Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Wednesday, July 10, 2019

Hadits Kelima: Tentang Tertolaknya Perkara Baru yang Menyelisihi Syariat

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. رواه البخاري ومسلم؛ وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Dari Ummul Mukminin, Ummu Abdillah, Aisyah radhiyallahu ‘anha  yang berkata, “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak". Riwayat Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan urusan kami, maka dia tertolak. (Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718)

Syarah:
Kata “raddun” menurut ahli bahasa maksudnya tertolak. Kalimat “bukan dari urusan kami” maksudnya tidak terdapat sedikitpun dalil yang menjadi landasan dari sebuah amal itu, baik yang bersifat umum maupun khusus. Hadits ini merupakan salah satu pedoman penting dalam agama Islam yang merupakan kalimat pendek yang penuh arti. Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah yang menyelisihi syara’, yakni segala perkara baru yang bertentangan dengan dalil-dalil syariat; dan dosanya kembali kepada si pelaku.  Sebagian ahli ilmu ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online