Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Wednesday, June 26, 2019

Hadits Kedua: Tentang Islam, Iman dan Ihsan

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً، قَالَ: صَدَقْتَ، فَعَجَبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ: يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. (رواه مسلم)
Dari Umar radhiyallahu 'anhu pula, ia berkata, “Ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak di hadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya di atas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata, “Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya. Orang itu berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya.  Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan-Nya, kepada hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Orang tadi berkata, “ Engkau benar.”  Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan.” Rasulullah menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang kiamat.”  Rasulullah menjawab, “Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Selanjutnya orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah menjawab, “Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan putrinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan.” Kemudian pergilah ia. Aku tetap tinggal beberapa lama, kemudian Rasulullah berkata kepadaku, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah berkata, “Ia adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.” (HR Muslim no. 8)
 
Syarah:
Hadits ini sangat berharga karena mencakup semua fungsi perbuatan lahiriah dan batiniah, serta menjadi tempat merujuk bagi semua ilmu syariat dan menjadi sumbernya. Oleh sebab itu, hadits ini menjadi induk ilmu sunnah. 
 
Hadits ini menunjukkan adanya contoh berpakaian yang bagus, berperilaku yang baik dan bersih ketika datang kepada ulama, orang terhormat atau penguasa, karena malaikat Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia dalam keadaan seperti itu.
 
Kalimat: “Ia meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, lalu ia berkata, Wahai Muhammad…..” adalah riwayat yang masyhur. Imam Nasai meriwayatkan dengan kalimat: “Dan ia meletakkan kedua tangannya pada kedua lutut Rasulullah….” Dengan demikian yang dimaksud kedua pahanya adalah kedua lututnya.
 
Dari hadits ini dipahami bahwa islam dan iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syariat. Namun terkadang dalam pengertian syariat, kata islam dipakai dengan makna iman dan sebaliknya.
 
Kalimat: “Kami heran, ia bertanya tetapi ia sendiri yang membenarkannya”, maknanya mereka, yakni para sahabat Rasulullah menjadi heran atas kejadian tersebut, karena orang yang datang kepada Rasulullah hanya dikenal oleh beliau dan orang itu belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Rasulullah dan mendengarkan sabda beliau. Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya bahkan membenarkannya, sehingga orang-orang heran dengan kejadian itu.
 
Kalimat: “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya….” Iman kepada Allah yaitu mengakui bahwa Allah itu ada dan mempunyai sifat-sifat Agung serta sempurna, bersih dari sifat kekurangan,. Dia tunggal, benar, memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya, tidak ada yang setara dengan Dia, pencipta segala makhluk, bertindak sesuai kehendak-Nya dan melakukan segala kekuasaan-Nya sesuai keinginan-Nya.
 
Iman kepada Malaikat, maksudnya mengakui bahwa para malaikat adalah hamba Allah yang mulia, tidak mendahului sebelum ada perintah, dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Iman kepada para Rasul Allah, maksudnya mengakui bahwa mereka jujur dalam menyampaikan segala keterangan yang diterima dari Allah dan mereka diberi mukjizat yang mengukuhkan kebenarannya, menyampaikan semua ajaran yang diterimanya, menjelaskan kepada orang-orang mukallaf apa-apa yang Allah perintahkan kepada mereka. Para Rasul Allah wajib dimuliakan dan tidak boleh dibeda-bedakan.
 
Iman kepada hari akhir, maksudnya mengakui adanya kiamat, termasuk hidup setelah mati, berkumpul di Padang Mahsyar, adanya perhitungan dan timbangan amal, menempuh jembatan antara surga dan neraka, serta adanya Surga dan Neraka, dan juga mengakui hal-hal lain yang tersebut dalam al-Qur’an dan hadits Rasulullah. Iman kepada takdir yaitu mengakui semua yang tersebut di atas, ringkasnya tersebut dalam firman Allah QS. Ash-Shaffaat: 96, “Allah menciptakan kamu dan semua perbuatan kamu” dan dalam QS. Al-Qamar: 49, “Sungguh segala sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran tertentu” dan di ayat-ayat yang lain. Demikian juga dalam hadits Rasulullah, dari Ibnu Abbas: “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan suatu keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang Allah telah tetapkan pada dirimu. Sekiranya merekapun berkumpul untuk melakukan suatu yang membahayakan dirimu, niscaya tidak akan membahayakan dirimu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. Para ulama mengatakan, Barangsiapa membenarkan segala urusan dengan sungguh-sungguh lagi penuh keyakinan tidak sedikitpun terbersit keraguan, maka dia adalah mukmin sejati.” 
 
Kalimat: “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya….” Pada pokoknya merujuk pada kekhusyu’an dalam beribadah, memperhatikan hak Allah dan menyadari adanya pengawasan Allah kepadanya serta keagungan dan kebesaran Allah selama menjalankan ibadah. Kalimat: “Beritahukan kepadaku tanda-tandanya? Sabda beliau: Budak perempuan melahirkan anak tuannya” maksudnya kaum Muslimin kelak akan menguasai negeri kafir, sehingga banyak tawanan, maka budak-budak banyak melahirkan anak tuannya dan anak ini akan menempati posisi majikan karena kedudukan bapaknya. Hal ini menjadi sebagian tanda-tanda kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa itu menunjukkan kerusakan umat manusia sehingga orang-orang terhormat menjual budak yang menjadi ibu dari anak-anaknya, sehingga berpindah-pindah tangan yang mungkin sekali akan jatuh ke tangan anak kandungnya tanpa disadarinya. Hadits ini juga menyatakan adanya larangan berlomba-lomba membangun bangunan yang sama sekali tidak dibutuhkan. Sebagaimana sabda Rasulullah, Anak Adam diberi pahala untuk setiap belanja yang dikeluarkannya kecuali belanja untuk mendirikan bangunan.
 
Kalimat: “Penggembala domba” secara khusus disebutkan karena merekalah yang merupakan golongan badui yang paling lemah, sehingga umumnya tidak mampu mendirikan bangunan, berbeda dengan para pemilik onta yang umumnya orangorang terhormat.
 
Kalimat: “Saya tetap tinggal beberapa lama” maksudnya Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu tetap tinggal di tempat itu beberapa lama setelah orang yang bertanya pergi, dalam riwayat yang lain yang dimaksud tetap tinggal adalah Rasulullah.
 
Kalimat: “Ia datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian” maksudnya mengajarkan pokok-pokok agamamu, demikian kata Syaikh Muhyidin An Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim. Isi hadits ini yang terpenting adalah penjelasan Islam, Iman dan Ihsan, serta kewajiban beriman kepada taqdir Allah Ta'ala.
 
Sesungguhnya keimanan seseorang dapat bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath : 4, “Untuk menambah keimanan mereka pada keimanan yang sudah ada sebelumnya”. Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab Shahih-nya bahwa Ibnu Abu Mulaikah berkata, “Aku temukan ada 30 orang sahabat Rasulullah yang khawatir ada sifat kemunafikan dalam dirinya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang berani mengatakan bahwa ia memiliki keimanan seperti halnya keimanan Jibril dan Mikail ‘alaihimus salaam.
 
Kata iman mencakup pengertian kata islam dan semua bentuk ketaatan yang tersebut dalam hadits ini, karena semua hal tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan yang ada dalam batin yang menjadi tempat keimanan. Oleh karena itu, kata “mukmin secara mutlak tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar atau meninggalkan kewajiban agama, sebab suatu istilah harus menunjukkan pengertian yang lengkap dan tidak boleh dikurangi, kecuali dengan maksud tertentu. Juga dibolehkan menggunakan kata “tidak beriman sebagaimana pengertian hadits Rasulullah, “Seseorang tidak berzina ketika dia beriman dan tidak mencuri ketika dia beriman” maksudnya seseorang dikatakan tidak beriman ketika berzina atau ketika dia mencuri.
 
Kata islam mencakup makna iman dan makna ketaatan. Syaikh Abu ‘Umar berkata, “Kata iman dan islam terkadang pengertiannya sama terkadang berbeda. Setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin”. Ia berkata, “Pernyataan seperti ini sesuai dengan kebenaran.” Keterangan-keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah berkenaan dengan iman dan islam sering dipahami keliru oleh orang-orang awam. Apa yang telah kami jelaskan di atas telah sesuai dengan pendirian jumhur ulama ahli hadits dan lain-lain. Wallahu a’lam.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online