Sayidina Ali bin Abu Thalib ra pernah berkata:
“Tidak ada kekayaan yang lebih berguna daripada akal, dan tidak ada
kemiskinan yang lebih berbahaya daripada kebodohan.”
Tegukan
Hikmah:
Nasihat ini
termaktub dalam kitab Al-Aqdul Farid, 2/106.
Di zaman
yang serba mengandalkan kepemilikan materi ini, menyebabkan sebagian besar
orang memandang kekayaan itu adalah kepemilikan harta dalam jumlah yang banyak.
Sedangkan kemiskinan dimengerti sebagai keadaan hidup dengan kepemilikan harta
yang sangat sedikit. Betulkah demikian hakikat kekayaan dan kemiskinan?
Sayidina Ali bin Abu Thalib ra melalui nasihatnya ini memberikan jawaban
pada kita tentang persoalan ini. Menurut beliau, bukanlah kekayaan itu terletak
pada kepemilikan harta dalam jumlah yang banyak. Kekayaan itu adalah akal yang
sehat dan sempurna. Akal jauh lebih berharga daripada harta. Dengan akal yang
sehat dan dapat berpikir dengan baik, harta bisa diperoleh. Namun harta yang
banyak takkan mungkin bisa mengembalikan akal yang tidak sehat pada keadaan normal
seperti sedia kala.
Harta yang
banyak sering kali membuat manusia lupa memfungsikan akal sehatnya. Akibatnya
ia lupa diri dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akal sehatnya.
Tatkala seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehatnya,
maka ia terjerumus pada keadaan yang boleh jadi akan menempatkan dirinya pada
posisi yang lebih hina daripada seekor hewan.
Tidak
demikian dengan orang yang memiliki akal dan mampu memfungsikannya dengan baik.
Sekali pun ia tidak memiliki harta dalam jumlah yang banyak, namun dengan
akalnya ia bisa meraih hal-hal yang tidak bisa digapai oleh orang-orang yang
hanya mengandalkan hartanya. Dengan akal ia bisa membedakan mana yang benar dan
yang salah, sehingga ia tidak terjerumus pada kasus-kasus yang bisa menyulitkan
dirinya sendiri.
Dengan akal
ia tahu bagaimana cara memperlakukan orang lain dengan baik, sehingga ia pun
diperlakukan orang dengan baik pula. Bahkan, dengan akal ia bisa meraih jumlah
harta yang lebih banyak. Itulah sebabnya Sayidina Ali ra mengatakan
bahwa akal merupakan kekayaan yang lebih berguna dibandingkan kekayaan dalam
bentuk apa pun (harta).
Di sisi
lain, kemiskinan yang sesungguhnya bukanlah karena sedikitnya jumlah harta yang
dimiliki. Kemiskinan hakiki adalah kebodohan, dan Sayidina Ali ra mengatakan, bahwa kemiskinan dalam wujud kebodohan ini jauh
lebih berbahaya daripada kemiskinan harta. Kebodohan menyebabkan hidup
seseorang menjadi terombang-ambing. Seorang yang bodoh takkan mampu menentukan
pilihan hidupnya sendiri. Ia akan mengarah ke mana pun ‘angin bertiup’.
Kebodohan menyebabkannya tak tahu apa yang harus dilakukan, bahkan untuk
mencukupi kebutuhan dasar hidupnya. Akibatnya, ia akan melakukan apa pun demi
memenuhi kebutuhan itu, bahkan sekali pun harus mengorbankan imannya.
Tentu saja
ini sangat berbahaya karena ia bisa menyebabkan tercabutnya iman dari kalbu
seorang manusia. Kebodohan hakikatnya adalah kemiskinan terhadap ilmu. Ilmu
jauh lebih menyelamatkan daripada harta. Dengan kata lain, miskin ilmu jauh
lebih berbahaya daripada miskin harta. Oleh karena itu, seseorang hakikatnya
adalah kaya tatkala ia mampu mengoptimalkan penggunaan akalnya berdasarkan
ilmu. Dan, seseorang hakikatnya adalah miskin tatkala akal yang dianugerahkan
Allah padanya tak pernah disentuhkannya dengan ilmu.
0 comments:
Post a Comment