Bulan
Muharram termasuk bulan istimewa. Banyak dalil yang menunjukkan bahwa Allah dan
Rasul-Nya memuliakan bulan Muharram, di antaranya:
1.
Termasuk Empat Bulan Haram (Suci/Mulia)
Allah
SWT berfirman:
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
“Sesungguhnya bilangan bulan itu pada sisi Allah
adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan
bumi, di antaranya 4 bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS.
At-Taubah: 36).
Keterangan:
a. Yang dimaksud 4 bulan haram adalah Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, Muharram (3 bulan ini berturut-turut), dan Rajab.
b. Disebut bulan haram karena bulan itu dimuliakan
masyarakat Arab, sejak zaman jahiliyah hingga zaman Islam. Pada bulan-bulan
haram tidak boleh ada peperangan.
c. Az-Zuhri mengatakan:
كان المسلمون
يعظمون الأشهر الحرم
“Se”Dulu
para sahabat menghormati syahrul hurum.” (HR Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf,
no. 17301).
2. Dari Abu Bakar ra, bahwa Nabi Saw
bersabda:
اَلزَّمَانُ
قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا
عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ
وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman berputar
sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada 12 bulan.
Di antaranya ada 4 bulan haram (suci), 3 bulan berurutan: Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, dan Muharram; kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani
dan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim).
3. Dinamakan Syahrullah (Bulan
Allah)
Dari Abu Hurairah ra, Nabi
Saw bersabda:
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله الْمُحَرَّمُ
“Sebaik-baik puasa setelah (puasa)
Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram.” (HR
Muslim).
Keterangan:
a. Imam Nawawi mengatakan: “Hadits
ini menunjukkan bahwa bulan Muharram itu merupakan bulan yang sangat mulia
untuk melaksanakan puasa sunnah.” (Syarh Sahih Muslim, 8/55).
b. Imam As-Suyuthi mengatakan:
“Dinamakan Syahrullah –sedangkan bulan yang lain tidak mendapat gelar
tersebut—karena nama bulan ini, “Al-Muharram” adalah nama Islami. Berbeda
dengan (nama) bulan-bulan lainnya. Nama-nama bulan lainnya sudah ada sejak
zaman jahiliyah. Sementara, orang-orang jahiliyah dulunya menyebut Muharram itu
sebagai Shafar Awwal. Kemudian ketika Islam dating Allah menggantinya dengan
nama Muharram, sehingga nama bulan ini disandarkan Allah pada nama-Nya, yakni Syahrullah.”
(Syarh Suyuthi ‘ala Shahih Muslim, 3/252).
c. Bulan ini juga dinamakan Syahrullah
al Asham (شهر الله الأصم) yang maknanya bulan Allah yang
sunyi. Disebut demikian karena sangat terhormatnya bulan ini (Lathaif
al-Ma’arif, h. 34), karena itu tidak boleh ada sedikitpun friksi dan
konflik di bulan ini.
4. Hari ‘Asyura: Hari yang Sangat
Dimuliakan oleh
Umat Beragama
Orang Yahudi memuliakan hari ini,
karena hari ‘Asyura adalah hari kemenangan Musa bersama Bani Israil dari
penjajahan Fir’aun dan balatentarannya. Dari Ibnu Abbas ra, beliau
menceritakan:
لَمَّا
قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا، يَعْنِى عَاشُورَاءَ، فَقَالُوا
هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ، وَهُوَ يَوْمٌ نَجِّى اللهُ فِيهِ مُوسَى، وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ،
فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ. فَقَالَ « أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ ». فَصَامَهُ
وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Ketika Nabi Saw tiba di Madinah,
beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari ‘Asyura. Beliau bertanya,
“Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah
menyelamatkan Musa (dan Bani Israil) dari musuhnya, dan (hari) ditenggelamkannya
Fir’aun, sehingga Musa pun berpuasa pada hari ini sebagai wujud syukurnya
kepada Allah. Kemudian Nabi Saw bersabda, “Kami (kaum Muslimin) lebih layak
menghormati Musa daripada kalian.” Selanjutnya Nabi Saw berpuasa dan
memerintahkan para sahabat untuk puasa.” (HR
Bukhari).
5. Kata Para Ulama, Muharram adalah
Bulan Paling Mulia Setelah Ramadhan
Imam al-Hasan al-Bashri berkata:
إن الله
افتتح السنة بشهر حرام وختمها بشهر حرام فليس شهر فى السنة بعد شهر رمضان أعظم عند
الله من المحرم وكان يسمى شهر الله الأصم من شدة تحريمه
“Allah membuka awal tahun dengan
bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun (juga) dengan bulan haram
(Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih
mulia di sisi Allah daripada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan
Syahrullah al Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan
ini.” (Lathaif al Ma’arif, h. 34).
6. Anjuran Memperbanyak Puasa di
Bulan Muharram
Dari Abu Hurairah ra, Nabi
Saw bersabda:
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله الْمُحَرَّمُ
“Sebaik-baik puasa setelah (puasa)
Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram.” (HR
Muslim).
7. Anjuran Puasa ‘Asyura (10
Muharram)
Dari Abu Musa al Asy’ari ra, beliau
berkata:
كَانَ
يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَعُدُّهُ الْيَهُوْدُ عِيْدًا، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصُوْمُوْهُ أَنْتُمْ
“Dulu hari Asyura’ dijadikan orang
Yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi Saw bersabda, “Puasalah kalian.” (HR
Bukhari).
Dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata:
مَا رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ
عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي
شَهْرَ رَمَضَانَ
“Tidak pernah aku melihar Nabi Saw
sengaja berpuasa pada suatu hari yang beliau istimewakan dibanding hari-hari
lainnya kecuali hari ‘Asyura dan bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Qatadah al Anshari ra,
beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
وَصِيَامُ
يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Adapun puasa pada hari ‘Asyura, aku
memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun
sebelumnya.” (HR Muslim).
Keterangan:
Puasa ‘Asyura merupakan puasa
pertama yang diwajibkan dalam Islam, sebelum puasa Ramadhan disyariatkan.
Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz ra,
beliau berkata:
أَرْسَلَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى
الْأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ، مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ
صَوْمَهُ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ. فَكُنَّا
بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ
اللَّهُ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ،
فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ
“Suatu pagi di hari ‘Asyura,
Rasulullah Saw mengirim utusan ke perkampungan orang Anshar yang berada di
sekitar Madinah untuk menyampaikan pengumuman: “Barangsiapa yang (sudah)
berpuasa sejak pagi hari hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Barangsiapa yang
tidak berpuasa, hendaklah ia berpuasa setelah mendengar pengumuman ini.”
(Rubayyi’ berkata) “Sejak saat itu kami berpuasa di hari ‘Asyura dan kami suruh
pula anak-anak kecil kami (untuk berpuasa), insya Allah. Kami bawa mereka ke
masjid dan kami buatkan untuk mereka mainan yang terbuat dari bulu. Apabila ada
di antara mereka yang menangis minta makan, maka kami berikan mainan itu
padanya. Begitu seterusnya hingga tiba waktu berbuka.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Setelah Allah mewajibkan puasa
Ramadhan, maka puasa ‘Asyura menjadi puasa sunnah. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan ‘Aisyah ra:
كَانَ
يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ. فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ
وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ
شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
“Dulu hari ‘Asyura dijadikan sebagai
hari berpuasa oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah dan Rasulullah Saw
melaksanakannya. Ketika beliau sudah tinggal di Madinah beliau tetap
melaksanakannya dan memerintahkan orang-orang untuk melaksanakannya pula.
Setelah diwajibkan puasa Ramadhan beliau meninggalkannya. Maka barangsiapa yang
ingin puasa (‘Asyura) silakan berpuasa, dan barangsiapa yang tidak mau silakan
meninggalkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Puasa Tasu’a (9 Muharram)
Dari Ibnu Abbas ra, beliau
bercerita:
حِينَ
صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَأَمَرَ
بِصِيَامِهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ
وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا
كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ. قَالَ
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Saat Rasulullah berpuasa pada hari
'Asyura dan (beliau) juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa. Para
sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan
oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah Saw bersabda: "Tahun
depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)."
Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah Saw wafat.” (HR
Muslim).
9. Adakah Anjuran untuk Berpuasa
pada Tanggal 11 Muharram?
Sebagian ulama berpendapat
dianjurkan melaksanakan puasa pada tanggal 11 Muharram, setelah puasa ‘Asyura.
Hal ini berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas ra yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw:
صُوْمُوْا
يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَخَالِفُوْا فِيْهِ الْيَهُوْدَ؛ صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا
أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
“Berpuasalah kalian pada hari
‘Asyura, dan selisihilah kaum Yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau sehari
sesudahnya.” (HR Ahmad, al Humaidi dalam Musnad-nya,
dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya).[1]
Hadits ini juga dikuatkan oleh
hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dalam Sunan al Kubra
dengan lafazh:
صُوْمُوْا
قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
“Puasalah sehari sebelumnya atau
sehari sesudahnya.”
Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani menjelaskan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al Baihaqi ini sanadnya dhaif karena ada seorang rawi bernama Muhammad bin Abi Laila yang dipandang lemah. Akan tetapi dia tidak sendirian. Hadits ini memiliki jalur penguat dari Shalih bin Abi Shalih bin Hay.
Sebagian ulama ada yang begitu ketat
untuk tidak menggunakan hadits dhaif dalam hal apapun, sehingga mereka
menyatakan bahwa puasa pada tanggal 11 Muharram itu tidak disyariatkan. Namun
perlu diingat bahwa puasa pada tanggal 11 Muharram bisa saja diniatkan untuk
memperbanyak puasa pada bulan Muharram atau untuk menggenapkan puasa 3 hari
dalam setiap bulan. Tentu saja hal yang demikian itu tidak mengapa. Bahkan,
orang yang melaksanakan puasa dengan cara demikian dipandang sebagai orang yang
melakukan amalan sunnah dan insya Allah terhitung sebagai shiyam dahr.
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash
ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
وَصُمْ
مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَذَلِكَ
مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ
“Puasalah 3 hari dalam setiap bulan.
Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya 10 kali lipat, seolah ia seperti
berpuasa sepanjang tahun.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud
dan Nasa’i).
Memang puasa 3 hari dalam setiap
bulan itu disunnah dilaksanakan pada ayyam al bidh (hari-hari putih),
yakni tanggal 13, 14 dan 15 dari bulan Hijriyah. Hal ini berdasarkan hadits
yang bersumber dari Abi Dzar ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
يَا أَبَا
ذَرٍِّ، إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ؛ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ
وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Wahai Abi Dzar, jika engkau ingin
berpuasa 3 hari pada setiap bulan, maka berpuasalah pada hari ke-13, 14, dan
15.” (HR Turmudzi, dan beliau mengatakan hadits hasan).
Dari Jabir bin Abdullah ra, ia
mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
صِيَامُ
ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ، وَأَيَّامُ الْبِيْضِ صَبِيْحَةَ
ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Puasa 3 hari setiap bulan adalah
puasa dahr (puasa setahun). Dan puasa ayyam al bidh (hari-hari putih) adalah
(puasa pada) hari ke-13, 14 dan 15.” (HR Nasa’i).
Keterangan:
Bagaimana Hukum Jika Shiyam al
Dahr Tidak Dilaksanakan Pada Ayyam al Bidh?
Hukumnya, boleh. Shiyam al Dahr tidak
mengapa dilaksanakan di luar Ayyam al Bidh. Ia bisa dilaksanakan di awal
bulan ataupun di akhir bulan, atau pada hari-hari yang kita bisa
melaksanakannya. Dalilnya adalah hadits shahih berikut ini:
عَنْ
يَزِيدَ الرِّشْكِ قَالَ حَدَّثَتْنِي مُعَاذَةُ الْعَدَوِيَّةُ أَنَّهَا سَأَلَتْ
عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَكَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ؟ قَالَتْ
نَعَمْ. فَقُلْتُ لَهَا مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كَانَ يَصُومُ؟ قَالَتْ لَمْ
يَكُنْ يُبَالِي مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ
“Dari Yazid al Risyk, ia berkata,
telah menceritakan kepadaku Mu’adzah al Adawiyah, bahwa ia (pernah) bertanya
kepada ‘Aisyah istri Nabi Saw, “Apakah Rasulullah Saw (biasa) berpuasa 3 hari
dalam setiap bulan?” ‘Aisyah menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, “Pada tanggal
berapa saja beliau berpuasa (3 hari setiap bulan)?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau
tidak terlalu mempersoalkan hal itu.” (HR Muslim).
Di samping itu, melaksanakan puasa 3
hari (9, 10, dan 11) pada bulan Muharram masuk dalam cakupan hadits yang
menganjurkan untuk memperbanyak puasa selama di bulan Muharram, sebagaimana
yang dinyatakan dalam hadits:
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله الْمُحَرَّمُ
“Sebaik-baik puasa setelah (puasa)
Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram.” (HR
Muslim).
10. Tingkatan Puasa Terkait dengan
Puasa ‘Asyura
Ibnul Qayyim Jauziyyah dalam Zadul
Ma’ad, 2/72, mengatakan ada 3 tingkatan puasa terkait puasa ‘Asyura:
a. Tingkat paling sempurna, yakni
puasa sebanyak 3 hari (9, 10, dan 11 Muharram).
b. Tingkat kedua, yakni puasa
sebanyak 2 hari (9 dan 10 Muharram).
c. Tingkat ketiga, yakni puasa hanya
1 hari (10 Muharram).
11. Peristiwa Bersejarah Pada
Tanggal 10 Muharram
1)
Nabi Adam As
Setelah
beratus-ratus tahun lamanya Nabi Adam As meminta ampunan dan bertobat kepada
Allah Swt, maka pada hari yang bersejarah yaitu tanggal 10 Muharram Allah Swt
telah menerima taubat Nabi Adam As. Inilah salah satu penghormatan kepada Nabi
Adam As. Ratusan tahun bertobat. Begitu lama sekali Nabiyullah Adam As
melakukan tobat ini.
2)
Nabi Idris As
Pada tanggal
10 Muharram, Nabi Idris As telah dibawa ke langit sebagai tanda bahwa Allah Swt
telah menaikkan derajatnya beliau.
3)
Nabi Nuh As
Pada
tanggal 10 Muharram, perahu Nabi Nuh As mulai berlabuh, karena banjir yang
melanda seluruh alam di mana hanya ada 40 keluarga saja yang ikut. Kita ini
merupakan anak cucu dari 40 keluarga tersebut, dan ini merupakan penghormatan
kepada Nabi Nuh As karena 40 keluarga ini saja yang selamat dan dipilih oleh
Allah Swt. Selain 40 keluarga itu, mereka adalah orang-orang yang ingkar kepada
Nabi Nuh As.
4)
Nabi Ibrahim As.
Pada
tanggal 10 Muharram, Nabiyullah Ibrahim As diangkat sebagai kekasih Allah (khalilulah)
dan juga hari di mana Nabi Ibrahim diselamatkan dari api yang dinyalakan oleh
Raja Namrud. Nabi Ibrahim As diberi penghormatan dengan cara Allah
memerintahkan kepada api supaya menjadi dingin dan tidak membakar Nabi Ibrahim As,
hingga selamatlah Nabi Ibrahim As dari kekejaman Namrud. Sungguh sesuatu yang
di luar nalar manusia, namun begitulah adanya, api dicipta oleh Allah Swt dan
Allah sajalah yang mampu menundukkannya.
5)
Nabi Daud As
Pada
tanggal 10 Muharram, Allah Swt menerima taubat Nabi Daud As. Seperti riwayat
yang telah ada bahwa Nabi Daud As ini sudah memiliki istri 99 orang, namun
karena masih ingin memiliki istri lagi, maka istri orang hampir saja
direbutnya. Untung saja Nabi Daud As segera ditegur oleh Malaikat yang diutus
oleh Allah Swt. Malaikat ini menyamar sebagai manusia bisa dan menyindir atas
perbuatan Nabi Daud As. Oleh karenanya, sadarlah Nabi Daud As atas perbuatannya
dan memohon ampunan kepada Allah Swt. Sebagai penghormatan kepada Nabi Daud As,
maka Allah Swt mengampuni beliau pada tanggal 10 Muharram.
6)
Nabi Isa As
Pada
tanggal 10 Muharram, Allah Swt mengangkat Nabi Isa As ke langit. Dan Allah Swt
menukar Nabi Isa As dengan Yahuza. Ini adalah suatu bentuk penghormatan kepada
Nabi Isa As dari kekejaman kaum Bani Israil.
7)
Nabi Musa As dengan Tongkat yang Menjadi Ular Besar
Pada
tanggal 10 Muharram, Allah Swt telah menyelamatkan Nabi Musa dari kekejaman
raja Fir'aun dengan mengaruniakan mukjizat. Mukjizatnya adalah tongkat yang
dapat menjadi ular besar yang memakan semua ular-ular para ahli sihir Fir'aun.
8)
Nabi Musa As dengan Tongkat Membelah Lautan
Pada
tanggal 10 Muharram, Nabi Musa As diberi mukjizat untuk membelah lautan untuk
dilalui tentara Nabi Musa As dan pada tanggal itu pula Fir'aun ditenggelamkan
di tengah lautan. Mukjizat yang dikaruniakan Allah Swt kepada Nabi Musa As ini
merupakan satu penghormatan kepada Nabi Musa As. Nabi Musa As dengan Haman dan
Qarun. Pada tanggal 10 Muharram, doa Nabi Musa as untuk mengubur semua harta
Qarun dikabulkan oleh Allah Swt.
9)
Nabi Yunus As
Pada
tanggal 10 Muharram Nabi Yunus As telah dikeluarkan dari perut ikan Nun setelah
berada dalam perut ikan selama 40 hari. Allah Swt telah memberikan hukuman
secara tidak langsung kepada Nabi Yunus As dengan cara ikan Nun menelannya.
Namun pada akhrinya Allah Swt menerima tobat beliau dan mengeluarkannya dari
perut ikan itu.
10)
Nabi Sulaiman As
Pada
tanggal 10 Muharram, Allah SWT telah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman.
Tanggal itu merupakan suatu penghormatan kepada beliau. Akhirnya sebagai bentuk
rasa syukur, Nabi Sulaiman berpuasa dan beriibadah kepada Allah SWT.
0 comments:
Post a Comment