Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Friday, April 19, 2019

Pasal : Menjaga Lisan (3)

الثَّالِثُ: الْغِيْبَةُ
Ketiga: Peliharalah Lisanmu dari Perbuatan Ghibah (Bergunjing)
 
فَاحْفَظْ لِسَانَكَ عَنْهَا، وَالْغِيْبَةُ أَشَدُّ مِنْ ثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً فِي اْلإِسْلاَمِ، كَذَلِكَ وَرَدَ فِي الْخَبَرِ
Peliharalah lisanmu darinya, karena ghibah dalam pandangan Islam dosanya lebih berat daripada dosa perzinahan yang dilakukan sebanyak tiga puluh kali. Seperti itulah yang dijelaskan di dalam hadits.
 
وَمَعْنَى الْغِيْبَةُ: أَنْ تَذْكُرَ إِنْسَانًا بِمَا يَكْرَهُهُ لَوْ سَمِعَهُ، فَأَنْتَ مُغْتَابٌ ظَالِمٌ وَإِنْ كُنْتَ صَادِقًا
Yang dimaksud dengan ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan sesuatu yang tidak disukainya bila ia mendengarnya. Dengan melakukan hal itu maka engkau telah menjadi seorang pelaku ghibah yang zalim sekalipun yang engkau katakan itu adalah benar. 
 
وَإِيَّاكَ وَغِيْبَةَ الْقُرَّاءِ الْمُرَائِيْنَ، وَهُوَ أَنْ تُفْهِمَ الْمَقْصُوْدَ مِنْ غَيْرِ تَصْرِيْحٍ فَتَقُوْلَ: أَصْلَحَهُ اللهُ فَقَدْ سَاءَنِيْ وَغَمَّنِيْ مَا جَرَى عَلَيْهِ، فَنَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى أَنْ يُصْلِحَنَا وَإِيَّاهُ
Hendaklah engkau berhati-hati dari model ghibah yang dilakukan oleh orang-orang yang riya dengan ibadahnya. Ghibah model ini adalah engkau memahami maksud dari pergunjingan itu meskipun tidak dengan menggunakan kata-kata yang jelas. Misalnya, engkau berkata tentang seseorang: “Semoga Allah menjadikannya lebih baik, sungguh ia telah berbuat buruk padaku dan menyulitkanku dengan perbuatannya. Marilah kita memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Dia memperbaiki kita dan memperbaikinya.”
 
فَإِنَّ هَذَا جَمْعٌ بَيْنَ خَبِيْثَيْنِ، أَحَدُهُمَا: الْغِيْبَةُ إِذَا حَصَلَ بِهِ التَّفَهُّمُ، وَاْلآخَرُ: تَزْكِيَةُ النَّفْسِ وَالثَّنَاءُ عَلَيْهَا بِالتَّحَرُّجِ وَالصَّلاَحِ
Perkataan seperti itu terkumpul padanya dua keburukan: Keburukan pertama, menjadi ghibah apabila orang lain mengerti apa maksud perkataan tersebut. Keburukan kedua, menyucikan dan memuji diri sendiri dengan menyingkapkan keburukan orang lain di satu sisi, dan menampakkan kebaikan diri sendiri di sisi yang lain. 
 
وَلَكِنْ إِنْ كَانَ مَقْصُوْدُكَ مِنْ قَوْلِكَ: أَصْلَحَهُ اللهُ - الدُّعَاءُ؛ فَادْعُ لَهُ فِي السِّرِّ، وَإِنْ اغْتَمَمْتَ بِسَبَبِهِ، فَعَلاَمَتُهُ أَنَّكَ لاَ تُرِيْدُ فَضِيْحَتَهُ وَاِظْهَارَ عَيْبِهِ، وَفِيْ إِظْهَارِكَ الْغَمَّ بِعَيْبِهِ إِظْهَارُ تَعْيِيْبِهِ
Apabila maksud ucapanmu: “Semoga Allah menjadikannya lebih baik” adalah doa, maka doakanlah ia secara sirri (secara rahasia) saja. Apabila engkau merasa sedih (prihatin) dengan keadaannya, maka itu adalah pertanda bahwa engkau tidak akan sanggup membeberkan aibnya di hadapan orang lain. Namun dengan sikapmu yang memperlihatkan rasa susah (rasa kesal) terhadap aibnya itu, maka engkau telah menyingkap aibnya di hadapan orang lain.
 
وَيَكْفِيْكَ زَاجِرًا عَنِ الْغِيْبَةِ قَوْلُهُ تَعَالَى: وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيِْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ
Dan cukuplah bagimu firman Allah SWT berikut ini sebagai peringatan agar engkau menjaga lisanmu dari ghibah: “Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”[1]
 
فَقَدْ شَبَّهَكَ اللهُ بِآكِلِ لَحْمِ الْمَيْتَةِ؛ فَمَا أَجْدَرُكَ أَنْ تَحْتَرِزَ مِنْهَا
Perhatikanlah ayat di atas, betapa Allah telah mempersamakanmu yang suka melakukan ghibah dengan seorang pemakan bangkai. Maka alangkah pantasnya bila engkau benar-benar menjauhinya.
 
وَيَمْنَعُكَ عَنْ غِيْبَةِ الْمُسْلِمِيْنَ أَمْرٌ لَوْ تَفَكَّرْتَ فِيْهِ، وَهُوَ أَنْ تَنْظُرَ فِيْ نَفْسِكَ، هَلْ فِيْكَ عَيْبٌ ظَاهِرٌ أَوْ بَاطِنٌ؟ وَهَلْ أَنْتَ مُقَارِفٌ مَعْصِيَةً سِرًّا أَوْ جَهْرًا؟
Jika engkau mau merenungkan perkara berikut ini, niscaya engkau akan mencegah dirimu dari melakukan ghibah terhadap kaum Muslimin. Yakni, perhatikanlah dirimu sendiri. Apakah pada dirimu terdapat aib, baik yang bersifat zhahir maupun batin? Apakah engkau melakukan kemaksiatan kepada Allah, baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan? 
 
فَإِذَا عَرَفْتَ ذَلِكَ مِنْ نَفْسِكَ، فَاعْلَمْ أَنَّ عَجْزَهُ عَنِ التَّنَزُّهِ عَمَّا نَسَبْتَهُ إِلَيْهِ كَعَجْزِكَ، وَعُذْرَهُ كَعُذْرِكَ، وَكَمَا تَكْرَهُ أَنْ تُفْتَضَحَ وَتُذْكَرَ عُيُوْبُكَ، فَهُوَ أَيْضًا يَكْرَهُهُ
Apabila engkau menyadari bahwa semua itu ada pada dirimu, maka ketahuilah bahwa ketidakmampuan orang lain untuk melepaskan diri dari segala hal (buruk) yang engkau nisbatkan padanya adalah sama seperti ketidakmampuanmu untuk terbebas dari segala hal itu. Pahamilah keadaannya sebagaimana engkau memahamimu dirimu. Maka sebagaimana halnya engkau tidak suka bila aibmu dibeberkan dan dibicarakan, maka orang lain pun demikian, benci bila aibnya diperbincangkan.
 
فَإِنْ سَتَرْتَهُ سَتَرَ اللهُ عَلَيْكَ عُيُوْبَكَ، وَإِنْ فَضَحْتَهُ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكَ أَلْسِنَةً حِدَادًا يُمَزِّقُوْنَ عِرْضَكَ فِي الدُّيْنَا، ثُمَّ يَفْضَحُكَ اللهُ فِي اْلآخِرَةِ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Apabila engkau menutupi aib orang lain, maka Allah akan menutupi aib-aibmu. Namun bila engkau membuka dan membeberkan aib orang lain, maka Allah akan menguasakan atasmu lidah-lidah tajam yang akan mencabik-cabik kehormatan dirimu di dunia ini, kemudian di akhirat nanti Allah akan membeberkan keadaan dirimu yang sesungguhnya di hadapan seluruh makhluk.
 
وَإِنْ نَظَرْتَ إِلَى ظَاهِرِكَ وَبَاطِنِكَ، فَلَمْ تَطَّلِعْ فِيْهِمَا عَلَى عَيْبٍ وَنَقْصٍ فِيْ دِيْنٍ وَلاَ دُنْيَا، فَاعْلَمْ أَنَّ جَهْلَكَ بِعُيُوْبِ نَفْسِكَ أَقْبَحُ أَنْوَاعِ الْحَمَاقَةِ، وَلاَ عَيْبَ أَعْظَمُ مِنَ الْحُمْقِ
Bila engkau melihat keadaan dirimu secara zhahir maupun batin, lalu engkau tidak menemukan padanya suatu aib maupun kekurangan baik dalam urusan agama maupun dunia, maka ketahuilah bahwa ketidaktahuanmu akan aib-aibmu merupakan suatu kedunguan yang paling fatal, dan tidak ada aib yang lebih besar daripada kedunguan semacam itu. 
 
وَلَوْ أَرَادَ اللهُ بِكَ خَيْرًا، لَبَصَّرَكَ بِعُيُوْبِ نَفْسِكَ، فَرُؤْيَتُكَ نَفْسَكَ بِعَيْنِ الرِّضَا غَايَةُ غَبَاوَتِكَ وَجَهْلِكَ. ثُمَّ إِنْ كُنْتَ صَادِقًا فِيْ ظَنِّكَ فَاشْكُرِ اللهَ تَعَالَى عَلَيْهِ وَلاَ تُفْسِدْهُ بِثَلْبِ النَّاسِ وَالتَّمَضْمُضِ بِأَعْرَاضِهِمْ؛ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ أَعْظَمِ الْعُيُوْبِ
Sekiranya Allah berkehendak memberikan kebaikan padamu, niscaya Dia akan memperlihatkan kepadamu aib-aibmu. Maka pandanganmu terhadap dirimu dengan perasaan ridha merupakan puncak kebodohanmu. Kemudian apabila prasangkamu terhadap dirimu yang tidak memiliki aib dan kekurangan adalah benar, maka bersyukurlah kepada Allah Ta’ala atas hal itu. Dan janganlah engkau merusaknya dengan menggunjing manusia dan mencela kehormatan mereka, karena sesungguhnya yang demikian itu adalah aib yang paling besar.


[1] QS. al-Hujurat [49]: 12.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online