فَاحْفَظْ لِسَانَكَ مِنْ ثَمَانِيَةٍ
Oleh karena
itu, peliharalah lisanmu dari delapan hal berikut ini:
اْلأَوَّلُ: الْكَذِبُ
Pertama:
Peliharalah Lisanmu dari Berdusta
فَاحْفَظْ مِنْهُ لِسَانَكَ فِي الْجِدِّ وَالْهَزْلِ،
وَلاَ تُعَوِّدْ نَفْسَكَ الْكَذِبَ هَزْلاً فَيَدْعُوْكَ إِلَى الْكَذِبِ فِي
الْجِدِّ، وَالْكَذِبُ مِنْ أُمَّهَاتِ الْكَبَائِرِ، ثُمَّ إِنَّكَ إِذَا
عُرِفْتَ بِذَلِكَ سَقَطَتْ عَدَالَتُكَ، وَالثِّقَةُ بِقَوْلِكَ، وَتَزْدَرِيْكَ
اْلأَعْيُنُ وَتَحْتَقِرُكَ
Peliharalah
lisanmu dari berdusta, baik saat serius maupun bergurau. Janganlah engkau
biasakan dirimu berdusta saat bergurau, karena hal itu akan membuatmu cenderung
berdusta saat serius. Berdusta merupakan induk dari dosa-dosa besar. Bila
engkau telah dikenal sebagai pendusta maka jatuhlah harga dirimu dan hilanglah
kepercayaan orang terhadap ucapanmu, dan semua mata akan menghinakan dan
meremehkanmu.
وَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَعْرِفَ قُبْحَ الْكَذِبِ مِنْ
نَفْسِكَ، فَانْظُرْ إِلَى كَذِبِ غَيْرِكَ، وَإِلَى نَفْرَةِ نَفْسِكَ عَنْهُ،
وَاسْتِحْقَارِكَ لِصَاحِبِهِ وَاسْتِقْبَاحِكَ لِمَاجَاءَ بِهِ
Apabila
engkau ingin mengetahui betapa buruknya kedustaan yang engkau lakukan, maka
perhatikanlah kedustaan yang dilakukan temanmu. Perhatikan juga keadaanmu yang
menolak (membenci) kedustaan itu, meremehkan temanmu dan membenci apa pun yang
datang darinya.
وَكَذَلِكَ فَافْعَلْ فِيْ جَمِيْعِ عُيُوْبِ نَفْسِكَ؛
فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِيْ قُبْحَ عُيُوْبِكَ مِنْ نَفْسِكَ، بَلْ مِنْ غَيْرِكَ،
فَمَا اسْتَقْبَحَتَهُ مِنْ غَيْرِكَ يَسْتَقْبِحْهُ غَيْرُكَ مِنْكَ لاَ
مَحَالَةَ؛ فَلاَ تَرْضَ لِنَفْسِكَ ذَلِكَ
Demikian
pula mestinya yang engkau lakukan terhadap seluruh aib dirimu. Karena sungguh
engkau tidak akan mengetahui akibat buruk aibmu dengan dirimu sendiri, namun
engkau akan mengetahuinya dari orang lain. Maka, apa pun yang menurutmu buruk
dari orang lain, maka pasti orang lain pun akan memandang buruk darimu. Oleh
karena itu, hendaklah engkau tidak rela aib-aib semacam itu ada dalam dirimu.
الثَّانِيْ: الْخُلْفُ فِي الْوَعْدِ
Kedua:
Peliharalah Lisanmu dari Mengingkari Janji
فَإِيَّاكَ أَنْ تَعِدَ بِشَيْءٍ وَلاَ تَفِيَ بِهِ،
بَلْ يَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ إِحْسَانُكَ إِلَى النَّاسِ فِعْلاً بلاَ قَوْل،
فَإِنِ اضْطَرَرْتَ إِلَى الْوَعْدِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تُخْلِفَ إِلاَّ لِعَجْزٍ
أَوْ ضَرُوْرَةٍ؛ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ اَمَارَاتِ النِّفَاقِ وَخَبَائِثْ
اْلأَخْلاَقِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثَلاَثٌ مَنْ
كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى: مَنْ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ،
وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Berhati-hatilah
engkau terhadap sesuatu yang engkau janjikan namun tak bisa kau tepati. Adalah
lebih baik bagimu bila kebaikanmu terhadap manusia berwujud perbuatan (tindakan
langsung), tanpa ucapan janji. Namun bila memang harus berjanji, maka
berhati-hatilah jangan sampai engkau tidak menepatinya, kecuali engkau tidak
memiliki kemampuan memenuhinya atau keadaan terpaksa. Karena mengingkari janji
merupakan sebagian dari tanda kemunafikan dan suatu akhlak yang sangat buruk.
Nabi SAW bersabda: “Tiga hal yang apabila ada dalam diri seseorang maka ia
adalah seorang munafik sekalipun ia puasa dan menunaikan shalat: apabila
berkata, ia berdusta, bila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya, ia berkhianat.”[1]
0 comments:
Post a Comment