Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Wednesday, April 24, 2019

Pasal : Menjaga Lisan (Bagian Akhir)

السَّابِعُ: الدُّعَاءُ عَلَى الْخَلْقِ
Ketujuh: Peliharalah Lisanmu dari Mendoakan Keburukan Bagi Makhluk Allah
 
فَاحْفَظْ لِسَانَكَ عَنِ الدُّعَاءِ عَلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِ اللهِ تَعَالَى، وَإِنْ ظَلَمَكَ،فَكِلْ أَمْرَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى
Peliharalah lisanmu dari mendoakan keburukan untuk salah seorang dari makhluk Allah Ta’ala meskipun ia telah berlaku zalim terhadapmu. Lebih baik serahkan urusannya itu kepada Allah SWT.
 
فَفِي الْحَدِيْثِ: إِنَّ الْمَظْلُوْمَ لَيَدْعُوْ عَلَى ظَالِمِهِ حَتَّى يُكَافِئَهُ، ثُمَّ يَبْقَى لِلظَّالِمِ فَضْلٌ عِنْدَهُ يُطَالِبُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. وَطَوَّلَ بَعْضُ النَّاسِ لِسَانَهُ عَلَى الْحَجَّاجِ فَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: إِنَّ اللهَ لَيَنْتَقِمُ لِلْحَجَّاجِ مِمَّنْ تَعَرَّضَ لَهُ بِلِسَانِهِ، كَمَا يَنْتَقِمُ مِنَ الْحَجَّاجِ لِمَنْ ظَلَمَهُ
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Sungguh orang yang dizhalimi terkadang mendoakan buruk atas orang yang menzhalimi sehingga dia membalaskan kezhalimannya. Kemudian ia berdoa buruk lagi kepadanya sehingga melebihi kezhalimannya, maka orang yang menzhalimi itu akan menuntutnya pada hari kiamat.” Sebagian orang terlalu buruk menggunakan lisannya dalam membicarakan al-Hajjaj,[1] maka berkatalah sebagian ulama salaf:[2] “Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang mencaci maki al-Hajjaj dan mendoakan keburukan atasnya dengan lisan mereka, sebagaimana Allah akan menyiksa al-Hajjaj karena kezhaliman yang ia lakukan pada banyak orang.”
 
الثَّامِنُ: الْمُزَاحُ وَالسُّخْرِيَةُ وَاْلاِسْتِهْزَاءُ بِالنَّاسِ
Kedelapan: Peliharalah Lisanmu dari Menjadikan Orang Lain sebagai Bahan Tertawaan dan Olok-olokan
 
فَاحْفَظْ لِسَانَكَ مِنْهُ فِي الْجِدِّ وَالْهَزْلِ؛ فَإِنَّهُ يَرِيْقُ مَاءَ الْوَجْهِ، وَيُسْقِطُ الْمَهَابَةَ، وَيَسْتَجِرُّ الْوَحْشَةَ، وَيُؤْذِي الْقُلُوْب
Peliharalah lisanmu dari semua itu, baik dalam keadaan serius maupun sedang bergurau. Karena ia dapat mengubah air muka, menjatuhkan kewibawaan, mengurangi romantisme, dan menyakiti perasaan. 
 
وَهُوَ مَبْدَأُ اللَّجَاجِ وَالْغَضَبِ وَالتَّصَارُمِ، وَيَغْرِسُ الْحِقْدَ فِي الْقُلُوْبِ
Ia juga bisa menjadi pemicu pertengkaran, amarah, kebengisan, dan menumbuhkan rasa dendam di dalam hati. 
 
فَلاَ تُمَازِحْ أَحَدًا؛ فَإِنْ مَازَحُوْكَ فَلاَ تُجِبْهُمْ، وَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوْضُوْا فِيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهِ، وَكُنْ مِنَ الَّذِيْنَ إِذَا مَرُّوْا بِاللَّغْوِ مَرُّوْا كِرَامًا
Maka janganlah engkau menjadikan seseorang sebagai bahan gurauan; apabila ada orang yang menjadikanmu sebagai bahan gurauan mereka, hendaklah engkau tidak menjawabnya. Berpalinglah dari mereka hingga mereka mengalihkan topik pembicaraan mereka pada yang lain. Jadilah engkau termasuk golongan orang-orang yang apabila bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya.
 
فَهَذِهِ مَجَامِعُ آفَاتِ اللِّسَانِ، وَلاَ يُعِيْنُكَ عَلَيْهِ إِلاَّ الْعُزْلَةُ، أَوْ مُلاَزَمَةُ الصَّمْتِ إِلاَّ بِقَدْرِ الضَّرُوْرَةِ
Itulah penjelasan yang menghimpun di dalamnya bahaya-bahaya lisan. Tidak ada yang dapat menghindarkanmu dari kecuali ‘uzlah (menyendiri) atau membiasakan diri untuk bersikap diam kecuali dalam keadaan yang memaksamu harus bicara.
 
فَقَدْ كَانَ أَبُوْبَكْرٍ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ يَضَعُ حَجَرًا فِيْ فِيْهِ لِيَمْنَعَهُ ذَلِكَ مِنَ الْكَلاَمِ بِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ، وَيُشِيْرُ إِلَى لِسَانِهِ وَيَقُوْلُ: هَذَا الَّذِيْ أَوْرَدَنِي الْمَوَارِدَ. فَاحْتَرِزْ مِنْهُ بِجَهْدِكَ؛ فَإِنَّهُ أَقْوَى أَسْبَابِ هَلاَكِكَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
Abu Bakar al-Shiddiq ra pernah meletakkan batu di dalam mulutnya dengan tujuan agar mencegahnya dari berbicara kecuali dalam keadaan yang mengharuskannya bicara. Sambil menunjuk ke arah lisannya ia berkata: “Inilah yang membawamu terjerumus ke dalam banyak kerusakan.” Maka, hendaklah engkau berusaha sekuat tenaga untuk menjaganya. Karena ia menjadi penyebab paling besar kebinasaanmu di dunia maupun akhirat.


[1] Yakni, al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi, seorang penguasa yang dikenal alim, namun sering berlaku zalim terhadap rakyatnya.
[2] Yang dimaksud adalah Imam Muhammad bin Sirrin.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online