Salah satu hal yang juga sering dipersoalkan oleh kaum
yang anti tahlilan adalah susunan bacaan yang dilantunkan dalam majelis
tahlilan. Mereka beranggapan bahwa bacaan-bacaan yang dikumandangkan di dalam
majelis tersebut bid’ah karena tidak pernah diajarkan secara langsung oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masih menurut mereka,
mencampur-campur ayat-ayat al-Qur’an tidak memiliki landasan di dalam Islam,
dan oleh karenanya dihukumi sebagai perbuatan bid’ah.
Benarkah demikian? Tentu saja pernyataan mereka itu jauh
dari kebenaran. Sesungguhnya mereka telah dibakar oleh api kebencian terhadap
saudara Muslimnya yang ditiupkan oleh setan, sehingga menganggap bacaan-bacaan
al-Qur’an, tahlil, tahmid, takbir, shalawat dan sebagainya sebagai perbuatan
bid’ah. Tidak ada seorang Mukmin pun yang membenci bacaan-bacaan sebagaimana
yang menjadi susunan dalam bacaan tahlilan kecuali orang-orang yang telah
terjerumus dalam tipu daya setan, karena hanya setan yang membenci bacaan
al-Qur’an, tahlil, tahmid, takbir dan bacaan-bacaan dzikrullah lainnya.
Tentang perbuatan mencampur ayat yang satu dengan lainnya
sungguh bukan perbuatan yang baru diamalkan oleh orang-orang yang biasa hadir
di majelis tahlilan. Sejak masa kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun telah ada shahabat yang melakukannya.
Simaklah hadits berikut ini:
وَعَنْ عَلِي رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ أَبُوْ بَكْرٍِ
يُخَافِتُ بِصَوْتِهِ إذَا قَرَأَ وَكَانَ عُمَرُ يَجْهَرُ بِقِرَاءَتِهِ وَكانَ
عَمَّارٌ إِذَا قَرَأَ يَأْخُذُ مِنْ هَذِهِ السُّوْرَةِ وَهَذِهِ السُّوْرَةِ
فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ِلأَبِيْ
بَكْرٍِ: لِمَ تُخَافِتُ؟ قَالَ: إنِّيْ أُسْمِعُ مَنْ أُنَاجِيْ وَقَالَ
لِعُمَرَ: لِمَ تَجْهَرُ بِقِرَاءَتِكَ؟ قَالَ: أُفْزِعُ الشَّيْطَانَ وَأُوْقِظُ
اْلوَسْنَانَ وَقَالَ لِعَمَّارٍِ: لِمَ تَأْخُذُ مِنْ هَذِهِ السُّوْرَةَ
وَهَذِهِ السُّوْرَةِ؟ قاَلَ: أَتَسْمَعُنِيْ أَخْلِطُ بِهِ مَا لَيْسَ ِمنْهُ؟
قَالَ: لاَ، ثُمَّ قَالَ: فَكُلُّهُ طَيِّبٌ
Artinya: “Ali
ra berkata, “Abu Bakar bila membaca al-Qur’an dengan suara lirih, sedangkan
Umar dengan suara keras, dan Ammar bila membaca al-Qur’an, mencampur surat ini
dan surat itu. Kemudian hal itu dilaporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Abu Bakar,
“Mengapa kamu membaca dengan suara lirih?” Ia menjawab, “Allah dapat mendengar
suaraku walaupun lirih.” Lalu bertanya kepada Umar, “Mengapa kamu membaca
dengan suara keras?” Umar menjawab, “Aku mengusir setan dan menghilangkan
kantuk.” Lalu beliau bertanya kepada Ammar, “Mengapa kamu mencapur surat ini
dengan surat itu?” Ammar menjawab, “Apakah engkau pernah mendengarku
mencampurnya dengan sesuatu yang bukan al-Qur’an?” Beliau menjawab, “Tidak.”
Lalu beliau bersabda, “Semuanya baik.” (HR Imam Ahmad). Berkata
al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid, Juz 2, halaman 544, “Rijalnya
tsiqat.”
Perhatikanlah.
Bukankah di dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa Ammar telah memulai
kebiasaan membaca al-Qur’an dengan mencampur antara surat yang satu dengan
surat yang lain? Sebagian shahabat pada waktu itu merasa heran dengan cara
membaca al-Qur’an yang dilakukan oleh Ammar dan dua sahabat Nabi lainnya,
sehingga mereka mengadukannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Namun ternyata Rasulullah mengatakan bahwa semua cara membaca
al-Qur’an yang mereka lakukan itu baik, termasuk cara membaca al-Qur’an yang
dilakukan oleh Ammar dengan mencampur surat yang satu dengan yang lain.
Kalau kita
simak hadits di atas, ternyata Rasulullah tidak mengatakan bid’ah perbuatan
Ammar itu. Lalu, bagaimana mungkin sekelompok orang saat ini berani mengatakan
bid’ah perbuatan yang dikatakan baik oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam? Na’uudzubillah, semoga Allah melindungi kita dari sikap
seperti mereka itu.
Ketahuilah, bacaan yang dilantunkan dalam majelis tahlilan adalah gabungan
dan campuran dari sejumlah ayat al-Qur’an, sebagaimana yang telah dilakukan
Ammar ra dan dikatakan baik oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nah, Anda
telah melihat sendiri bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memandang baik membaca al-Qur’an dengan mencampur antara ayat-ayat yang ada di
dalamnya. Oleh karena itu, tidak layak bagi kita untuk mempercayai pendapat
yang mengatakan bahwa itu bid’ah.
Mari kita
simak lagi dalil berikut ini:
عَنْ أَنَسٍِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ ِللهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ
يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْ بِهِمْ ثُمَّ
بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلَى عِبَادٍِ مِنْ عِبَادِكَ
يُعَظِّمُوْنَ آلاَءَكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْانَ عَلَى نَبِيِّكَ
مُحَمَّدٍِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَسْأَلُوْنَكَ ِلآخِرَتِهِمْ
وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ
فَيَقُوْلُوْنَ: يَا رَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلاَنًا الْخَطَّاءَ إِنَّمَا
اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى:غَشُّوْهُمْ
رَحْمَتِيْ فَهُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ
Artinya: “Dari Anas ra, Nabi shallallhu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang
selalu mengadakan perjalanan mencari majelis-majelis dzikir. Apabila para
malaikat itu mendatangi orang-orang yang sedang berdzikir dan mengelilingi
mereka, maka mereka mengutus pemimpin mereka ke langit menuju Tuhan Yang Maha
Agung – Yang Maha Suci dan Maha Luhur. Para malaikat itu berkata, “Wahai Tuhan
kami, kami telah mendatangi hamba-hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu,
membaca kitab-Mu, bershalawat kepada Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan memohon kepada-Mu akhirat dan dunia mereka.” Lalu Allah menjawab,
“Naungi mereka dengan rahmat-Ku.” Lalu malaikat itu berkata, “Di antara mereka
terdapat si Fulan yang banyak dosanya, ia hanya kebetulan lewat lalu mendatangi
mereka.” Lalu Allah – Yang Maha Suci dan Maha Luhur – menjawab, “Naungi mereka
dengan rahmat-Ku, mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara karena orang itu
ikut duduk bersama mereka.” (HR Imam al-Bazzar). Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma
al-Zawaid, Juz 10, halaman 77, “Sanad hadits ini hasan.” Sedangkan menurut
al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, hadits ini shahih atau hasan.
Lihatlah bahwa di dalam hadits ini
diterangkan keutamaan orang-orang yang berdzikir dalam satu majelis, dengan
cara mencampur antara bacaan al-Qur’an, tasbih, shalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan doa-doa. Bukankah
ini persis seperti susunan bacaan yang terdapat dalam majelis tahlilan? Jika
demikian adanya, berarti bacaan-bacaan yang dilantunkan secara bersama-sama
saat tahlilan itu tidak bisa dikatakan menyalahi syari’at karena memiliki
dalil-dalil yang dapat dijadikan sandaran dalam mengamalkannya.
Kaum anti tahlilan sering kali menyandarkan pendapat
mereka kepada fatwa-fatwa Syekh Ibnu Taimiyah. Tapi tahukah Anda bahwa Syekh
Ibnu Taimiyah tidak pernah menyalahkan orang-orang yang berdzikir secara
berjamaah yang di dalamnya dibaca al-Qur’an, tahlil, istighfar, shalawat dan
doa-doa lainnya seperti yang ada dalam majelis tahlilan, bahkan beliau
menganjurkannya. Perhatikanlah riwayat berikut ini:
وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍِ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُوْلُ
لَهُمْ: هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌُ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌُ وَهُمْ
يَفْتَتِحُوْنَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُوْنَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ لِلْمُسْلِمِيْنَ
اْلأَحْيَاءِ وَاْلأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُوْنَ التَّسْبِيْحَ وَالتَّحْمِيْدَ
وَالتَّهْلِيْلَ وَالتَّكْبِيْرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَجَابَ: اْلإِجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ
وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌُ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ
الْقُرْبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي اْلأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيْحِ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: (إِنَّ ِللهِ مَلاَئِكَةً
سَيَّاحِيْنَ فِي اْلأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوْ بِقَوْمٍِ يَذْكُرُوْنَ اللهَ
تَنَادَوْا هَلُمُّوْا إِلَى حَاجَتِكُمْ) وَذَكَرَ الِحَدِيْثَ وَفِيْهِ
(وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيَحْمَدُوْنَكَ)... وَأَمَّا مُحَافَظَةُ
اْلإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍِ لَهُ مِنَ الصَّلاَةِ أَوِالْقِرَاءَةِ أَوِ
الذِّكْرِ أَوِالدُّعَاءِ طَرَفَ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ وَغَيْرُ
ذَلِكَ: فَهَذَا سُنَّةُ رَسُوْلِ للهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالصَّالِحِيْنَ
مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا
Artinya: “Ibnu Taimiyah ditanya tentang seseorang yang
memprotes ahli dzikir –berjamaah—dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian
ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan –dalam berdzikir— juga bid’ah.”
Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum
Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Mereka mengumpulkan antara
tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laaquwwata illaa
billaah) dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Jawaban Ibnu
Taimiyah, “Berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah
amal shalih, termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.
Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah memiliki banyak malaikat yang selalu bepergian di muka
bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada
Allah, maka mereka memanggil, “Silakan sampaikan hajat kalian.” Lanjutan hadits
tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid
kepada-Mu”… Ada pun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti
shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta
pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hamba-hamba Allah yang shalih, baik pada masa
lampau maupun sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, Juz 2,
halaman 520).
Pernyataan Syekh Ibnu Taimiyah ini
jelas memperlihatkan suatu penegasan bahwa dzikir berjamaah dengan susunan
bacaan yang beragam antara ayat-ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir,
shalawat dan doa-doa lainnya seperti yang dibaca saat majelis tahlilan
merupakan amal shalih dan termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama
dalam setiap waktu. Lihatlah, para pengagum
Syekh Ibnu Taimiyah telah menyalahi dan menyelisihi fatwa Syekh mereka.
Kalau kita perhatikan secara cermat susunan bacaan
tahlilan tidak terdapat di dalamnya satu bacaan pun yang menyimpang dari
al-Qur’an dan Hadits. Semua bacaan yang ada bersumber dari keduanya. Kalaupun
kemudian formatnya tidak diatur secara langsung di dalam al-Qur’an dan Hadits,
hal itu tidaklah masalah, karena ia termasuk dzikir umum yang waktu, bilangan
dan bacaannya tidak diatur secara baku oleh kedua sumber utama hukum Islam
tersebut. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa menyusun format bacaan dzikir
yang bersifat umum itu haram dilakukan, maka ia harus mendatangkan dalil yang
menjelaskan bahwa perbuatan itu haram. Jika ia tidak mampu mengajukan dalil
pengharamannya maka sesungguhnya ia telah membuat dan menciptakan hukum sendiri
di dalam syari’at ini, dan ketahuilah bahwa perbuatan semacam itu adalah
bid’ah. Ia telah mengharamkan sesuatu yang tidak pernah diharamkan Allah dan
Rasul-Nya.
Susunan bacaan tahlilan yang secara umum diamalkan oleh
umat Islam adalah sebagai berikut:
·
Membaca
surat al-Fatihah
·
Membaca
surat al-Ikhlas
·
Membaca
surat al-Falaq
·
Membaca
surat an-Nas
·
Di
antara bacaan surat-surat di atas dibaca takbir, tahlil dan tahmid
·
Membaca
surat al-Baqarah ayat 1-5
·
Membaca
surat al-Baqarah ayat 163
·
Membaca
surat al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursiy)
·
Membaca
surat al-Baqarah ayat 284-286
·
Membaca
surat Hud ayat 73
·
Membaca
surat al-Ahzab ayat 33
·
Membaca
surat al-Ahzab ayat 56
·
Membaca
shalawat
·
Membaca
surat Ali Imran ayat 173
·
Membaca
surat al-Anfal ayat 40
·
Membaca
hauqalah
·
Membaca
istighfar
·
Membaca
tahlil
·
Membaca
shalawat
·
Membaca
tasbih
·
Membaca
shalawat
·
Membaca
doa
Perhatikanlah susunan bacaan di atas. Apakah Anda melihat
ada di dalamnya satu bacaan saja yang bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadits?
Pasti Anda akan menjawab tidak ada satu pun bacaan di dalamnya yang menyelisihi
al-Qur’an dan Hadits. Ya, memang demikianlah adanya, karena bacaan-bacaan
tersebut bersumber dari keduanya dan berasal dari perintah Allah dan Rasul-Nya.
Meskipun kita sudah meyakini hal itu, namun di sini penulis akan sampaikan
sejumlah dalil yang terkait dengannya sehingga akan semakin memperkuat
keyakinan kita akan kebenarannya. Di samping itu, semoga dengan paparan
dalil-dalil ini orang-orang yang selalu menuduh bid’ah dan haram bacaan-bacaan
tahlilan diberi Allah hidayah agar bisa melihat hakikat kebenaran yang ada di
dalamnya.
Simaklah baik-baik dalil-dalil berikut ini:
·
Dalil
membaca surat al-Fatihah
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بَيْنَمَا
جِبْرِيْلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ
نَقِيْضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ
فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ
فَقَالَ هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى اْلأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلاَّ
الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ أُوْتِيْتَهُمَا لَمْ
يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمُ سُوْرَةِ
الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيْتَهُ
Artinya: “Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Ketika
malaikat Jibril sedang duduk di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tiba-tiba ia mendengar suara pintu dibuka dari arah atas kepalanya. Lalu
malaikat Jibril berkata, “Itu adalah suara salah satu pintu langit yang dibuka,
sebelumnya ia belum pernah dibuka sama sekali kecuali pada hari ini.” Lalu
keluarlah daripadanya malaikat. Jibril berkata, “Ini adalah malaikat yang
hendak turun ke bumi, sebelumnya ia belum pernah turun ke bumi sama sekali
kecuali pada hari ini saja.” Lalu ia memberi salam dan berkata, “Bergembiralah
atas dua cahaya yang diberikan kepadamu dan belum pernah diberikan kepada
seorang Nabi pun sebelummu, yaitu pembuka al-Kitab (surat al-Fatihah) dan
penutup surat al-Baqarah. Tidaklah kamu membaca satu huruf dari kedua surat itu
kecuali pasti akan diberikan kepadamu (apa yang kamu minta).” (HR Imam
Muslim)
·
Dalil membaca surat al-Ikhlas
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ
يَقْرَأَ فِيْ لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ
الْقُرْآنِ قَالَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
Artinya: “Dari Abu Darda` dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda, “Tidak sanggupkah salah seorang dari kalian membaca
sepertiga al-Qur’an dalam semalam?” Mereka balik bertanya, “Bagaimana cara
membaca sepertiganya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Qul huwallaahu
ahad (surat al-Ikhlash) sama dengan sepertiga al-Qur’an.” (HR Imam Muslim).
·
Dalil membaca surat al-Falaq dan
surat an-Nas
عَنْ مُعَاذِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ
خُبَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْنَا فِيْ لَيْلَةِ مَطَرٍ وَظُلْمَةٍ
شَدِيْدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ
لَنَا فَأَدْرَكْنَاهُ فَقَالَ أَصَلَّيْتُمْ فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ قُلْ
فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ قُلْ فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ قُلْ
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ مَا أَقُولُ قَالَ قُلْ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حِيْنَ تُمْسِيْ وَحِيْنَ تُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
تَكْفِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya: “Dari Mu’adz bin Abdullah bin Khubaib dari
bapaknya ia berkata, “Pada malam hujan lagi gelap gulita kami keluar mencari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat bersama kami, lalu kami
menemukannya, beliau bersabda, “Apakah kalian telah shalat?”, namun sedikit pun
aku tidak berkata-kata, beliau bersabda, “Katakanlah,” namun sedikit pun aku
tidak berkata-kata, beliau bersabda, “Katakanlah,” namun sedikit pun aku tidak
berkata-kata, kemudian beliau bersabda, “Katakanlah,” hingga aku berkata, “Wahai
Rasulullah, apa yang harus aku katakan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Katakanlah (bacalah surat) Qul huwallaahu ahad dan Qul a’uudzu birabbinnaas dan Qul a’uudzu birabbil falaq
ketika sore dan pagi tiga kali, maka dengan ayat-ayat ini akan mencukupkanmu
(menjagamu) dari segala keburukan.” (HR Imam Abu Dawud).
·
Dalil membaca surat al-Baqarah ayat 1-5, ayat 284 dan
ayat 126
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَقَرَةُ سَنَامُ الْقُرْآنِ وَذُرْوَتُهُ
نَزَلَ مَعَ كُلِّ آيَةٍ مِنْهَا ثَمَانُوْنَ مَلَكًا وَاسْتُخْرِجَتْ (لاَ إِلَهَ
إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ) مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ فَوُصِلَتْ بِهَا أَوْ
فَوُصِلَتْ بِسُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَيس قَلْبُ الْقُرْآنِ لاَ يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ
يُرِيْدُ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ
وَاقْرَءُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ
Artinya: “Dari Ma’qil bin Yasar, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Al-Baqarah adalah al-Qur’an kedudukan yang
tertinggi dan puncaknya. Delapan puluh malaikat turun menyertai masing-masing
ayatnya. Laa ilaaha illaahu wal hayyul qayyuum di bawah ‘Arsy, lalu ia
digabungkan dengannya, atau digabungkan dengan surat al-Baqarah. Sedangkan
Yasin adalah hati al-Qur’an. Tidaklah seseorang membacanya, sedang ia mengharap
(ridla) Allah Tabaraka wa Ta’ala dan akhirat, melainkan dosanya akan di ampuni.
Bacakanlah surat tersebut terhadap orang-orang yang mati di antara kalian.”
(HR Imam Ahmad).
عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ
اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
قَرَأَ اْلآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِيْ لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ
Artinya: “Dari Abu Mas’ud al-Anshari ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir
dari surat al-Baqarah pada malam hari, maka keduanya akan mencukupinya.” (HR
Imam Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”).
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَا أَبَا
الْمُنْذِرِ أَتَدْرِيْ أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ قَالَ
قُلْتُ اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِيْ أَيُّ
آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ قَالَ قُلْتُ (اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ) قَالَ فَضَرَبَ فِيْ صَدْرِيْ وَقَالَ وَاللهِ
لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
Artinya: “Dari Ubay bin Ka’ab ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hai Abu Mundzir! Tahukah kamu, ayat
manakah di antara ayat-ayat al-Qur’an yang ada padamu yang paling utama?” Abu
Mundzir berkata, “Saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”
Beliau bertanya lagi, “Hai Abu Mundzir, tahukah kamu, ayat manakah di antara
ayat-ayat al-Qur’an yang ada padamu yang paling utama?” Abu Mundzir berkata, “Saya
menjawab, “Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyuum.” Abu Mundzir berkata, “Lalu
beliau menepuk dadaku seraya bersabda, “Demi Allah, semoga dadamu dipenuhi
dengan ilmu, wahai Abu Mundzir.” (HR Imam Muslim).
·
Dalil membaca istighfar
قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ وَاللهِ إِنِّيْ َلأَسْتَغْفِرُ اللهَ
وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
Artinya: “Abu Hurairah berkata, “Saya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya
aku beristighfar (meminta ampunan) dan bertaubat kepada Allah dalam satu hari
lebih dari tujuh puluh kali.” (HR Imam Bukhari).
·
Dalil membaca tahlil
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ
وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَدْنَاهَا
إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنْ الطَّرِيْقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai
tujuh puluh sembilan, atau enam puluh tiga sampai enam puluh sembilan cabang.
Yang paling utama adalah perkataan: Laa ilaaha illallahu (Tidak ada tuhan yang
berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah sebagian dari iman.” (HR Imam
Muslim).
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ
نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Artinya: “Dari Abu Hurairah berkata bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbaharuilah iman kalian,” maka
ditanyakan kepada beliau, “Bagaimana kami memperbaharui iman kami wahai
Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah
mengucapkan: Laa ilaaha illaallah.” (HR Imam Ahmad dan Imam Thabrani).
أَنَّ أَبَا ذَرٍِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ أَبْيَضُ وَهُوَ نَائِمٌ ثُمَّ
أَتَيْتُهُ وَقَدِ اسْتَيْقَظَ فَقَالَ مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى
وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ
سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ
وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ
Artinya: “Bahwasanya Abu Dzar ra berkata, “Saya
pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara beliau sedang tidur
sambil mengenakan baju putih, lalu aku datang menemuinya dan beliau pun
terbangun, beliau bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang mengucapkan “Laa ilaaha
illallah” kemudian mati karena itu melainkan ia akan masuk surga.” Tanyaku
selanjutnya, “Walaupun dia berzina dan mencuri?” Beliau menimpali, “Walaupun
dia pernah berzina dan mencuri.” Tanyaku lagi, “Walaupun dia pernah berzina dan
mencuri?” Beliau menjawab, “Walaupun dia pernah berzina dan mencuri.” Tanyaku
lagi, “Walaupun dia pernah berzina dan mencuri?” Beliau menjawab, “Walaupun dia pernah berzina
dan mencuri.” (HR Imam Bukhari)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدُ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ أَفْضَلُ
الذِّكْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ
Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah ra ia berkata, “Saya
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik
dzikir adalah Laa ilaaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah) dan sebaik-baik doa adalah al-Hamdulillaahi (Segala puji bagi
Allah).” (HR Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam al-Hakim dan di-shahih-kannya).
·
Dalil membaca tasbih, tahmid,
tahlil dan takbir
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللهِ
أَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
أَكْبَرُ لاَ يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
Artinya: “Dari Samurah bin Jundab ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat ucapan yang paling di sukai
Allah subhanahu wa ta’ala: 1) Subhanallah, 2) al-Hamdulillah, 3) Laa ilaaha illallah,
3) Allahu Akbar. Tidak berdosa bagimu dengan mana saja kamu memulai.” (HR
Imam Muslim).
·
Dalil membaca shalawat
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً
وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ
خَطِيْئَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
Artinya: “Dari Anas bin Malik dia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu
kali, maka Allah akan mengucapkan shalawat kepadanya sepuluh kali, dihapuskan
darinya sepuluh kesalahan dan ia diangkat sepuluh derajat untuknya.” (HR
Imam Nasa’i)
·
Dalil membaca al-Asma’ul Husna
Artinya: “Hanya
milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu…” (QS. al-A’raf [7]: 180).
·
Dalil membaca kalimat Thayyibah
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيْرٌ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ
لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ
أَحَدٌ أَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ
وَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ
خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaahu
wahdah, Laa syariikalahu lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai'in
qadiir (Tiada tuhan selain Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu
bagi-Nya, Dialah yang memiliki alam semesta dan segala puji hanya bagi-Nya.
Allah adalah Maha Kuasa atas segaIa sesuatu) dalam sehari seratus kali, maka
orang tersebut akan mendapat pahala sama seperti orang yang memerdekakan
seratus orang budak dicatat seratus kebaikan untuknya, dihapus seratus
keburukan untuknya. Pada hari itu ia akan terjaga dari godaan setan sampai sore
hari dan tidak ada orang lain yang melebihi pahalanya, kecuali orang yang
membaca lebih banyak dari itu. Barangsiapa membaca Subhaanallaah wa bihamdihi
(Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka
dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.” (HR Imam Muslim).
·
Dalil membaca doa
Artinya: “Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah
dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki
dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu
tinggal.” (QS. Muhammad [47]: 19).
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ قَوْلِهِ
(وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ) قَالَ الدُّعَاءُ هُوَ
الْعِبَادَةُ وَقَرَأَ (وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِلَى
قَوْلِهِ دَاخِرِيْنَ
Artinya: “Dari Nu’man bin Basyir dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang firman Allah: “Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu.” QS. Ghafir: 60. Beliau bersabda, “Doa adalah ibadah.” (HR Imam Tirmidzi).
Demikianlah dalil-dalil dari setiap bacaan yang
dilantunkan pada saat majelis tahlilan. Bukankah dengan adanya dalil-dalil
tersebut terang bagi kita bahwa bacaan dalam majelis tahlilan itu sesuai dengan
al-Qur’an dan Hadits dan bersumber dari keduanya. Oleh karena itu, tidak ada
alasan bagi kita untuk menerima pendapat sekelompok orang yang mengatakan bahwa
majelis tahlilan dan segala macam bacaan yang ada di dalamnya sebagai bid’ah.
Sejumlah dalil yang dipaparkan di atas menjadi bukti bahwa apa yang kita baca
dan lantunkan di dalam majelis tahlilan sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits.
Justru pendapat mereka yang membid’ahkan dan mengharamkanlah yang sesungguhnya
bertentangan dengan kedua sumber hukum syari’at itu. Semoga Allah menyelamatkan
kita dari fitnah dan tipu daya mereka.
0 comments:
Post a Comment