Ada sebagian
orang yang mengatakan bahwa memohon perlindungan dan bantuan kepada Nabi
Muhammad SAW serta meminta syafaat dan pertolongan kepada beliau hanya
dibenarkan ketika beliau masih hidup. Adapun setelah beliau wafat, maka hukum
melakukannya adalah kafir, atau dengan kata lain dalam bahasa yang lebih
toleran, “tidak ada dalam syariat” atau “tidak boleh”.
Untuk itu kami menjawab, kalau dalam tawassul disyaratkan hanya dalam
hidupnya seseorang dapat dijadikan wasilah sebagaimana yang mereka katakan,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya para rasul dan orang-orang yang diridhai
Allah itu senantiasa hidup di dalam kubur mereka. Sekiranya
para ahli fiqih tidak menemukan dalil untuk membenarkan tawassul dan
istighatsah dengan Nabi Muhammad SAW setelah wafatnya, kecuali dengan
menganalogikan kepada tawassul dan istighatsah dengan beliau semasa hidupnya di
dunia, maka cukuplah sebagai dalil bagi mereka kenyataan bahwa Nabi Muhammad
SAW senantiasa hidup, baik di dunia maupun di akhirat dan beliau selalu memberi
pertolongan kepada umatnya.
Nabi
Muhammad SAW, dengan izin Allah, dapat memperhatikan dan mengetahui
problematika yang sedang dihadapi oleh seluruh umatnya. Bahkan, diperlihatkan
pula kepada beliau shalawat dan salam yang disampaikan orang-orang yang
bershalawat kepada beliau, dan semua ucapan shalawat dan salam itu diterima
oleh beliau. Untuk meyakini hal ini memang tidak dapat dilakukan begitu saja,
kecuali dengan ilmu pengetahuan yang luas mengenai hal ihwal ruh dan berbagai
keistimewaannya, terutama ruh para hamba Allah yang mulia di sisi-Nya, seperti
ruh Rasulullah SAW.
Seandainya tawassul atau meminta syafaat dan pertolongan melalui Rasulullah
SAW itu kafir dan syirik, maka mustahil perbuatan itu dibolehkan, baik ketika
Rasulullah SAW masih hidup maupun setelah wafatnya. Dan tidak
mungkin pula terjadi pada hari Kiamat, karena perbuatan kafir dan syirik dalam
semua bentuk, jenis dan waktunya, sangatlah dibenci oleh Allah SWT.
0 comments:
Post a Comment