Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Sunday, April 21, 2019

Pasal : Menjaga Lisan (5)

الْخَامِسُ: تَزْكِيَةُ النَّفْسِ
Kelima: Peliharalah Lisanmu dari Menyucikan (Memuji-muji) Diri Sendiri
 
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: فَلاَ تُزَكُّوْا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعلَمُ بِمَنِ اتَّقَى، وَقِيْلَ لِبَعْضِ الْحُكَمَاءِ: مَالصِّدْقُ الْقَبِيْحُ؟ فَقَالَ: ثَنَاءُ الْمَرْءِ عَلَى نَفْسِهِ
Sungguh Allah Ta’ala telah berfirman: Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”[1] Pernah ditanyakan kepada sebagian ahli hikmah, “Apakah kejujuran yang paling buruk?” Mereka menjawab: “Kejujuran yang paling buruk adalah memuji-muji dirinya sendiri.”
 
فَإِيَّاكَ أَنْ تَتَعَوَّدَ ذَلِكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ ذَلِكَ يُنْقِصُ مِنْ قَدْرِكَ عِنْدَ النَّاسِ، وَيُوْجِبُ مَقْتَكَ عِنْدَاللهِ تَعَالَى
Karena itu, berhati-hatilah engkau. Jangan sampai engkau membiasakan diri memuji-muji diri sendiri. Ketahuilah bahwa sikap yang demikian itu akan mengurangi kehormatan dirimu di hadapan manusia dan mengundang kemurkaan Allah Ta’ala terhadapmu. 
 
فَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَعْرِفَ أَنَّ ثَنَاءَكَ عَلَى نَفْسِكَ لاَ يَزِيْدُ فِيْ قَدْرِكَ عِنْدَ غَيْرِكَ، فَانْظُرْ إِلَى أَقْرَانِكَ إِذَا أَثْنُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْفَضْلِ وَالْجَاهِ وَالْمَالِ، كَيْفَ يَسْتَنْكِرُهُ قَلْبُكَ عَلَيْهِمْ، وَيَسْتَثْقِلُهُ طَبْعُكَ، وَكَيْفَ تَذُمُّهُمْ عَلَيْهِ إِذَا فَارَقْتَهُمْ
Apabila engkau ingin mengetahui bahwa pujianmu atas dirimu sendiri tidak akan menambah kehormatanmu di hadapan orang lain, maka perhatikanlah teman-temanmu yang memuji dan menyanjung diri mereka sendiri dengan kehormatan, kedudukan dan kekayaan yang mereka miliki. Pada saat itu mestilah hatimu akan mengingkari mereka, perasaan dirimu akan berat menerimanya, dan betapa engkau akan mencela sikap mereka itu tatkala telah berpisah dari mareka. 
 
فَاعْلَمْ أَنَّهُمْ أَيْضًا فِيْ حَالِ تَزْكِيَتِكَ لِنَفْسِكَ يَذُمُّوْنَكَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ نَاجِزًا، وَسَيُظْهِرُوْنَهُ بِأَلْسِنَتِهِمْ إِذَا فَارَقْتَهُمْ
Maka ketahuilah, sesungguhnya sikap mereka pun sama terhadap dirimu tatkala engkau memuji-muji dirimu sendiri, yakni mencelamu di dalam hati mereka saat itu juga, dan celaan itu akan mereka perlihatkan lewat lisan-lisan mereka manakala engkau telah berlalu dari hadapan mereka. 
 
السَّادِسُ: اللَّعْنُ
Keenam: Peliharalah Lisanmu dari Melaknat
 
فَإِيَّاكَ أَنْ تَلْعَنَ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ اللهُ تَعَالَى مِنْ حَيَوَانٍ أَوْ طَعَامٍ أَوْ إِنْسَانٍ بِعَيْنِهِ، وَلاَ تَقْطَعْ بِشَهَادَتِكَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ بِشِرْكٍ أَوْ كُفْرٍ أَوْ نِفَاقٍ؛ فَإِنَّ الْمُطَّلِعَ عَلَى السَّرَائِرِ هُوَ اللهُ تَعَالَى، فَلاَ تَدْخُلْ بَيْنَ الْعِبَادِ وَبَيْنَ اللهِ تَعَالَى
Berhatilah-hatilah engkau, jangan sampai melaknat sesuatu yang diciptakan Allah Ta’ala secara khusus dan jelas, baik itu hewan, makanan, maupun manusia. Jangan pula engkau memvonis siapa pun dari kalangan ahli kiblat dengan syirik, kufur, maupun munafik dengan berdasar pada pengetahuanmu semata. Karena yang mengetahui seluruh rahasia yang tersembunyi itu hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu, hendaklah engkau tidak masuk ke dalam persoalan yang terjadi hanya antara seorang hamba dengan Allah SWT.
 
وَاعْلَمْ أَنَّكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يُقَالُ لَكَ: لِمَ لَمْ تَلْعَنْ فُلاَنًا، وَلِمَ سَكَتَّ عَنْهُ؟ بَلْ لَوْ لَمْ تَلْعَنْ اِبْلِيْسَ طُوْلَ عُمُرِكَ، وَلَمْ تَشْغَلْ لِسَانِكَ بِذِكْرِهِ لَمْ تُسْأَلْ عَنْهُ وَلَمْ تُطَالَبْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. وَإِذَا لَعَنْتَ أَحَدًا مِنْ خَلْقِ اللهِ تَعَالَى طُوْلِبْتَ بِهِ، وَلاَ تَذُمَّنَّ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ اللهُ تَعَالَى، فَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَذُمُّ الطَّعَامَ الرَّدِىءَ قَطُّ، بَلْ كَانَ إِذَا اشْتَهَى شَيْئًا أَكَلَهُ وَإِلاَّ تَرَكَهُ
Ketahuilah, sungguh engkau tidak akan ditanya pada hari kiamat dengan pertanyaan: “Mengapa engkau tidak melaknat si Fulan? Mengapa engkau mendiamkan dia?” Bahkan seandainya di sepanjang usiamu engkau tidak pernah melaknat iblis dan tidak menggunakan lisanmu untuk menyebutnya, niscaya pada hari kiamat engkau tidak akan ditanya tentangnya dan tidak pula akan dituntut karenanya. Namun bila engkau melaknat seorang saja dari makhluk Allah, niscaya pertanggungjawabanmu akan diminta. Dan hendaklah engkau tidak mencela apa pun ciptaan Allah, karena di dalam hadits dijelaskan bahwa Nabi SAW sama sekali tak pernah mencela makanan yang menurut beliau tidak enak. Bila beliau menyukainya, maka beliau memakannya. Namun bila tidak, maka beliau membiarkannya.


[1] QS. an-Najm [53]: 32.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online