1.
Dalil Umum
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ
عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan
Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (QS. Ghafir : 60).
Perintah berdoa dalam ayat di atas bersifat mutlak dan umum. Karena itu berdoa pada akhir tahun dan awal tahun, masuk dalam keumuman perintah ayat tersebut.
2. Dalil
Khusus
Diqiyaskan
dengan sikap Rasulullah Saw yang berdoa di awal bulan dan akhir bulan.
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ: ” اَللهُمَّ
أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ رَبِّيْ
وَرَبُّكَ اللهُ ” رواه الدارمي والترمذي وقال: حديث حسن
Dari Thalhah bin Ubaidillah ra, bahwa Nabi Saw apabila
melihat hilal, maka beliau berdoa: “Ya Allah, perlihatkanlah bulan ini kepada
kami dengan kebahagiaan, keimanan, keselamatan dan keislaman. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR.
al-Darimi [1730] dan al-Tirmidzi [3451]. Al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini
hasan”.).
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : ” اَللهُ
أَكْبَرْ ، اَللّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ
وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ ، وَالتَّوْفِيْقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ،
رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ “. رواه الدارمي
Dari
Ibnu Umar ra berkata: “Rasulullah Saw apabila melihat hilal, maka berdoa: “Allah Maha Besar. Ya
Allah, perlihatkanlah bulan ini kepada kami dengan keamanan, keimanan,
keselamatan, keislaman dan pertolongan pada apa yang Engkau cintai dan Engkau
ridhai. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR. al-Darimi [1729]).
عَنْ قَتَادَةَ ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : ” هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، آَمَنْتُ بِاللهِ الَّذِيْ خَلَقَكَ ” ، ثلاث مرات ، ثم يقول : ” اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ ذَهَبَ بِشَهْرِ كَذَا وَجَاءَ بِشَهْرِ كَذَا “. رواه ابو داود
Dari
Qatadah, bahwa telah sampai kepadanya, bahwa Nabi Saw apabila melihat hilal, maka berdoa:
“Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa
kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Aku
beriman kepada Allah yang telah menciptakanmu.” Sebanyak tiga kali, kemudian
berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah membawa pergi bulan ini, dan datang
dengan bulan ini.” (HR. Abu Dawud [5092]).
Diqiyaskan juga dengan doa-doa yang dibaca Nabi di awal waktu dan di akhir waktu (doa pagi sore), sebagaimana yang sudah maklum.
3. Bolehkah
Menggunakan Qiyas dalam Persoalan Ibadah?
Bagaimana
dengan kaidah: Laa qiyasa fil ‘ibadah. Kaidah itu tidak benar karena
bertentangan dengan penerapan para ulama salaf terhadap dalil qiyas.
Qiyas dalam
Ibadah yang dilakukan Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud ra. Dalam Majma’ Zawaid, al Hafizh al Haitsami meriwayatkan
bahwa Ibnu Abbas ra shalat qabliyah ‘Id (4 rakaat) dan Ibnu Mas’ud ra shalat
ba’diyah ‘Id (4 rakaat). Hal ini diqiyaskan kepada shalat maktubah
yang memiliki shalat sunnah rawatib.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali juga melakukan qiyas
dalam hal ibadah. Al-Imam Ibnu Nashr al-Marwazi meriwayatkan dalam Qiyam
al-Lail, hal. 318:
وَسُئِلَ أَحْمَد ُعَنِ الْقُنُوْتِ فِي الْوِتْرِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ
أَمْ بَعْدَهُ وَهَلْ تُرْفَعُ اْلأَيْدِي فِي الدُّعَاءِ فِي الْوِتْرِ؟ فَقَالَ:
اَلْقُنُوْتُ بَعْدَ الرُّكُوْعِ وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ وَذَلِكَ عَلىَ قِيَاسِ
فِعْلِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقُنُوْتِ فِي
الْغَدَاةِ
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, mufti
Wahabi Saudi Arabia, juga melakukan qiyas dalam bab ibadah. Dalam hal ini, beliau berfatwa:
حُكْمُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي دُعَاءِ الْوِتْرِ
س: مَا حُكْمُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الْوِتْرِ؟
ج: يُشْرَعُ رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِيْ قُنُوْتِ الْوِتْرِ؛ لأَنَّهُ مِنْ
جِنْسِ الْقُنُوْتِ فِي النَّوَازِلِ، وَقَدْ ثَبَتَ عَنْهُ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ رَفَعَ يَدَيْهِ حِيْنَ دُعَائِهِ فِيْ قُنُوْتِ النَّوَازِلِ.
خَرَّجَهُ الْبَيْهَقِيُّ رَحِمَه ُاللهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
(Fatawa
Islamiyyah, juz 1 hal. 349, dan Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 30
hal. 51).
Imam Nawawi mengqiyaskan shalat Jumat dengan dzuhur dalam hal hukum
qabliyah Jumat. Imam Malik berpendapat diulangi kembali shalat wajib yang telah
dilakukan dalam Ka’bah apabila masih dalam waktunya dengan mengqiyaskan kepada
shalat ke arah bukan qiblat. (Al-Mudawanah al Kubra, juz 1 hal 183).
0 comments:
Post a Comment