Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Tuesday, September 11, 2018

Dalil Doa Awal dan Akhir Tahun

1. Dalil Umum

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (QS. Ghafir : 60).


Perintah berdoa dalam ayat di atas bersifat mutlak dan umum. Karena itu berdoa pada akhir tahun dan awal tahun, masuk dalam keumuman perintah ayat tersebut.




2. Dalil Khusus



Diqiyaskan dengan sikap Rasulullah Saw yang berdoa di awal bulan dan akhir bulan.

عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ: ” اَللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللهُ ” رواه الدارمي والترمذي وقال: حديث حسن
Dari Thalhah bin Ubaidillah ra, bahwa Nabi Saw apabila melihat hilal, maka beliau berdoa: “Ya Allah, perlihatkanlah bulan ini kepada kami dengan kebahagiaan, keimanan, keselamatan dan keislaman. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR. al-Darimi [1730] dan al-Tirmidzi [3451]. Al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan”.).


عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : ” اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ ، وَالتَّوْفِيْقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ “. رواه الدارمي
Dari Ibnu Umar ra berkata: “Rasulullah Saw apabila melihat hilal, maka berdoa: “Allah Maha Besar. Ya Allah, perlihatkanlah bulan ini kepada kami dengan keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman dan pertolongan pada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR. al-Darimi [1729]).

عَنْ قَتَادَةَ ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : ” هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، آَمَنْتُ بِاللهِ الَّذِيْ خَلَقَكَ ” ، ثلاث مرات ، ثم يقول : ” اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ ذَهَبَ بِشَهْرِ كَذَا وَجَاءَ بِشَهْرِ كَذَا “. رواه ابو داود
Dari Qatadah, bahwa telah sampai kepadanya, bahwa Nabi Saw apabila melihat hilal, maka berdoa: “Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah yang telah menciptakanmu.” Sebanyak tiga kali, kemudian berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah membawa pergi bulan ini, dan datang dengan bulan ini.” (HR. Abu Dawud [5092]).

Diqiyaskan juga dengan doa-doa yang dibaca Nabi di awal waktu dan di akhir waktu (doa pagi sore), sebagaimana yang sudah maklum.

3. Bolehkah Menggunakan Qiyas dalam Persoalan Ibadah?

Bagaimana dengan kaidah: Laa qiyasa fil ‘ibadah. Kaidah itu tidak benar karena bertentangan dengan penerapan para ulama salaf terhadap dalil qiyas. 

Qiyas dalam Ibadah yang dilakukan Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud ra. Dalam Majma’ Zawaid, al Hafizh al Haitsami meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra shalat qabliyah ‘Id (4 rakaat) dan Ibnu Mas’ud ra shalat ba’diyah ‘Id (4 rakaat). Hal ini diqiyaskan kepada shalat maktubah yang memiliki shalat sunnah rawatib.

Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali juga melakukan qiyas dalam hal ibadah. Al-Imam Ibnu Nashr al-Marwazi meriwayatkan dalam Qiyam al-Lail, hal. 318:

وَسُئِلَ أَحْمَد ُعَنِ الْقُنُوْتِ فِي الْوِتْرِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ أَمْ بَعْدَهُ وَهَلْ تُرْفَعُ اْلأَيْدِي فِي الدُّعَاءِ فِي الْوِتْرِ؟ فَقَالَ: اَلْقُنُوْتُ بَعْدَ الرُّكُوْعِ وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ وَذَلِكَ عَلىَ قِيَاسِ فِعْلِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقُنُوْتِ فِي الْغَدَاةِ

Syaikh Abdul Aziz bin Baz, mufti Wahabi Saudi Arabia, juga melakukan qiyas dalam bab ibadah. Dalam hal ini, beliau berfatwa:

حُكْمُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي دُعَاءِ الْوِتْرِ
س: مَا حُكْمُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الْوِتْرِ؟
ج: يُشْرَعُ رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِيْ قُنُوْتِ الْوِتْرِ؛ لأَنَّهُ مِنْ جِنْسِ الْقُنُوْتِ فِي النَّوَازِلِ، وَقَدْ ثَبَتَ عَنْهُ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ رَفَعَ يَدَيْهِ حِيْنَ دُعَائِهِ فِيْ قُنُوْتِ النَّوَازِلِ. خَرَّجَهُ الْبَيْهَقِيُّ رَحِمَه ُاللهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
(Fatawa Islamiyyah, juz 1 hal. 349, dan Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 30 hal. 51).

Imam Nawawi mengqiyaskan shalat Jumat dengan dzuhur dalam hal hukum qabliyah Jumat. Imam Malik berpendapat diulangi kembali shalat wajib yang telah dilakukan dalam Ka’bah apabila masih dalam waktunya dengan mengqiyaskan kepada shalat ke arah bukan qiblat. (Al-Mudawanah al Kubra, juz 1 hal 183).
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online