Membaca Surat Yasin di Malam
Nishfu Sya’ban
وَأَمَّا قِرَاءَةُ سُوْرَةِ يس لَيْلَتَهَا بَعْدَ الْمَغْرِبِ
وَالدُعَاءِ الْمَشْهُوْرِ فَمِنْ تَرْتِيْبِ بَعْضِ أهْلِ الصَّلاَحِ مِنْ عِنْدِ
نَفْسِهِ قِيْلَ هُوَ الْبُوْنِى وَلاَ بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ. - أسنى المطالب فى
أحاديث مختلفة المراتب ص 234
“Adapun pembacaan surat
Yasin pada malam Nishfu Sya’ban setelah Maghrib merupakan hasil ijtihad
sebagian ulama, konon ia adalah Syeikh Al Buni, dan hal itu bukanlah suatu hal
yang buruk”. (Syaikh Muhammad bin Darwisy, Asná al-Mathálib, 234)
وَمِنْ خَوَاصِ سُوْرَةِ يس) كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ أَنْ
تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ: اْلاُوْلََى
بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ، وَالثَّانِيَةُ بِنِيَّةِ دَفْعِ الْبَلاَءِم
وَالثالِثَةُ بِنِيَّةِ اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ الناسِ
“Di antara
keistimewaan surat Yasin, sebagaimana menurut sebagian ulama, adalah dibaca pada malam Nishfu Sya’ban
sebanyak 3 kali. Yang pertama dengan niat meminta panjang umur, kedua niat
terhindar dari bencana dan ketiga niat agar tidak bergantung kepada orang
lain”. (Fathu al-Malik al-Majíd, 19)
Shalat Sunnah Mutlak di
Malam Nishfu Sya’ban
Melaksanakan shalat sunnah
secara mutlak dijelaskan dalam hadits:
قولُه صلى الله عليه وسلم : الصَّلاَةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ، فَمَنْ
شَاءَ اسْتَكْثرَ وَمَنْ شَاءَ اسْتَقَلَّ - قال الحافظ فِي "الفتح" 2 /
479 : صححه ابن حبان
Sabda Nabi: “Shalat
adalah sebaik-baik syariat, siapa yang ingin memperbanyak maka perbanyaklah,
dan siapa yang ingin melakukan sedikit maka lakukanlah.” (Al-Hafidz Ibnu Hajar
mengatakan bahwa hadis ini dinilai sahih oleh Ibnu Hibban. Fath
Al-Bari 2/479).
Sayyid Muhammad Alawi menulis di
dalam kitabnya:
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ الْحَارِثِ
اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى فَأَطَالَ
السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ
حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ فَرَجَعَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ
مِنْ السُّجُودِ وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ: يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا حُمَيْرَاءُ
أَظَنَنْتِ أَنَّ النَّبِيَّ قَدْ خَاسَ بِكِ؟ قُلْتُ: لاَ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ
اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنْ قُبِضْتَ طُوْلَ سُجُوْدِكَ، قَالَ: أَتَدْرِي
أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: هَذِهِ
لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى
عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ
وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِيْنَ وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ، رَوَاهُ
الْبَيْهَقِيُّ. وَقَالَ هَذَا مُرْسَلٌ جَيِّدٌ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُوْنَ
الْعَلاَءُ أَخَذَهُ مِنْ مَكْحُوْلٍ
)ذكريات ومناسبات لسيد محمد بن علوى
الملكى ص 155-156(
“Dari
'Ala' bin Harits
bahwa Aisyah berkata: “Rasulullah bangun di tengan malam kemudian beliau salat,
kemudian sujud sangat lama, sampai saya menyangka bahwa beliau wafat. Setelah
itu saya bangun dan saya gerakkan kaki Nabi dan ternyata masih bergerak.
Kemudian Rasul bangkit dari sujudnya setelah selesai melakukan shalatnya, Nabi
berkata “Wahai Aisyah, apakah kamu mengira Aku berkhianat padamu?”, Saya berkata “Demi Allah, tidak,
wahai Rasul, saya mengira engkau telah tiada karena sujud terlalu lama.” Rasul
bersabda “Tahukauh kamu malam apa sekang ini?” Saya menjawab “Allah dan
Rasulnya yang tahu”. Rasulullah bersabda, “Ini
adalah malam Nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memperhatikan
hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni orang-orang
yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta dikasihani, dan Allah
tidak akan memprioritaskan orang-orang yang pendendam”. (HR Al Baihaqi fi
Syu’ab Al Iman no 3675, menurutnya hadits ini Mursal yang baik)
Catatan:
1. Letak ke-mursal-an hadits tersebut karena Al-‘Ala’ bin Al-Harits adalah seorang Tabiin yang tidak pernah berjumpa dengan Aisyah. Prediksi Al-Baihaqi, Al-‘Ala’ memperoleh hadits tersebut dari gurunya, Makhul. Imam Ahmad menilai Al-‘Ala’ sebagai orang yang sahih haditsnya. Abu Hatim berkata: “Tidak ada murid Makhul yang lebih terpercaya dari pada Al-‘Ala’”. Ibnu Hajar menyebut Al-‘Ala’ sebagai orang yang jujur dan berilmu fikih, tetapi ia dituduh pengikut Qadariyah. (Mausu’ah Ruwat Al Hadits)
2. Para
Imam Madzhab, seperti Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal mengkategorikan
hadis Mursal sebagai hadis yang dapat diterima (Hadis Maqbul) bila memenuhi
beberapa persyaratan, di antaranya Sahabat atau Tabiin yang digugurkan dari
sanad merupakan seorang yang dikenal kredibilitasnya, tidak bertentangan dengan
hadis lain yang lebih shahih, dan lain sebagainya, sebagaimana yang tercantum
dalam kitab-kitab Ulumul Hadits.
Syaikh Ibnu
Taimiyah, berkata dalam fatwanya:
وَقَدْ سُئِلَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ
رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى عَنْ صَلاَةِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
فَأَجَابَ : إِذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ
جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنَ السَّلَفِ فَهُوَ حَسَنٌ.
وَقَالَ فِيْ مَوْضِعٍ آخَرَ : وَأَمَّا لَيْلَةُ النِّصْفِ فَقَدْ رُوِيَ فِيْ
فَضْلِهَا أَحَادِيْثُ وَآَثاَرٌ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنَ السَّلَفِ
أَنَّهُمْ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ فِيْهَا فَصَلاَةُ الرَّجُلِ فِيْهَا وَحْدَهُ
قَدْ تَقَدَّمَهُ فِيْهِ سَلَفٌ وَلَهُ فِيْهِ حُجَّةٌ فَلَا يُنْكَرُ مِثْلُ
هَذَا.
“Ibnu
Taimiyah ditanya tentang shalat malam Nishfu Sya’ban, maka ia menjawab:
“Apabila seseorang menunaikan shalat pada malam Nishfu Sya’ban, sendirian atau bersama
jamaah tertentu sebagaimana dikerjakan oleh banyak kelompok kaum salaf, maka
hal itu baik.” Di tempat lain, Ibnu Taimiyah juga berkata: “Adapun malam Nishfu
Sya’ban, telah diriwayatkan banyak hadits dan atsar tentang keutamaannya dan
telah dikutip dari sekelompok kaum salaf bahwa mereka menunaikan shalat pada
malam itu. Jadi shalat yang dilakukan oleh seseorang sendirinya pada malam
tersebut, telah dilakukan sebelumnya oleh kaum salaf dan ia mempunya hujjah,
oleh karena itu hal seperti ini tidak boleh diingkari.” (Majma’
Fatawa Ibni Taimiyah [3/131-132].
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, salah seorang murid Ibnu Taimiyah, juga
berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif sebagai berikut:
وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
كَانَ التَّابِعُوْنَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ يُعَظِّمُوْنَهَا وَيَجْتَهِدُوْنَ
فِيْهَا فِي الْعِبَادَةِ، وَكَانَ خَالِدُ بْنِ مَعْدَانَ وَلُقْمَانُ بْنِ
عَامِرٍ وَغَيْرُهُمَا مِنْ تَابِعِي الشَّامِ يَقُوْمُوْنَ فِي الْمَسْجِدِ
لَيْلَةَ النِّصْفِ، وَوَافَقَهُمُ اْلإِمَامُ إِسْحَاقُ ابْنُ رَاَهَوْيه عَلىَ
ذَلِكَ، وَقَالَ فِيْ قِيَامِهَا فِي الْمَسَاجِدِ جَمَاعَةً : لَيْسَ ذَلِكَ
بِبِدْعَةٍ . انتهى باختصار وتصرف .
“Malam
Nishfu Sya’ban, kaum Tabi’in dari penduduk Syam mengagungkannya dan
bersungguh-sungguh menunaikan ibadah pada malam tersebut. Khalid bin Ma’dan,
Luqman bin Amir dan lain-lain dari kalangan tabi’in Syam mendirikan shalat di
dalam Masjid pada malam Nishfu Sya’ban. Perbuatan mereka disetujui oleh al-Imam
Ishaq Ibnu Rahawaih. Ibnu Rahawaih berkata mengenai shalat sunnah pada malam Nishfu
Sya’ban di Masjid-masjid secara berjamaah: “Hal tersebut tidak termasuk
bid’ah.” (al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif [h.
263] dengan disederhanakan).
Puasa Nishfu Sya’ban
Puasa di hari ke-15 bulan Sya’ban atau siang hari Nishfu Sya’ban
ada yang menyatakan bid’ah,
namun tidak demikian menurut mayoritas para ulama:
وَأَمَّا صِيَامُ
يَوْمِ النِّصْفِ مِنْهُ فَغَيْرُ مَنْهِيٍِّ عَنْهُ فَإِنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ أَيَّامِ
الْبِيْضِ الْغُرِّ الْمَنْدُوْبِ إِلََى صِيَامِهَا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ - لطائف المعارف
ج - 1 / ص 151
Puasa pada hari Nishfu Sya’ban tidaklah dilarang.
Sebab termasuk hari-hari purnama (tanggal 13-14-15 Hijriyah) yang dianjurkan
untuk berpuasa di setiap bulan. (Lathaif
Al-ma’arif 1/151)
0 comments:
Post a Comment