Sebagaimana
disebutkan dalam banyak hadis, Rasulullah SAW memperbanyak puasa di bulan
Sya’ban. Pada bulan tersebut terdapat banyak keutamaan dan berbagai macam
peristiwa penting terjadi pada bulan Sya’ban. Tidak hanya itu, bulan Sya’ban
juga memiliki malam yang istimewa dan penuh berkah, yaitu malam Nishfu Sya’ban.
Malam
Nishfu Sya’ban diyakini sebagai malam pengampunan dan penuh keberkahan.
Dianjurkan pada malam pertengahan Sya’ban memperbanyak ibadah, doa dan istighfar.
Setelah malam Nishfu Sya’ban, apakah masih ada kesunnahan yang bisa kita
lakukan? Apakah pada tanggal 16 Sya’ban dan seterusnya masih dianjurkan untuk
berpuasa?
Terkait
persoalan ini, ulama berbeda pendapat karena ada satu hadis yang melarang puasa
setelah Nishfu Sya’ban; dan dalam riwayat al-Bukhari, Nabi juga melarang puasa
dua atau tiga hari sebelum Ramadhan. Syekh Wahbab al-Zuhaili dalam Fiqhul
Islami wa Adillatuhu menjelaskan:
قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من
شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو
صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو
فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث:
إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد
“Ulama
mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah Nishfu Sya’ban diharamkan karena
termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah
terbiasa melakukan puasa dahar, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar,
puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa
setelah Nishfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari
Nishfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati Nishfu
Sya’ban janganlah kalian puasa’. Hadis ini tidak digunakan oleh ulama mazhab
Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif.”
Ulama
melarang puasa setelah Nishfu Sya’ban dikarenakan pada hari itu dianggap hari
syak (ragu), karena sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Khawatirnya, orang yang
puasa setelah Nishfu Sya’ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan
Ramadhan. Ada juga ulama yang mengatakan, puasa setelah Nishfu Sya’ban dilarang
agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan Ramadhan.
Meskipun
dilarang, ulama dari mazhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi
orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti mengerjakan puasa Senin dan Kamis,
puasa ayyamul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang sudah
terbiasa mengerjakan puasa dahr.
Sementara
menurut ulama lain, khususnya selain mazhab Syafi’i, hadis di atas dianggap
lemah dan termasuk hadis munkar, karena ada perawi hadisnya yang bermasalah.
Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah Nisfhu Sya’ban
selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadhan. Ibnu Hajar al-‘Asqalani
dalam Fathul Bari mengatakan:
وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا
بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر
“Mayoritas
ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nishfu Sya’ban dan mereka melemahkan
hadis larangan puasa setelah Nishfu Sya’ban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan
hadis tersebut munkar”
Dengan
demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah Nishfu
Sya’ban, karena mereka berpeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadis
larangan puasa setelah Nishfu Sya’ban. Akan tetapi, pada sisi lain, mereka
sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa
melakukannya, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud, puasa dahr dan lain-lain.
Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadha puasa, dan
orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa Nishfu Sya’ban.
0 comments:
Post a Comment