Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Friday, April 19, 2019

Hukum Puasa Setelah Nishfu Sya'ban

Sebagaimana disebutkan dalam banyak hadis, Rasulullah SAW memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Pada bulan tersebut terdapat banyak keutamaan dan berbagai macam peristiwa penting terjadi pada bulan Sya’ban. Tidak hanya itu, bulan Sya’ban juga memiliki malam yang istimewa dan penuh berkah, yaitu malam Nishfu Sya’ban.
 
Malam Nishfu Sya’ban diyakini sebagai malam pengampunan dan penuh keberkahan. Dianjurkan pada malam pertengahan Sya’ban memperbanyak ibadah, doa dan istighfar.  Setelah malam Nishfu Sya’ban, apakah masih ada kesunnahan yang bisa kita lakukan? Apakah pada tanggal 16 Sya’ban dan seterusnya masih dianjurkan untuk berpuasa?
 
Terkait persoalan ini, ulama berbeda pendapat karena ada satu hadis yang melarang puasa setelah Nishfu Sya’ban; dan dalam riwayat al-Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadhan. Syekh Wahbab al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan:
 
قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد
“Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah Nishfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah Nishfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari Nishfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati Nishfu Sya’ban janganlah kalian puasa’. Hadis ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif.”
 
Ulama melarang puasa setelah Nishfu Sya’ban dikarenakan pada hari itu dianggap hari syak (ragu), karena sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Khawatirnya, orang yang puasa setelah Nishfu Sya’ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadhan. Ada juga ulama yang mengatakan, puasa setelah Nishfu Sya’ban dilarang agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan Ramadhan.
 
Meskipun dilarang, ulama dari mazhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti mengerjakan puasa Senin dan Kamis, puasa ayyamul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahr.
 
Sementara menurut ulama lain, khususnya selain mazhab Syafi’i, hadis di atas dianggap lemah dan termasuk hadis munkar, karena ada perawi hadisnya yang bermasalah. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah Nisfhu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadhan. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan:
 
وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر
“Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nishfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah Nishfu Sya’ban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadis tersebut munkar”
 
Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah Nishfu Sya’ban, karena mereka berpeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadis larangan puasa setelah Nishfu Sya’ban. Akan tetapi, pada sisi lain, mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud, puasa dahr dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadha puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa Nishfu Sya’ban. 
 
Wallahu a’lam
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online