Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Wednesday, November 14, 2018

Talfiq

Secara bahasa, talfiq berarti melipat. Sedangkan yang dimaksud talfiq secara syar'i adalah mencampuradukkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama yang lain, sehingga tidak soirang pun dari mereka yang membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut.

Muhammad Amin al-Kurdi mengatakan:

الْخَامِسُ - عَدَمُ التَّلْفِيْقِ بِأَنْ لاَ يُلَفِّقَ فِي قَضِيَّةٍ وَاحِدَةٍ إِبْتِدَاءً وَلاَ دَوَامًا بَيْنَ قَوْلَيْنِ يَتَوَلَّدُ مِنْهُمَا حَقِيْقَةً لاَ يَقُوْلُ بِهَا صَاحِبَاهُمَا (تنوير القلوب، ٣٩٧)
"(Syarat kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu qadhiyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliah yang tidak pernah dikatakan oleh orang-orang yang berpendapat tersebut." (Tanwir al-Qulub, 397)
 
Jelasnya, talfiq adalah melakukan sesuatu perbuatan atas dasar hukum yang merupakan gabungan dua madzhab atau lebih. Contohnya sebagai berikut:
 
a. Seseorang berwudhu menurut madzab Imam Syafi'i dengan mengusap sebagian (kurang dari seperempat) kepala. Kemudian dia menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (bukan mahram-nya), dan langsung shalat dengan mengikuti madzhab Imam Hanafi yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak membatalkan wudhu. Perbuatan ini disebut talfiq, karena menggabungkan pendapatnya Imam Syafi'i dan Imam Hanafi dalam masalah wudhu. Yang pada akhirnya, kedua Imam tersebut sama-sama tidak mengakui bahwa gabungan itu merupakan pendapatnya. Sebab, ImamSyafi'i membatalkan wudhu seseorang yang menyentuh kulit lain jenis, sedangkan Imam Abu Hanifah tidak mengesahkan wudhu seseorang yang hanya mengusap sebagian kepala.
 
b. Seseorang berwudhu  dengan mengusap sebagian kepala, atau tidak menggosok anggota wudhu karena ikut madzhab Imam Syafi'i. Lalu ia menyentuh anjing, karena ikut madzhab Imam Malik yang mengatakan bahwa anjing adalah suci. Ketika dia shalat, maka kedua imam tersebut tentu sama-sama akan membatalkannya. Sebab, menurut Imam Malik wudhu itu harus dengan mengusap seluruh kepala dan juga dengan menggosok anggota wudhu. Wudhu ala Imam Syafi'i menurut Imam Malik adalah tidak sah. Demikian juga anjing menurut Imam Syafi'i termasuk najis mughallazhah (najis yang berat). Ketika menyentuh anjing lalu shalat, maka shalatnya tidak sah. Sebab kedua Imam itu tidak menganggap sah shalat yang dilakukan.
 
Talfiq semacam ini dilarang dalam agama. Sebagaimana disebutkan dalam kitab I'anah al-Thalibin:
 
وَيُمْتَنَعُ التَّلْفِيْقُ فِي مَسْئَلَةٍ كَأَنْ قَلَّدَ مَالِكًا فِي طَهَارَةِ الْكَلْبِ وَالشَّافِعِيَّ فِي بَعْضِ الرَّأْسِ فِي صَلاَةٍ وَاحِدَةٍ (إعانة الطالبين، ج١ ص١٧)
"Talfiq dalam satu masalah itu dilarang, seperti ikut pada Imam Malik dalam sucinya anjing dan ikut kepada Imam Syafi'i dalam bolehnya mengusap sebagian kepala untuk mengerjakan shalat." (I'anah al-Thalibin, Juz I, hal. 17)
 
Sedangkan tujuan pelarangan itu adalah agar tidak terjadi tatabbu' al-rukhash (mencari yang mudah-mudah), tidak 'memanjakan' umat Islam untuk mengambil yang ringan-ringan. Sehingga tidak akan timbul tala'ub (main-main) di dalam hukum agama. 
 
Untuk menghindari adanya talfiq yang dilarang ini, maka diperlukan adanya suatu penetapan hukum dengan memilih salah satu madzhab dari madzahibul arba'ah yang relevan dengan situasi dan kondisi Indonesia. Misalnya, dalam persoalan shalat (mulai dari syarat, rukun dan batalnya) ikut madzhab Syafi'i. Untuk persoalan sosial kemasyarakatan mengikuti madzhab Hanafi. Sebab, diakui atau tidak bahwa kondisi Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri. Tuntutan kemaslahatan yang ada berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain. Dengan begitu, insyaallah hukum akan ditaati oleh pemeluknya. Tidak hanya tertera di atas tumpukan tulisan semata.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online