Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Sunday, September 9, 2018

Pasal tentang Adab-adab Persiapan Shalat

آدَابُ اْلاِسْتِعْدَادِ لِسَائِرِ الصَّلَوَاتِ


Adab-Adab Persiapan Shalat

يَنْبَغِيْ أَنْ تَسْتَعِدَّ لِصَلاَةِ الظُّهْرِ قَبْلَ الزَّوَالِ، فَتُقَدِّمَ الْقَيْلُوْلَةَ إِنْ كَانَ لَكَ قِيَامٌ فِي اللَّيْلِ أَوْ سَهَرٌ فِي الْخَيْرِ؛ فَإِنَّ فِيْهَا مَعُوْنَةً عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ، كَمَا أَنَّ فِي السَّحُوْرِ مَعُوْنَةً عَلَى صِيَامِ النَّهَارِ، وَالْقَيْلُوْلَةُ مِنْ غَيْرِ قِيَامِ بِاللَّيْلِ كَالسُّحُوْرِ مِنْ غَيْرِ صِيَامٍ بِالنَّهَارِ
Seyogyanya engkau telah mempersiapkan diri untuk menunaikan shalat Zhuhur sebelum matahari tergelincir. Awali dengan melakukan tidur qailulah,[1] bila engkau hendak mengerjakan shalat malam atau begadang di malam hari untuk suatu kebaikan. Sesungguhnya tidur qailulah akan dapat membantumu untuk bisa bangun di malam hari, seperti halnya sahur yang dapat membantu terlaksananya puasa di siang hari. Namun demikian, bila engkau melakukan tidur qailulah tetapi tidak menunaikan shalat malam, keadaanmu seperti orang yang sahur namun tidak berpuasa di siang hari.

فَإِذَا قُلْتَ، فَاجْتَهِدْ أَنْ تَسْتَيْقِظَ قَبْلَ الزَّوَالِ، وَتَتَوَضَّأَ، وَتَحْضُرَ الْمَسْجِدَ، وَتُصَلِّيَ تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ، وَتَنْتَظِرَ الْمُؤَذِّنَ فَتُجِيْبَهُ، ثُمَّ تَقُوْمُ فَتُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ عَقِبَ الزَّوَالِ، كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُطَوِّلُهُنَّ وَيَقُوْلُ: هَذَا وَقْتٌ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ لِيْ فِيْهِ عَمَلٌ صَالِحٌ. وَهَذِهِ اْلأَرْبَعُ قَبْلَ الظُّهْرِ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ؛ فَفِي الْخَبَرِ: مَنْ صَلاَّهُنَّ فَأَحْسَنَ رُكُوْعَهُنَّ وَسُجُوْدَهُنَّ صَلَّى مَعَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ إِلَى اللَّيْلِ
Apabila engkau melakukan tidur qailulah, hendaklah engkau berusaha untuk bangun sebelum matahari tergelincir. Kemudian berwudhulah dan segera langkahkah kakimu menuju masjid. Begitu sampai di masjid, lakukanlah shalat sunnah tahiyyat masjid, lalu tunggulah hingga muadzin mengumandangkan adzan dan jawablah seruan adzannya itu. Kemudian hendaklah engkau berdiri guna menunaikan shalat sunnah empat rakaat setelah matahari tergelincir.[2] Di dalam hadits telah dijelaskan bahwa Rasulullah SAW melaksanakan shalat ini dalam waktu yang cukup lama. Beliau bersabda: “Inilah waktu dibukanya pintu-pintu langit, dan aku suka bila amal shalihku diangkat pada waktu ini.”[3] Shalat empat rakaat sebelum zhuhur ini hukumnya adalah sunnah muakkadah.[4] Dalam sebuah hadits disebutkan: “Barangsiapa yang melaksanakan shalat empat rakaat sebelum zhuhur dengan membaguskan (menyempurnakan) rukuk dan sujudnya, maka tujuh puluh ribu malaikat akan shalat bersamanya seraya memohonkan ampun untuknya hingga waktu malam tiba.”

ثُمَّ صَلِّ الْفَرْضَ مَعَ اْلإِمَامِ، ثُمَّ صَلِّ بَعْدَ الْفَرْضِ رَكْعَتَيْنِ؛ فَهُمَا مِنَ الرَّوَاتِبِ الثَّابِتَةِ، وَلاَ تَشْتَغِلْ إِلَى الْعَصْرِ إِلاَّ بِتَعَلُّمِ عِلْمٍ، أَوْ إِعَانَةِ مُسْلِمٍ، أَوْ قِرَاءَةِ قُرْآنٍ، أَوْ سَعْيٍ فِيْ مَعَاشٍ لِتَسْتَعِيْنَ بِهِ عَلَى دِيْنِكَ، ثُمَّ صَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الْعَصْرِ؛ فَهِيَ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ؛ فَقَدْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَّى أَرْبَعًا قَبْلَ الْعَصْرِ. فَاجْتَهِدْ أَنْ يَنَالَكَ دُعَاؤُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Kemudian tunaikanlah shalat Zhuhur bersama imam. Setelah itu shalatlah dua rakaat setelah Zhuhur karena ia termasuk shalat rawatib yang ditetapkan oleh syariat. Setelah semua itu engkau laksanakan, janganlah engkau menyibukkan diri hingga tiba waktu Ashar kecuali belajar memperdalam ilmu, atau membantu sesama Muslim, atau membaca al-Qur’an, atau berikhtiar mencari rezki (penghidupan) yang dengannya urusan agamamu menjadi tertolong. Selanjutnya, jika waktu Ashar telah tiba, laksanakanlah shalat empat rakaat sebelum Ashar; hukumnya adalah sunnah muakkadah. Rasulullah SAW bersabda: “(Semoga) Allah mengasihi orang-orang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar.”[5] Oleh karena itu, berusahalah agar engkau memperoleh doa Rasulullah SAW tersebut.

وَلاَ تَشْتَغِلَ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلاَّ بِمِثْلِ مَا سَبَقَ قَبْلَهُ، وَلاَ يَنْبَغِيْ أَنْ تَكُوْنَ اَوْقَاتُكَ مُهْمَلَةً، فَتَشْتَغِلَ فِيْ كُلِّ وَقْتٍ بِمَا اتَّفَقَ كَيْفَ اتَّفَقَ، بَلْ يَنْبَغِيْ أَنْ تُحَاسِبَ نَفْسَكَ، وَتُرَتِّبَ أَوْرَادَكَ وَوَظَائِفَكَ فِيْ لَيْلِكَ وَنَهَارِكَ، وَتُعَيِّنَ لِكُلِّ وَقْتٍ شُغْلاً لاَ تَتَعَدَّاهُ وَلاَ تُؤْثِرُ فِيْهِ سِوَاهُ، فَبِذَلِكَ تَظْهَرُ بَرَكَةُ اْلأَوْقَاتِ
Setelah shalat Ashar, janganlah engkau menyibukkan dirimu kecuali dengan hal-hal yang telah kami sebutkan sebelumnya.[6] Tidak seharusnya waktu yang engkau punya terbuang sia-sia tanpa sesuatu yang bermanfaat. Mestinya engkau mengisi setiap waktu yang ada dengan hal-hal yang baik dan yang lebih baik lagi. Bahkan waktu luangmu itu seharusnya engkau pergunakan untuk melakukan muhasabah atas dirimu sendiri, menertibkan wirid-wiridmu dan menata kegiatanmu baik di waktu malam maupun di waktu siang. Isilah setiap waktu yang bergulir dengan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat, jangan biarkan ia kosong dan tak berguna. Dengan cara demikian, maka engkau akan menyaksikan keberkahan waktu bagimu.

فَأَمَّا إِذَا تَرَكْتَ نَفْسَكَ سُدًى مُهْمِلاً، إِهْمَالَ الْبَهَائِمِ، لاَ تَدْرِيْ بِمَاذَا تَشْتَغِلُ فِيْ كُلِّ وَقْتٍ، فَيَنْقَضِيْ أَكْثَرُ أَوْقَاتِكَ ضَائِعًا، وَأَوْقَاتُكَ عُمُرُكَ، وَعُمُرُكَ رَأْسُ مَالِكَ، وَعَلَيْهِ تِجَارَتُكَ، وَبِهِ وُصُوْلُكَ إِلَى نَعِيْمِ دَارِ اْلأَبَدِ فِيْ جِوَارِ اللهِ تَعَالَى؛ فَكُلُّ نَفْسٍ مِنْ أَنْفَاسِكَ جَوْهَرَةٌ لاَ قِيْمَةَ لَهَا؛ إِذْ لاَ بَدَلَ لَه، فَإِذَا فَاتَ فَلاَ عَوْدَ لَه
Apabila engkau biarkan dirimu menganggur tanpa kegiatan apa pun, sebagaimana halnya hewan yang menganggur, tanpa mengetahui apa saja hal yang bisa engkau kerjakan untuk mengisi setiap waktumu, maka sebagian besar waktumu akan sia-sia dan hilang dengan percuma. Padahal waktu yang kau miliki itu hakikatnya adalah umurmu, sedangkan umurmu adalah modal utama kehidupanmu. Padanya bergantung untung rugi perniagaan akhiratmu, dan dengannya engkau akan sampai pada kenikmatan abadi kehidupan akhirat di sisi Allah SWT. Setiap nafas dari rangkaian tarikan dan hembusan nafasmu laksana permata yang tak ternilai harganya. Tak ada sesuatu pun yang dapat menggantikannya. Apabila ia telah keluar, maka tak mungkin lagi baginya untuk kembali. 

فَلاَ تَكُنْ كَالْحَمْقَى الْمَغْرُوْرِيْنَ، الَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ كُلَّ يَوْمٍ بِزِيَادَةِ أَمْوَالِهِمْ مَعَ نُقْصَانِ أَعْمَارِهِمْ، فَأَيِّ خَيْرٍ فِيْ مَالٍ يَزِيْدُ، وَعُمُرٍ يَنْقُصُ؟
Maka janganlah engkau seperti orang-orang dungu yang mudah tertipu, yang merasa gembira karena setiap hari jumlah harta mereka bertambah, padahal pada saat yang sama umur mereka berkurang. Lalu, kebaikan seperti apakah yang ada pada keadaan seperti itu, harta bertambah namun usia berkurang?

وَلاَ تَفْرَحْ إِلاَّ بِزِيَادَةِ عِلْمٍ أَوْ عَمَلٍ صَالِحٍ؛ فَإِنَّهُمَا رَفِيْقَاكَ يَصْحَبَانِكَ فِي الْقَبْرِ، حَيْثُ يَتَخَلَّفُ عَنْكَ أَهْلُكَ وَمَالُكَ، وَوَلَدُكَ، وَأَصْدِقَاؤُكَ
Janganlah engkau merasa gembira kecuali dengan bertambahnya ilmu atau amal shalih. Karena keduanya adalah kawan setia yang akan menemanimu di alam kubur, kelak pada saat keluarga, harta, anak-anak dan teman-temanmu berpaling dan meninggalkanmu. 

ثُمَّ إِذَا اصْفَرَّتِ الشَّمْسُ، فَاجْتَهِدْ أَنْ تَعُوْدَ إِلَى الْمَسْجِدِ قَبْلَ الْغُرُوْبِ، وَتَشْتَغِلَ بِالتَّسْبِيْحِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ؛ فَإِنَّ فَضْلَ هَذَا الْوَقْتِ كَفَضْلِ مَا قَبْلَ الطُّلُوْعِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوْبِهَا
Kemudian apabila matahari telah menyiratkan warna kuning (jingga),[7] berusahalah engkau untuk kembali ke masjid sebelum matahari terbenam. Sibukkan dirimu dengan membaca tasbih dan istighfar. Karena keutamaan waktu ini sama seperti keutamaan waktu sebelum terbitnya matahari. Allah SWT berfirman: “Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya.”[8]

وَاقْرَأْ قَبْلَ غُرُوْبِ الشَّمْسِ: وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ
Selain itu, bacalah sejumlah surat berikut ini sebelum matahari terbenam, yakni: Wasy-syamsi wa dhuhaaha (surat asy-Syams), wal laili idzaa yaghsyaa (surat al-Layl) dan al-Mu’awwidzatain (surat al-Falaq dan surat an-Nas). 

وَلْتَغْرُبْ عَلَيْكَ الشَّمْسُ وَأَنْتَ فِي اْلاِسْتِغْفَارِ، فَإِذَا سَمِعْتَ اْلأَذَانَ فَاَجِبْهُ، وَقُلْ بَعْدَهُ: اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِنْدَ إِقْبَالِ لَيْلِكَ، وَإِدْبَارِ نَهَارِكَ، وَحُضُوْرِ صَلاَتِكَ، وَأَصْوَاتِ دُعَاتِكَ[9] أَنْ تُؤْتِيَ مُحَمَّدً الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَالشَّرَفَ وَالدَّرَجَةَ الرَّفِيْعَةَ، وَابْعَثْهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُوْدَ الَّذِيْ وَعَدْتَهُ، إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ. وَالدُّعَاءُ كَمَا سَبَقَ
Selanjutnya, hendaklah engkau membaca istighfar hingga matahari terbenam. Apabila engkau mendengar kumandang adzan, maka jawablah. Setelah itu bacalah doa berikut ini: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu pada saat datangnya waktu malam-Mu, di saat berlalunya waktu siang-Mu, pada saat datangnya waktu shalat-Mu, di saat terdengarnya seruan para pendoa kepada-Mu.[10] Karuniakanlah kepada Nabi Muhammad SAW wasilah, keutamaan, kemuliaan, dan derajat yang tinggi. Dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang tidak akan mengingkari janji.” Yakni doa adzan sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

ثُمَّ صَلِّ الْفَرْضَ بَعْدَ جَوَابِ الْمُؤَذِّنِ وَاْلاِقَامَةِ، وَصَلِّ بَعْدَه قَبْلَ أَنْ تَتَكَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ، فَهُمَا رَاتِبَةُ الْمَغْرِبِ، وَإِنْ صَلَّيْتَ بَعْدَهُمَا أَرْبَعًا تُطِيْلُهُنَّ، فَهُنَّ أَيْضًا سُنَّة
Setelah engkau selesai menjawab adzan dan iqamah, tunaikanlah shalat Maghrib berjamaah. Setelah itu, sebelum engkau berkata-kata, lakukanlah shalat sunnah dua rakaat. Yakni shalat rawatib ba’diyyah Maghrib. Dan apabila setelah itu engkau menunaikan lagi shalat sunnah empat rakaat dengan keadaan yang lebih panjang (lama), maka hal itu pun termasuk yang disunnahkan. 

وَإِنْ أَمْكَنَكَ أَنْ تَنْوِيَ اْلاِعْتِكَاف إِلَى الْعِشَاءِ، وَتُحْيِىَ مَا بَيْنَ الْعِشَاءَيْنِ بِالصَّلاَةِ فَافْعَلْ، فَقَدْ وَرَدَ فِيْ فَضْلِ ذَلِكَ مَا لاَ يُحْصَى، وَهِيَ نَاشِئَةُ اللَّيْلِ؛ لِأَنَّهَا أَوَّلُ نَشْأَةٍ، وَهِيَ صَلاَةُ اْلأَوَّابِيْنَ، وَسُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: تَتَجَافَى جُنُوْبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ، فَقَالَ: هِيَ الصَّلاَةُ مَا بَيْنَ الْعِشَاءَيْنِ؛ فَإِنَّهَا تَذْهَبُ بِمُلاَغَاتِ النَّهَارِ وَتُهَذِّبُ آخِرَهُ
Jika memungkinkan bagimu untuk melakukan i’tikaf hingga waktu shalat Isya tiba dan menghidupkan waktu antara Maghrib dan Isya dengan shalat sunnah, maka lakukanlah. Sungguh di antara kedua waktu itu ada keutamaan yang tiada ternilai harganya. Waktu itu disebut Nasyiatul Layli, yakni permulaan malam. Shalat yang dikerjakan pada waktu itu adalah shalat sunnah Awwabin.[11] Rasulullah SAW pernah ditanya tentang firman Allah SWT: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,” maka beliau bersabda: “Maksudnya adalah melaksanakan shalat sunnah antara waktu Maghrib dan Isya; karena sesungguhnya shalat di antara kedua waktu tersebut dapat menghilangkan segala perbuatan yang tak berguna yang dilakukan di siang hari dan memperbaikinya. 

فَإِذَا دَخَلَ وَقْتُ الْعِشَاءِ، فَصَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الْفَرْضِ إِحْيَاءً لِمَا بَيْنَ اْلأَذَانَيْنِ فَفَضْلُ ذَلِكَ كَثِيْرٌ، وَفِي الْخَبَرِ أَنَّ: الدُّعَاءَ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلاِقَامَةِ لاَ يُرَدُّ
Apabila waktu shalat Isya telah masuk, maka lakukanlah shalat sunnah empat rakaat sebelum Isya guna menghidupkan waktu antara adzan dan iqamah, karena di waktu itu terdapat keutamaan yang sangat banyak. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa: “Doa antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak.”[12]

ثُمَّ صَلِّ الْفَرْضَ، وَصَلِّ الرَّاتِبَةَ رَكْعَتَيْنِ، وَاقْرَأْ فِيْهِمَا سُوْرَةَ: الم السَّجْدَة، وَتَبَارَكَ الْمُلْكَ؛ أَوْ سُوْرَة يس، وَ الدُّخَان، فَذَلِكَ مَأْثُوْرٌ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kemudian tunaikanlah shalat Isya secara berjamaah. Lalu lakukan juga shalat sunnah rawatib dua rakaat sesudahnya. Dalam shalat ba’diyyah Isya tersebut bacalah di dalamnya surat as-Sajdah dan surat al-Mulk; atau surat Yasin dan surat ad-Dukhan. Yang demikian itu berasal dari amalan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

وَصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، فَفِي الْخَبَرِ مَا يَدُلُّ عَلَى عَظِيْمِ فَضْلِهَا. ثُمَّ صَلِّ الْوِتْرَ بَعْدَهَا ثَلاَثًا بِتَسْلِيْمَتَيْنِ أَوْ بِتَسْلِيْمَةٍ وَاحِدَةٍ. وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأْ فِيْهَا سُوْرَةَ سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى، وَقُلْ يَأَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ، وَاْلاِخْلاَص وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ[13]
Setelah itu lakukanlah shalat sunnah empat rakaat, karena terdapat hadits yang menjelaskan betapa besar keutamaan yang ada padanya. Jika shalat sunnah empat rakaat itu telah selesai engkau lakukan, lanjutkanlah dengan melakukan shalat witir tiga rakaat dengan dua kali salam atau satu kali salam. Dalam shalat witir biasanya Rasulullah membaca surat al-A’la (rakaat pertama), surat al-Kafirun (rakaat kedua), dan al-Ikhlas, al-Falaq serta an-Nas (pada rakaat ketiga).

فَإِنْ كُنْتَ عَازِمًا عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ، فَأَخِّرِ الْوِتْرَ، لِيَكُوْنَ آخِرَ صَلاَتِكَ بِاللَّيْلِ وِتْرًا، ثُمَّ اشْتَغِلْ بَعْدَ ذَلِكَ بِمُذَاكَرَةِ عِلْمٍ أَوْ مُطَالَعَةِ كِتَابٍ، وَلاَ تَشْتَغِلْ بِاللَّهْوِ وَاللَّعِبِ، فَيَكُوْنُ ذَلِكَ خَاتِمَةُ أَعْمَالِكَ قَبْلَ نَوْمِكَ؛ فَإِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِخَوَاتِيْمِهَا
Apabila engkau berniat untuk menunaikan shalat malam, maka akhirkanlah witirmu. Yang demikian itu agar akhir shalatmu di malam hari adalah shalat witir. Setelah itu sibukkan dirimu dengan mempelajari ilmu dan menelaah kitab, dan janganlah engkau melakukan hal-hal yang sia-sia dan tak berguna. Dengan demikian engkau telah menjadikan mempelajari ilmu dan menelaah kitab sebagai penutup aktivitasmu di hari itu sebelum engkau beranjak tidur. Sesungguhnya amal itu tergantung pada bagaimana penutupnya.


[1] Tidur sejenak sebelum tibanya waktu Zhuhur.
[2] Yang dimaksud adalah shalat sunnah qabliyyah zhuhur.
[3] HR Ahmad dan Tirmidzi dari Abdullah bin Saib ra
[4] Yakni, shalat sunnah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk dikerjakan.
[5] HR Tirmidzi dan Abu Dawud dari Abdullah bin Umar ra.
[6] Yakni, belajar memperdalam ilmu, atau membantu sesama Muslim, atau membaca al-Qur’an, atau berikhtiar mencari rezki (penghidupan).
[7] Maksudnya di waktu sore hari.
[8] QS. Thaha [20]: 130.
[9] HR Tirmidzi dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra.
[10] HR Tirmidzi dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra.
[11] Shalat sunnah para ahli taubat.
[12] HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Sunni dari Anas bin Malik ra.
[13] HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dari Aisyah ra.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online