Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Saturday, July 13, 2019

Dzikir Akal

Mengingat Allah dengan hati erat kaitannya dengan mengingat-Nya dengan akal. Akal akan menganalisa objek-objek yang terlihat dan terdengar. Lalu hati akan merasakan dan mengembalikannya pada sumber muasalnya, yakni Allah Ta'ala.

Simaklah firman Allah Ta'ala berikut, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi para ulul albab, (yakni) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi." (QS. Ali Imran [3]: 190-191).

Sehari-hari kita disibukkan dengan urusan duniawi. Kita sering lupa kepada Allah Swt, tak sempat lagi berpikir tentang kebesaran-Nya. Mungkin kita hanya ingat Allah ketika shalat. Bahkan saat shalat pun kita masih lupa kepada-Nya. Kita shalat namun hati dan pikiran kita melayang entah ke mana. Padahal shalat yang kita lakukan bertujuan untuk ingat kepada-Nya.

Tentu kita ingin menjadi bagian dari ulul albab, orang yang gemar mengamati dan menganalisa tentang kebesaran Tuhan. Ulul albab artinya pemilik lubb, yakni akal tertinggi. Lubb adalah alat (instrumen) penganalisa tertinggi yang hanya bisa dioperasikan oleh para nabi, para rasul, dan kekasih-kekasih Allah Ta'ala. Dalam khasanah tawasuf, lubb merupakan nama lain dari 'aql (akal) dan fikr (pikiran). Ketiganya sama namun berada dalam berbeda dalam fungsi. Dia adalah inti kesadaran yang akan mengantarkan manusia pada pengetahuan ketuhanan.

Mari melihat diri sendiri, sudah mampukah kita memaksimalkan fungsi lubb. Lihatlah fenomena semesta. Amati dengan seksama, matahari yang terbit dan tenggelam, silih bergantinya siang dan malam, serta adanya pria dan wanita. Apa yang ada dalam benak kita? Orang yang menggunakan 'aql (akal) akan mengomentarinya sebagai peristiwa alamiah dan menyelidikinya dari sisi ilmu Fisika, Geografi, dan ilmu-ilmu fisik lainnya. Yang menggunakan fikr (pikiran) akan mengatakan itu sebagai tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Ta'ala. Ya, hanya sebatas sebagai tanda kebesaran-Nya. Dia akan mengakui dan mengagungkan Tuhan sesaat, setelah itu akan disibukkan lagi dengan urusa duniawinya.

Tapi tidak bagi orang yang menggunakan lubb. Dia akan mengamati, menyelidiki, menganalisa, dan merenungkannya secara mendalam. Setiap fenomena alam akan membawanya pada dzikir, ingat kepada Allah. Ilmu-ilmu suci akan senantiasa mengalir, ilham akan selalu turun dalam relung kesadarannya yang bersih. Tidak ada sesuatu yang tidak berguna baginya. Semuanya adalah tanda, ayat yang membawanya pada kesadaran ketuhanan. Seperti firman-Nya, "(Mereka berkata), "Ya Tuhan kami, Engkau menciptakan ini tidak sia-sia, Maha Suci Engkau..." (QS. Ali Imran [3]: 191).

Para ulul albab akan selalu mengingat Allah Swt, baik dalam keadaan berdiri, duduk atau berbaring. Mereka senantiasa berdzikir ketika berdiri, yakni pada setiap aktivitas hidupnya. Dia dapat berdzikir dalam lingkungan kerjanya. Semua yang ada di hadapannya adalah ayat, tanda yang mengandung pesan dan hikmah. Tak terlewat dari pandangannya selain penampakan Tuhan. Bahkan dirinya pun serasa lenyap, Tuhan hadir sepenuhnya dalam rasa. Setiap idenya adalah ilham. Setiap tindakannya adalah amal.

Ulul albab juga senantiasa ingat Allah ketika duduk, yakni ketika sedang santai menikmati waktu luang. Tak ada waktu yang sia-sia baginya. Bahkan bercanda dan bermain pun akan menjadi ibadah baginya, karena Tuhan bersamanya.

Ulul albab juga senantiasa berdzikir kepada Allah Swt ketika berbaring, yakni pada saat istirahat dari aktivitas fisik. Desah nafas dan detak jantungnya teratur, mengumandangkan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Mimpinya adalah ilham yang mengandung isyarat. Insyaallah, inilah dzikir sebagaimana yang diteladankan oleh Rasulullah Saw, yakni dzikir setiap saat dan di setiap tempat.

Wallahu a'lam. 

 
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online