Kajian Seputar Aqidah dan Amaliah Aswaja

Tuesday, June 25, 2019

Adab-adab Bergaul dengan Orang Lain (Bagian Kelima)

الْوَظِيْفَةُ الثَّانِيَةُ: مُرَاعَاةُ حُقُوْقِ الصُّحْبَةِ. فَمَهْمَا انْعَقَدَتْ الشَّرِكَةُ، وَانْتَظَمَتْ بَيْنَكَ وَبَيْنَ شَرِيْكِكَ الصُّحْبَةُ، فَعَلَيْكَ حُقُوْقٌ يُوْجِبُهَا عَقْدُ الصُّحْبَةِ، وَفِي الْقِيَامِ بِهَا آدَابٌ، وَقَدْ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَثَلُ اْلأَخَوَيْنِ مَثَلُ الْيَدَيْنِ تَغْسِلُ إِحْدَاهُمَا اْلأُخْرَى
Tugas Kedua: Hendaklah engkau memenuhi hak-hak persahabatan. Tatkala persahabatan telah terjalin, dan kebersamaan antara dirimu dan sahabatmu pun telah terbina, maka engkau memiliki hak-hak sekaligus kewajiban yang mesti engkau penuhi dalam persahabatan itu, dan juga terdapat adab-adab yang harus diperhatikan di dalamnya. Rasulullah SAW telah bersabda: “Permisalan dua orang yang bersahabat seperti permisalan dua tangan yang saling membasuh antara satu dengan yang lain.”
 
وَدَخَلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجَمَةً، فَاجْتَنَى مِنْهَا سِوَاكَيْنِ، أَحَدُهُمَا مِعْوَجٌّ، وَاْلآخَرُ مُسْتَقِيْمٌ، وَكَانَ مَعَهُ بَعْضُ أَصْحَابِهِ، فَأَعْطَاهُ الْمُسْتَقِيْمَ، وَأَمْسَكَ لِنَفْسِهِ الْمِعْوَجَّ، فَقَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ، أَنْتَ أَحَقُّ مِنِّيْ بِالْمُسْتَقِيْمِ، فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنْ صَاحِبٍ يَصْحَبُ صَاحِبًا وَلَوْ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ إِلاَّ وَيُسْئَلُ عَنْ صُحْبَتِهِ، هَلْ أَقَامَ فِيْهَا حَقَّ اللهِ تَعَالَى أَوْ أَضَاعَهُ
Suatu ketika Nabi SAW masuk ke dalam semak belukar, lalu mengambil dua batang kayu siwak. Yang satu bengkok sedangkan yang lainnya lurus. Saat itu beliau bersama seorang sahabat yang kepadanya beliau berikan kayu siwak yang lurus, sementara yang bengkok beliau ambil untuk dirinya sendiri. Maka berkatalah sahabat itu, “Ya Rasulullah, engkau lebih berhak atas kayu siwak yang lurus ini daripada aku.” Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Tidaklah seseorang bersahabat dengan sahabatnya meksipun hanya sesaat, kecuali akan ditanya tentang persahabatannya itu, apakah ia memenuhi hak-hak Allah di dalamnya atau menyia-nyiakannya.”
 
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا اصْطَحَبَ اِثْنَانِ قَطُّ إِلاَّ وَكَانَ أَحَبُّهُمَا إِلَى اللهِ تَعَالَى أَرْفَقَهُمَا بِصَاحِبِهِ
Rasulullah SAW juga bersabda: “Tidaklah dua orang yang bersahabat, melainkan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling penyayang terhadap sahabatnya.”
 
وَآدَابُ الصُّحْبَةِ: اْلاِيْثَارُ بِالْمَالِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ هَذَا فَبَذْلُ الْفَضْلِ مِنَ الْمَالِ عِنْدَ الْحَاجَةِ؛ وَاْلإِعَانَةُ بِالنَّفْسِ فِي الْحَاجَاتِ عَلَى سَبِيْلِ الْمُبَادَرَةِ مِنْ غَيْرِ اِحْوَاجٍ إِلَى التِّمَاسٍ؛ وَكِتْمَانُ السِّرِّ، وَسَتْرُ الْعُيُوْبِ، وَالسُّكُوْتُ عَلَى تَبْلِيْغِ مَا يَسُوْؤُهُ مِنْ مَذَمَّةِ النَّاسِ إِيَّاهُ؛ وَإِبْلاَغُ مَا يَسُرُّهُ مِنْ ثَنَاءِ النَّاسِ عَلَيْهِ، ، وَحُسْنِ اْلإِصْغَاءِ عِنْدَ الْحَدِيْثِ، وَتَرْكُ الْمُمَارَاةِ فِيْهِ
Ada pun adab-adab yang harus diperhatikan dalam menjalani persahabatan adalah sebagai berikut: (1) Dalam persoalan yang berkaitan dengan harta, hendaklah engkau lebih mengutamakan sahabatmu dibanding dirimu sendiri. Apabila engkau tidak mampu melakukan hal yang demikian itu, maka hendaklah engkau memberikan harta pada sahabatmu itu pada saat ia membutuhkan dalam jumlah yang lebih dari yang ia butuhkan. (2) Hendaklah engkau memberikan bantuan kepada sahabatmu itu dalam memenuhi hajatnya dengan segera tanpa diminta dan tanpa berpikir panjang. (3) Hendaklah engkau menjaga rahasia dan menutupi aib sahabatmu, serta tidak menyampaikan kepadanya ucapan-ucapan orang yang mencelanya karena itu dapat membuatnya menjadi sedih. (4) Menyampaikan padanya berbagai pujian yang dikatakan orang tentangnya yang dengan hal itu ia akan merasa senang, menyimak pembicaraannya dengan baik dan tidak berdebat dengannya.
 
وَأَنْ يَدْعُوْهُ بِأَحَبِّ أَسْمَائِهِ إِلَيْهِ، وَأَنْ يُثْنِيَ عَلَيْهِ بِمَا يَعْرِفُ مِنْ مَحَاسِنِهِ، وَأَنْ يَشْكُرَهُ عَلَى صَنِيْعِهِ فِيْ وَجْهِهِ، وَأَنْ يَذُبَّ عَنْهُ فِيْ غَيْبَتِهِ إِذَا تُعُرِّضَ لِعِرْضِهِ كَمَا يَذُبُّ عَنْ نَفْسِهِ، وَأَنْ يَنْصَحَهُ بِاللُّطْفِ وَالتَّعْرِيْضِ إِذَا احْتَاجَ إِلَيْهِ؛ وَأَنْ يَعْفُوَ عَنْ زَلَّتِهِ وَهَفْوَتِهِ، وَلاَ يَعْتِبَ عَلَيْهِ؛ وَأَنْ يَدْعُوَ لَهُ فِيْ خَلْوَتِهِ فِيْ حَيَاتِهِ وَبَعْدَ مَمَاتِهِ؛ وَأَنْ يُحْسِنَ الْوَفَاءَ مَعَ أَهْلِهِ وَأَقَارِبِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ
(5) Hendaklah engkau memanggilnya dengan nama panggilan yang ia sukai, memuji sifat-sifat baiknya, berterima kasih atas segala kebaikan yang telah dilakukannya, membela kehormatannya sebagaimana engkau membela kehormatanmu sendiri sekalipun pada saat itu ia tidak ada di hadapanmu, dan memberi nasihat padanya dengan cara yang lembut dan menggunakan ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaannya apabila dibutuhkan. (6) Memaafan kesalahan dan kekeliruannya serta tidak mencelanya. (7) Mendoakan kebaikan untuknya secara sembunyi-sembunyi, baik di kala hidupnya maupun setelah kematiannya. (8) Tetap menjalin hubungan baik dengan keluarga dan kerabatnya setelah kematiannya.
 
وَأَنْ يُؤْثِرَ التَّخْفِيْفَ عَنْهُ، فَلاَ يُكَلِّفَهُ شَيْئًا مِنْ حَاجَاتِهِ، فَيُرَوِّحُ سِرَّهُ مِنْ مُهِمَّاتِهِ، وَأَنْ يُظْهِرَ الْفَرَحَ بِجَمِيْعِ مَا يَرْتَاحُ لَهُ مِنْ مَسَارِّهِ، وَالْحُزْنُ عَلَى مَا يَنَالُهُ مِنْ مَكَارِهِهِ، وَأَنْ يُضْمِرَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْلَ مَا يُظْهِرُهُ، فَيَكُوْنُ صَادِقًا فِيْ وِدِّهِ سِرًّا وَعَلاَنِيَةً؛ وَأَنْ يَبْدَأَهُ بِالسَّلاَمِ عِنْدَ إِقْبَالِهِ، وَأَنْ يُوْسِعَ لَهُ فِي الْمَجْلِسِ؛ وَيُخْرِجَ لَهُ مِنْ مَكَانِهِ، وَأَنْ يُشَيِّعَهُ عِنْدَ قِيَامِهِ؛ وَأَنْ يَصْمُتَ عِنْدَ كَلاَمِهِ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ كَلاَمِهِ، وَيَتْرُكَ الْمُدَاخَلَةَ فِيْ كَلاَمِهِ.
(9) Hendaklah engkau lebih memilih untuk bersikap meringankan beban sahabatmu dan jangan engkau bebani dia dengan satu kebutuhan pun, maka dengan cara itu hatinya akan menjadi lapang dari berbagai hal penting yang dapat membebaninya. Hendaklah engkau menampakkan rasa gembira atas segala hal yang menggembirakannya dan memperlihatkan rasa sedih saat ia mengalami hal-hal yang membuatnya bersedih. Hedaklah yang tersembunyi di dalam hatimu sama seperti yang tampak pada sikap zahirmu, sehingga engkau benar-benar menjadi sahabat yang tulus dalam kasih sayang, baik secara terang-terangan maupun rahasia. (10) Mendahului mengucapkan salam saat bertemu dengannya dan meluaskan tempat baginya saat berada dalam majelis. (11) Keluar menyambut kedatangannya dan mengantarkannya saat ia beranjak dari tempat duduknya untuk pergi. (12) Diam dan mendengarkan dengan baik saat ia berbicara hingga ia menyudahi pembicaraannya dan tidak memotong pembicaraannya.
 
وَعَلَى الْجُمْلَةِ فَيُعَامِلَهُ بِمَا يُحِبُّ أَنْ يُعَامَلَ بِهِ، فَمَنْ لاَ يُحِبُّ ِلأَخِيْهِ مِثْلَ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ فَأُخُوَّتُهُ نِفَاقٌ، وَهِيَ عَلَيْهِ وَبَالٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
Kesimpulannya, seseorang hendaklah melakukan kepada sahabatnya segala hal yang ia sendiri senang bila orang lain melakukan hal itu kepadanya. Barangsiapa yang tidak mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri, maka persaudaraan (persahabatan)nya itu adalah munafik/semu. Dan bahaya persahabatan yang seperti itu akan kembali kepadanya di dunia dan di akhirat.
 
فَهَذَا أَدَبُكَ فِيْ حَقِّ الْعَوَامِّ الْمَجْهُوْلِيْنَ، وَفِيْ حَقِّ اْلأَصْدِقَاءِ الْمُؤَاخِيْنَ
Ini adalah adab-adab yang hendaknya engkau perhatikan saat bergaul dengan kaum awam yang tidak engkau kenal dan saat bergaul dengan “teman sejati” yang engkau anggap sebagai saudara.
 
Bersambung...
Share:

0 comments:

Post a Comment

Waktu Saat Ini


Syubbanul Wathon

Tahlilan

Tamu Online