Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Thursday, July 11, 2019

Dzikir Hati

Dzikir lisan hampir tak ada manfaatnya jika tidak dirasakan dalam hati. Menyebut nama Allah dengan bibir hanyalah sarana, perantara untuk mengingat Allah dengan hati. 

Sebuah Hadits Qudsi dari Abu Hurairah ra, Allah Yang Maha Luhur dan Maha Agung berfirman, "Aku akan selalu menyertai hamba-Ku selama ia ingat kepada-Ku. Dan Aku jualah yang telah menggerakkan kedua bibirnya." (HR Ahmad)

Hadits di atas sekilas terdengar ringan, namun mengandung pesan sangat dalam. Allah Ta'ala akan selalu menyertai seorang hamba selama ia masih menggerakkan bibir menyebut nama-Nya dengan disertai ingat. Allah Swt lebih memberi penekanan untuk diingat, dan akan lebih baik jika disertai dzikir dengan bibir. Dzikir lisan akan hampa jika tidak diikuti dengan ingat kepada Tuhan. 

Dia akan menyertai kita pada saat kita ingat dan menyebut nama-Nya. Namun muncul pertanyaan, apakah kita dapat merasakan kehadiran-Nya? Apa tandanya bahwa Dia sedang bersama kita?

Sebenarnya tidak sulit jawabannya, namun sulit membuktikannya. Coba kita memperhatikan diri sendiri manakala menggerakkan bibir. Apakah kita merasa bahwa gerakan bibir itu dari kita sendiri, ataukah karena digerakkan Allah? Apa yang kita rasakan saat itu? Jika kita masih merasa bahwa kita sendiri yang berdzikir, berarti kita tidak lebih seperti robot. Kita seperti manusia kartun dalam play station, kita merasa hidup padahal tidak. Namun jika kita merasa bahwa saat itu yang berdzikir bukan kita, itu berarti kita telah merasakan hadirnya Tuhan. Kitalah pemain sekaligus penonton permainan play station itu.

Logikanya, Tuhan tidak mungkin hadir dalam jasad kita. Kalau itu terjadi, kita akan hancur binasa. Dia terlalu Agung. Jika Dia benar-benar hadir dalam hati kita, pasti binasa pula kedirian kita, "Segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah-Nya" (QS. al-Qashash [28]: 88). Saat itu di mana kita? Masihkah kita mengaku sebagai pelaku? Masihkah kita merasa memiliki kedirian?

Bisa saya katakan, Tuhan akan hadir dan menyertai orang yang telah menghilangkan ego-nya. Orang tersebut akan merasakan kehadiran Tuhan manakala mengesampingkan peran dirinya dan mengembalikan semua itu kepada-Nya sebagai pelaku Tunggal, sebagaimana firman-Nya, "Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali" (QS. al-Baqarah [2]: 156).

Firman Allah, "Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang..." (QS. al-A'raf [7]: 205).

Firman Allah, "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah..." (QS. al-Hadid [57]: 16).

Kita bisa melihat, banyak orang yang melantunkan dzikir dengan keras. Mendendangkannya dalam bentuk nyanyian. Menampilkannya dalam bentuk pertunjukan-pertunjukan. Tak ada salahnya memang, namun apakah semua itu akan didengar Allah? Wallahu a'lam. Hanya Dia yang tahu.

Jika dzikir tersebut dibarengi dengan ingat kepada Allah dalam hati, niscaya Dia akan menyambutnya. Sekali lagi, dzikir lisan merupakan perantara atau pengantar menuju dzikir hati, yaitu ingat kepada Allah dengan hati. Namun bukan berarti bahwa setelah hati ingat, lalu lisan tidak perlu dibasahi dengan kalimat dzikir. Bagaimana pun juga, dzikir lisan sangat diperlukan. Jasmani memiliki hak mendapat makanan ruhani. Dan dzikir adalah salah satu makanan ruhaninya.

Dzikir hati dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Mengingat Allah tidak dibatasi waktu dan tempat. Bahkan dianjurkan untuk melakukannya setiap saat. Nabi Saw pun mencontohkan demikian.

Aisyah ra berkata, "Rasulullah Saw senantiasa ingat kepada Allah pada setiap saat yang dijalaninya." (HR Muslim)

Mungkin muncul pertanyaan, bagaimana bisa ingat kepada Allah setiap saat? Saya dan Anda masih lemah dalam pengetahuan ini. Tapi lihatlah kepada para ulama kekasih Allah yang hati mereka selalu terkait dengan Allah Ta'ala. Mereka adalah pewaris Nabi Saw, hingga Allah memberi kemudahan untuk mengikuti jejak beliau. Jika mereka bisa seperti Nabi, apakah kita juga bisa? Kita hanya bisa ber-husnuzhan, berbaik sangka, insyaallah Dia akan memberi kemampuan pada kita. 

Wallahu a'lam
 

 
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online