Ada sekelompok orang yang berkata bahwa majelis dzikir
itu bid’ah dan haram untuk dilakukan. Menurut mereka tidak ada hadits yang menjelaskan
tentang dzikir yang dilakukan secara berjamaah. Masih menurut mereka, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah berdzikir secara berjamaah, demikian pula
dengan para shahabat dan salaf ash-shalih. Mereka semua mengingkari adanya
dzikir secara berjamaah. Dalam sebuah buku yang mereka tulis untuk
menyebarluaskan paham bahwa dzikir berjamaah itu bid’ah, dituliskan sebagai
berikut:
“Tak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam atau dari para shahabatnya yang mulia bahwa mereka pernah
melakukan dzikir secara berjamaah. Bahkan para ulama salaf ash-shalih pun tidak
pernah melakukannya. Sebaliknya, mereka mengingkarinya. Bid’ah dzikir berjamaah
ini hanya berkembang dengan dukungan dari pihak penguasa, yakni pada masa
kekuasaan Khalifah al-Makmun bin Harun ar-Rasyid. Dialah orang yang
memerintahkan untuk melakukan perbuatan bid’ah ini. Sejak saat itu, kaum
Muslimin terbiasa melakukannya dan cenderung berkembang luas hingga seakan-akan
berubah menjadi sebuah kewajiban.” (Adz-Dzikru al-Jama’i baina al-Ittiba’ wa
al-Ibtida’, halaman 110).
Tentu saja
anggapan yang demikian itu keliru. Mengapa? Karena berdzikir kepada Allah
senantiasa dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para shahabat, baik secara sendiri-sendiri maupun berjamaah. Kalaupun kemudian
saat ini kita temukan cara dan bentuk pelaksanaan berdzikir yang agak berbeda
dengan yang dilakukan pada masa Nabi, itu tidaklah masalah, karena dzikir umum
tidak termasuk ibadah khusus yang telah ditentukan secara baku waktu, cara,
bilangan dan bacaannya.
Di sisi lain, bagaimana mungkin ada orang yang berpendapat bahwa berdzikir
secara berjamaah pertama kali diadakan oleh Khalifah al-Makmun, padahal
berdzikir kepada Allah telah diperintahkan di dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, baik yang dilakukan sendiri-sendiri maupun berjamaah. Tentu saja
pendapat yang demikian itu harus ditolak karena jelas-jelas bertentangan dengan
dalil-dalil yang ada.
Simaklah sejumlah dalil berikut ini dan Anda akan semakin yakin bahwa paham
yang membid’ahkan majelis dzikir atau dzikir berjamaah adalah paham yang keliru
dan bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Dalil
pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir
yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”
(QS. al-Ahzab [33]: 41-42).
Perhatikanlah
ayat di atas. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada setiap
orang yang beriman untuk berdzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya. Ayat ini
tidak menegaskan apakah dzikir itu dilakukan sendiri-sendiri ataupun berjamaah,
bahkan jumlahnya pun tidak ditetapkan oleh-Nya. Artinya, kita boleh memilih
apakah dzikir itu kita lakukan sendiri atau bersama-sama dengan orang-orang
beriman lainnya.
Kita juga diberi Allah kebebasan untuk menentukan berapa jumlah ucapan
dzikir yang ingin kita lantunkan: 3 kali, 33 kali, 100 kali, 1000 kali atau
berapa pun yang mampu kita lakukan. Lalu, bagaimana mungkin ada orang yang
mengatakan bahwa dzikir yang diperbolehkan itu hanya jika dilakukan
sendiri-sendiri, sedangkan dzikir yang dilaksanakan secara berjamaah itu
bid’ah. Tentu saja pandangan seperti itu bertentangan dengan ayat di atas.
Dalil kedua, firman
Allah subhanahu wa ta’ala:
Artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan
dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (QS. al-Kahfi [18]: 28).
Imam ath-Thabari ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Tenangkanlah dirimu
wahai Muhammad bersama shahabat-shahabatmu yang duduk berdzikir dan berdoa
kepada Allah di pagi hari dan sore hari. Mereka dengan bertasbih, tahmid, tahlil, doa
dan amal shalih serta shalat wajib dan amal lainnya, yang mereka itu hanya
mengharapkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala, dan bukan menginginkan
keduniawian.”[1]
Sedangkan Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Yakni,
duduklah kamu bersama orang-orang yang mengingat Allah seraya mengagungkan,
memuji, menyucikan dan membesarkan serta memohon kepada-Nya di setiap pagi dan
petang hari dari kalangan hamba-hamba-Nya, baik mereka itu orang-orang fakir
ataupun orang-orang kaya, orang-orang kuat atupun orang-orang lemah.”[2]
Ayat ini jelas menerangkan kepada kita tentang perintah Allah kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam agar menenangkan dirinya untuk duduk berdzikir bersama
dengan para shahabat radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana yang dijelaskan
oleh dua orang mufassir besar di atas.
Dalil
ketiga, hadits dari Abu Hurairah ra:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً يَطُوْفُوْنَ فِي الطُّرُقِ
يَلْتَمِسُوْنَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوْا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ
تَنَادَوْا هَلُمُّوْا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّوْنَهُمْ
بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ
وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُوْلُ عِبَادِيْ قَالُوْا يَقُوْلُوْنَ
يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيَحْمَدُوْنَكَ وَيُمَجِّدُوْنَكَ قَالَ
فَيَقُوْلُ هَلْ رَأَوْنِيْ قَالَ فَيَقُوْلُوْنَ لاَ وَاللهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ
فَيَقُوْلُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِيْ قَالَ يَقُوْلُوْنَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوْا
أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَتَحْمِيْدًا وَأَكْثَرَ لَكَ
تَسْبِيْحًا قَالَ يَقُوْلُ فَمَا يَسْأَلُوْنِيْ قَالَ يَسْأَلُوْنَكَ الْجَنَّةَ
قَالَ يَقُوْلُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُوْنَ لاَ وَاللهِ يَا رَبِّ مَا
رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُوْنَ
لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوْا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا
طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيْهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُوْنَ قَالَ
يَقُوْلُوْنَ مِنَ النَّارِ قَالَ يَقُوْلُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُوْنَ
لاَ وَاللهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُوْلُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا
قَالَ يَقُوْلُوْنَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوْا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ
لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُوْلُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّيْ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ
قَالَ يَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ فِيْهِمْ فُلاَنٌ لَيْسَ مِنْهُمْ
إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ
جَلِيْسُهُمْ
Artinya: “Dari
Hurairah ra berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah memiliki banyak malaikat yang selalu mengadakan perjalanan,
mereka senantiasa mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka mendapati
suatu kaum sedang berdzikir kepada Allah, maka mereka akan saling berseru,
“Mintalah hajat kalian.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan,
“Lalu para malaikat itu mengelilingi dengan sayap-sayap mereka hingga memenuhi
jarak antara mereka dengan langit dunia.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
melanjutkan, “Lalu Tuhan mereka menanyakan kepada mereka, padahal Dia lebih
mengetahui daripada mereka, “Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku?” Para
malaikat itu menjawab, “Mereka menyucikan, membesarkan, memuji dan mengagungkan-Mu.”
Allah bertanya lagi, “Apakah mereka pernah melihat-Ku?” Para malaikat itu
menjawab, “Demi Allah, mereka tidak pernah melihat-Mu?” Allah bertanya lagi,
“Bagaimana seandainya mereka pernah melihat-Ku?” Para malaikat itu menjawab,
“Seandainya mereka pernah melihat-Mu, tentu mereka akan lebih
bersungguh-sungguh beribadah, mengagungkan dan semakin banyak menyucikan-Mu.”
Allah bertanya lagi, “Apa yang mereka minta pada-Ku?” Para malaikat itu
menjawab, “Mereka memohon surga-Mu.” Allah bertanya lagi, “Apakah mereka sudah
pernah melihat surga-Ku?” Para malaikat menjawab, “Belum wahai Tuhan kami.”
Allah bertanya lagi, “Bagaimana jika mereka telah melihat surga-Ku?” Para
malaikat itu menjawab, “Tentu mereka akan lebih bersungguh-sungguh memohon dan
menginginkannya.” Allah bertanya lagi, “Dari apakah mereka memohon
perlindungan-Ku?” Para malaikat itu menjawab, “Dari neraka-Mu.” Allah bertanya
lagi, “Apakah mereka sudah pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat itu
menjawab, “Demi Allah mereka belum pernah melihat neraka-Mu.” Allah bertanya
lagi, “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat itu
menjawab, “Tentu mereka akan semakin lari dan takut pada neraka itu.” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, “Saksikanlah oleh kalian, bahwa Aku sudah mengampuni mereka.” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan lagi, “Lalu sebagian dari malaikat
itu ada yang berkata, “Wahai Tuhan kami, di antara mereka terdapat si Fulan, ia
bukanlah termasuk orang-orang yang berdzikir, hanya saja ia kebetulan datang
karena ada kepentingan (duduk bersama mereka).” Lalu Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, “Mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara karena orang itu ikut
duduk bersama mereka.” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Ketika
mengomentari hadits ini, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:
وَفِي الْحَدِيْثِ فَضْلُ مَجَالِسِ
الذِّكْرِ وَالذَّاكِرِيْنَ وَفَضْلُ اْلاِجْتِمَاعِ عَلَى ذَلِكَ وَاَنَّ
جَلِيْسَهُمْ يَنْدَرِجُ مَعَهُمْ فِيْ جَمِيْعِ مَا يَتَفَضَّلُ اللهُ تَعَالَى
بِهِ عَلَيْهِمْ اِكْرَامًا لَهُمْ وَلَوْ لَمْ يُشَارِكْهُمْ فِيْ أَصْلِ
الذِّكْرِ
Artinya: “Hadits tersebut mengandung keutamaan
majelis-majelis dzikir, orang-orang yang berdzikir dan keutamaan berkumpul
untuk berdzikir, orang yang duduk, akan masuk dalam golongan mereka dalam semua
apa yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada mereka, karena memuliakan mereka,
meskipun ia tidak mengikuti mereka dalam berdzikir.” (Fath
al-Bari, Juz 11, halaman 213).
Perhatikanlah hadits di atas dan penjelasan yang
disampaikan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar tentang makna yang terkandung di
dalamnya. Bukankah dengan hadits itu sudah cukup jelas bagi kita bahwa majelis
dzikir atau dzikir berjamaah itu memiliki landasan syar’i? Di dalam hadits
tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kepada
kita bahwa para malaikat hadir di tengah-tengah kelompok orang yang melakukan
dzikir secara berjamaah. Bahkan ketika para malaikat itu kembali menghadap
Allah, mereka menceritakan kepada Allah bahwa sekelompok orang yang mereka
temui itu sedang bersama-sama membaca tasbih, takbir, tahmid dan tamjid.
Jika semua orang yang hadir di
majelis tersebut berdzikir dengan menyebut bacaan yang sama, memohon agar
mendapatkan surga dan bersama-sama memohon perlindungan kepada Allah dari siksa
neraka; bukankah itu namanya majelis dzikir? Karena
mereka melakukannya secara bersama-sama, bukankah itu namanya dzikir bersama
atau berjamaah? Lalu, di mana letak kebenaran ungkapan sekelompok orang yang
mengatakan bahwa dzikir berjamaah itu bid’ah? Semoga Allah menjernihkan hati
mereka sehingga melihat hakikat kebenaran syari’at dzikir berjamaah.
Dalil keempat,
hadits dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri ra:
عَنْ أَبِي هُريْرةَ وَعَنْ أَبِي
سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عنْهُمَا قَالاَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ
الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
Artinya: “Dari Abu Hurairah dan dari Abu Said
al-Khudri ra berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah, melainkan mereka
akan diliputi oleh para malaikat, dan Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada
mereka, memberikan ketenangan hati dan memujinya di hadapan makhluk yang ada di
sisi-Nya.” (HR Imam Muslim).
Hadits ini secara tegas mengatakan
bahwa suatu kaum yang berkumpul sambil berdzikir kepada Allah akan didatangi
oleh para malaikat, mendapat rahmat dan sakinah dari Allah dan dibanggakan oleh
Allah di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. Kata
qaumun pada hadits di atas tentu saja tidak bisa dipahami sebagai satu
orang, mestinya sejumlah orang, yakni lebih dari satu orang. Apabila ada
sejumlah orang berkumpul lalu berdzikir, bukankah ini disebut sebagai dzikir
bersama atau berjamaah? Pikirkanlah itu. Semoga Allah memberikan pemahaman pada
diri kita.
Dalil kelima,
hadits dari Anas ra:
عَنْ أَنَسٍِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا مَرَرْتُمْ
بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالَ وَمَارِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ حِلَقُ
الذِّكْرِ
Artinya: “Dari Anas ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Bila kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah.
Shahabat bertanya, “Apa taman surga itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Majelis dzikir.” (HR Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi).
Pada hadits ini Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebut majelis dzikir sebagai taman-taman surga dan
memerintahkan kepada kita agar singgah padanya ketika kita berjumpa dengan
suatu majelis dzikir. Jika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk singgah di suatu majelis dzikir,
maka hadir dan mengikuti suatu majelis dzikir itu hukumnya sunnah. Lalu,
bagaimana mungkin ada orang yang mengaku membela sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, tapi membid’ahkan apa yang disunnahkan beliau? Semoga
Allah subhanahu wa ta’ala melindungi kita dari orang-orang seperti itu.
Dalil keenam,
hadits dari Muawiyah ra:
عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى
حَلْقَةٍ مِنْ أَصحَابِهِ فَقَالَ: مَا أَجْلَسَكُمْ ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا
نَذْكُرُ اللهَ وَنَحْمَدُهُ علَى مَاهَدَانَا لِلإِسْلاَمِ وَمَنَّ بِهِ
عَلَيْنَا، قَالَ آللهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلاَّ ذَاكَ؟ قاَلُوْا وَاللهِ مَا
أَجْلَسْنَا إِلاَّ ذَاكَ، قَالَ أَمَا إِنِّيْ لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً
لَكُمْ، وَلِكنَّهُ أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ الله يُبَاهِيْ
بِكُمُ الْمَلاَئِكَةَ
Artinya: “Dari
Muawiyah ra yang berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada suatu ketika keluar menuju suatu golongan yang berhimpun dari
kalangan shahabat-shahabatnya, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apakah yang menyebabkan kalian semua duduk ini?” Para shahabat
menjawab, “Kami duduk untuk berzikir kepada Allah, juga memuji pada-Nya karena
telah menunjukkan kami semua kepada Islam dan mengaruniakan kenikmatan Islam
itu pada kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, “Apakah,
demi Allah, kalian semua duduk di sini hanya karena itu?” Sesungguhnya aku
bukannya meminta sumpah dari kalian semua karena meragukan kalian, tetapi
Jibril datang padaku dan memberitahukan bahwasanya Allah membanggakan kalian di
hadapan para malaikat.” (HR Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Tirmidzi dan Imam
Nasa’i).
Kalau Anda memperhatikan dengan teliti hadits ini maka Anda akan temukan
informasi bahwa majelis dzikir telah dilakukan oleh para shahabat dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir di tengah mereka untuk
menyampaikan bahwa Allah membanggakan orang-orang yang membentuk majelis dzikir
di hadapan para malaikat-Nya. Tentu saja informasi yang disampaikan oleh
Muawiyah ra ini jauh lebih layak kita percaya daripada ungkapan orang-orang
yang dengan dorongan hawa nafsunya mengatakan bahwa para shahabat tidak pernah
membentuk majelis dzikir dan hadir di dalamnya. Semoga Allah memberikan
petunjuk ke dalam hati mereka.
Dalil
ketujuh, hadist dari Syaddad bin Aus ra:
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍِ قَالَ
إِنَّا لَعِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ هَلْ
فِيْكُمْ غَرِيْبٌ؟ يَعْنِيْ اَهْلَ الْكِتَابِ، قُلْنَا لاَ يَا رَسُوْلَ الله،
فَأَمَرَ بِغَلْقِ الْبَابِ، فَقَالَ ارْفَعُوْا أَيْدِيَكُمْ فَقُوْلُوْا لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ، فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا سَاعَةً ثُمَّ وَضَعَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ، ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ ِللهِ،
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ بَعَثْتَنِيْ بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِيْ بِهَا
وَوَعَدْتَنِيْ عَلَيْهَا الْجَنَّةَ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادِ، ثُمَّ
قَالَ أَبْشِرُوْا فَإِنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَكُمْ
Artinya: “Dari
Syaddad bin Aus ra, ia berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tiba-tiba beliau berkata, “Apakah di antara kalian ada orang asing?
(Yang dimaksud adalah Ahli Kitab). Kami menjawab, “Tidak ada ya Rasulullah.”
Beliau kemudian memerintahkan kami agar mengunci pintu dan berkata, “Angkatlah
tangan kalian, lalu katakan Laa ilaaha illallaah!” Kami mengangkat tangan
beberapa saat, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan
tangannya, lalu bersabda: “Alhamdulillah, ya Allah, sesungguhnya Engkau
mengutusku dengan membawa kalimat tauhid ini, Engkau memerintahkannya kepadaku
dan menjanjikanku surga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi
janji.” Kemudian beliau bersabda, “Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah
mengampuni kalian.” (HR Imam Ahmad, Imam al-Hakim, Imam Thabrani dan Imam
al-Bazzar).
Di dalam
hadits tersebut ada kalimat: “Beliau kemudian memerintahkan kami agar
mengunci pintu dan berkata, “Angkatlah tangan kalian, lalu katakan Laa ilaaha
illallaah!” Informasi apa yang dapat Anda peroleh dari kalimat itu?
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para
shahabat untuk mengucapkan tahlil? Artinya, para shahabat telah melakukan
dzikir bersama dengan mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah di bawah
satu komando, yakni dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika di majelis tahlilan pun kalimat laa ilaaha illallaah diucapkan
bersama-sama. Lalu di mana letak kesalahannya? Renungkanlah hal ini dan semoga
Allah memberi pemahaman yang baik pada diri kita.
Dalil
kedelapan, disebutkan
dalam Shahih Bukhari sebagai berikut:
بَابُ التَّكْبِيْرِ أَيَّامَ مِنًى وَإِذَا غَدَا إِلَى
عَرَفَةَ. وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ
بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُوْنَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ
اْلأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيْرًا
Artinya: ‘Bab membaca takbir pada hari-hari Mina dan
ketika berangkat ke Arafah. Bahwasanya Umar ra membaca takbir di kubahnya di
Mina, lalu orang-orang di dalam masjid mendengarnya, maka mereka pun bertakbir,
dan orang-orang yang ada di pasar juga bertakbir sehingga gema takbir
mengguncang Mina…” (HR Imam Bukhari).
Dalam hadits di atas di jelaskan bahwa gema takbir pada
masa Khalifah Umar bin Khaththab ra sampai mengguncang Mina. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka membaca takbir secara bersama-sama dengan satu suara
yang keras, sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani
ketika menjelaskan hadits tersebut, dan Imam al-Aini
pun berpendapat demikian.[3]
Sesungguhnya masih terdapat banyak
dalil lainnya yang menunjukkan bahwa eksistensi majelis dzikir diakui dalam syari’at
Islam dan memiliki landasan yang kuat. Bagi
orang-orang yang dibuka oleh Allah pemahamannya untuk melihat kebenaran,
tidaklah diperlukan banyak dalil untuk bisa mengatakan bahwa majelis dzikir
atau dzikir berjamaah adalah perbuatan sunnah, bukan bid’ah. Namun demikian, di
sini penulis telah memaparkan delapan dalil shahih yang menjadi landasan
majelis dzikir. Rasanya jumlah sekian itu sudah lebih dari cukup untuk
menegaskan bahwa berdzikir secara berjamaah di dalam suatu majelis adalah
amaliah yang telah ada sejak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para shahabat radhiyallaahu ‘anhum. Dengan demikian pantas bagi kita
menolak pemahaman yang disebarluaskan oleh sekelompok orang saat ini yang
mengatakan bahwa majelis dzikir itu bid’ah.
[1]
Lihat: Tafsir ath-Thabari: القول
في تأويل قوله تعالى : { واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي يريدون
وجهه } يقول تعالى ذكره لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم : { واصبر } يا محمد { نفسك
مع } أصحابك { الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي } بذكرهم إياه بالتسبيح والتحميد
والتهليل والدعاء والأعمال الصالحة من الصلوات المفروضة وغيرها { يريدون } بفعلهم
ذلك { وجهه } لا يريدون عرضا من عرض الدنيا
[2]
Lihat: Tafsir Ibnu Katsir: وقوله
" واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي يريدون وجهه " أي اجلس
مع الذين يذكرون الله ويهللونه ويحمدونه ويسبحونه ويكبرونه ويسألونه بكرة وعشيا من
عباد الله سواء كانوا فقراء أو أغنياء أو أقوياء أو ضعفاء
[3] Silakan
rujuk Fath al-Bari, Juz 2 hal.462 dan ‘Umdat al-Qari, Juz 6 hal.
423.
0 comments:
Post a Comment