaya kalian akan mendapatkan balasannya.
Maka,
bertakwalah kalian hai hamba-hamba Allah. Sadarilah bahwa Allah senantiasa
mengawasi kalian. Dan ambillah pelajaran dari orang-orang sebelum kalian.
Ketahuilah bahwa pertemuanmu dengan Rabbmu dan balasan atas segala amalanmu
adalah suatu kepastian, baik yang kecil maupun yang besar, kecuali apa yang
diampuni oleh-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kalian
bertanggung jawab atas diri kalian, dan aku memohon pertolongan kepada Allah.
Sungguh tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya.”
Tegukan
Hikmah:
Nasihat ini
termaktub dalam Kitab Al-Aqdul Farid, IV/57.
Dalam
khutbahnya ini, Sayidina Abu Bakar ra memberikan banyak nasihat kepada
kita. Beliau mengingatkan kita agar senantiasa bertakwa kepada Allah Swt dalam
keadaan apa pun dan selalu berpegang pada kebenaran meskipun terhadap sesuatu
yang mungkin kita merasa benci terhadapnya. Realisasi dari sikap takwa dan
selalu berpegang kepada kebenaran itu adalah dengan menghindarkan diri dari
perilaku dusta dan memilih untuk membiasakan diri berlaku jujur dalam ucapan
maupun perbuatan.
Nasihat lain
yang tak kalah pentingnya adalah agar kita menjauh dari sikap membanggakan
diri. Beliau mengingatkan pada kita bahwa kita hanyalah seorang makhluk yang
tercipta dari tanah dan pada akhirnya kelak akan kembali ke tanah. Dengan asal
mula yang demikian itu, lalu, apa yang membuat kita membanggakan diri? Ya, tak
ada seorang pun di antara manusia ini yang tak tersentuh kematian. Setiap kita,
apa pun status sosialnya, berapa pun kelimpahan harta yang diberikan Tuhan
padanya, sesungguhnya sedang menunggu waktu yang akan mengantarkan kita kembali
ke asal mula kejadian kita, yakni kembali ke tanah. Kalau seperti itu sudah
merupakan kepastian bagi kita, mengapa harus berbangga diri? Bukankah akan
lebih baik bagi kita untuk bersikap mempersiapkan diri guna menghadapi
saat-saat dikembalikannya kita ke tanah itu?
Sadarilah
bahwa kita bukanlah orang pertama yang menempati tempat kita berpijak saat ini.
Telah berlalu generasi ke generasi dari permukaan bumi ini. Lalu, di mana
mereka sekarang? Kalau Anda sudah mengetahui jawabannya, maka kelak pertanyaan
yang sama juga akan diajukan kepada anak cucu kita, dan kembali jawaban yang
sama akan diberikan. Oleh karena itu, mulai detik ini mohonlah perlindungan
kepada Allah agar Dia menjauhkan kita dari sikap membanggakan diri, karena
sungguh tak ada yang pantas kita banggakan dari diri ini.
0 comments:
Post a Comment