Ada sebagian orang, terutama dalam media sosial kita hari ini,
berperilaku suka membuka aib orang lain. Dia melihat hanya sisi
keburukan orang lain dan menutup mata kebaikannya. Padahal orang selalu
di antara baik dan buruk.
Rais Majelis
Ilmi Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama mengatakan, menurut
Imam Ahman bin Hanbali 9/10 (sembilan per sepuluh) seseorang yang
berbudi pekerti baik adalah seseoang yang pura-pura tidak tahu tentang
kejelekan orang lain.
“Karena apa? Karena
kalau kita mengatakan kejelekan orang lain, orang yang kita ajak bicara,
akan mengembangkan, mengembangkan, akhirnya kotoran melumer,”
katanya.
Sampah-sampah dari keburukan orang
lain menjadi konsumsi banyak orang. Kemudian disebar lagi, disebar lagi.
Hingga yang terlihat adalah keburukan-keburukan.
Kiai
yang pakar Al-Qur’an itu menceritakan kisah seorang guru dan muridnya.
Guru tersebut meminta muridnya untuk membawa sayap-sayap ayam. Terus
sang guru meminta muridnya untuk mencopotkan bulu-bulu tersebut. Lalu
menebar-nebarkannnya.
Kemudian sang guru
meminta muridnya itu untuk mengumpulkan lagi bulu-bulun tersebut dan
merapatkannya lagi pada sayap-sayap ayam itu pada bentuk semula.
“Wah, enggak bisa, Guru,” jawab muridnya.
“Makanya,
kamu jangan mengumbar menjelek-jelekan orang lain. Kamu bisa enggak apa
yang kamu katakan kepada orang lain, kamu ambil lagi? Enggak bisa,
kan?”
Seseorang yang sering membuka aib orang
lain, maka ia akan dibuka aibnya oleh orang lain. Kata Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam, man satara mukmminan, satarahullah. Barangsiapa yang menutupi aib orang lain, Allah akan menutup aibnya.
“Perilaku-perilaku
seseorang di media sosial, akan dimita pertanggunjawaban di hari
kiamat, di antaranya adalah orang yang secara sengaja menjelek-jelekan
orang lain. Apalagi atas nama politik,” pungkasnya.
Sumber: NU Online
0 comments:
Post a Comment