آدَابُ الْمُتَعَلِّمِ
Adab-adab
Seorang Murid
وَإِنْ كُنْتَ مُتَعَلِّمًا، فَآدَابُ
الْمُتَعَلِّمِ مَعَ الْعَالِمِ: أَنْ يَبْدَأَهُ بِالتَّحِيَّةِ وَالسَّلاَمِ،
وَأَنْ يُقَلِّلَ بَيْنَ يَدَيْهِ الْكَلاَمَ، وَلاَ يَتَكَلَّمَ مَا لَمْ
يَسْأَلْهُ أُسْتَاذُهُ، وَلاَ يَسْأَلَ مَا لَمْ يَسْتَأْذِنْ أَوَّلاً، وَلاَ
يَقُوْلَ فِيْ مُعَارَضَةِ قَوْلِهِ: قَالَ فُلاَنٌ بِخِلاَفِ مَا قُلْتَ، وَلاَ
يُشِيْرُ عَلَيْهِ بِخِلاَفِ رَأْيِهِ فَيَرَى أَنَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ مِنْ
أُسْتَاذِهِ، وَلاَ يَسْأَلَ جَلِيْسَهُ فِيْ مَجْلِسِهِ
Apabila engkau seorang murid, maka beradablah pada gurumu
dengan adab-adab berikut ini: (1)
Hendaklah engkau mendahului memberikan penghormatan dan salam kepadanya, (2)
tidak banyak bicara saat berada di hadapannya, (3) tidak berbicara sebelum
ditanya oleh sang guru, (4) tidak bertanya sebelum memohon izin terlebih
dahulu, (5) hendaklah engkau tidak menyanggah ucapannya dengan mengatakan:
“Tapi pendapat si fulan bertentangan dengan apa yang Anda katakan”, (6)
hendaklah engkau tidak mengisyaratkan bahwa pendapatmu berbeda dengan
pendapatnya sehingga membuatmu merasa lebih tahu dan lebih benar daripada
gurumu, (7) jangan berbicara dengan teman dudukmu (orang lain) saat berada di
dalam majelisnya.
وَلاَ يَلْتَفِتَ إِلَى الْجَوَانِبِ،
بَلْ يَجْلِسُ مُطْرِقًا سَاكِنًا مُتَآدِّبًا كَأَنَّهُ فِي الصَّلاَةِ، وَلاَ
يُكْثِرُ عَلَيْهِ السُّؤَالَ عِنْدَ مَلَلِهِ، وَإِذَا قَامَ قَامَ لَهُ، وَلاَ
يَتْبَعَهُ بِكَلاَمِهِ وَسُؤَالِهِ، وَلاَ يَسْأَلَهُ فِيْ طَرِيْقِهِ إِلَى أَنْ
يَبْلُغَ إِلَى مَنْزِلِهِ، وَلاَ يُسِىءَ الظَّنَّ بِهِ فِيْ أَفْعَالٍ
ظَاهِرُهَا مُنْكَرَةٌ عِنْدَهُ، فَهُوَ أَعْلَمُ بِأَسْرَارِهِ، وَلْيَذْكُرْ
عِنْدَ ذَلِكَ قَوْلَ مُوْسَى لِلْخَضِرِ - عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ: أَخَرَقْتَهَا
لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا، لَقَدْ جِئْتَ شَيْأً إِمْرًا، وَكَوْنَهُ مُخْطِئاً فِيْ
إِنْكَارِهِ اعْتِمَادًا عَلَى الظَّاهِرِ
(8) Jangan engkau menoleh ke kanan dan ke kiri saat
berada di hadapan sang guru, namun hendaklah engkau duduk dengan menundukkan
kepala, tenang, penuh adab seperti halnya ketika engkau sedang menunaikan
shalat, (9) tidak banyak bertanya saat sang guru dalam keadaan jenuh, (10)
Ketika ia berdiri, hendaklah engkau ikut berdiri, (11) saat ia bangun dari
duduk hendaklah engkau tidak mengikuti/meneruskan perkataan dan pertanyaan
kepadanya, (12) hendaklah engkau tidak bertanya kepadanya sedangkan ia sedang
berada di jalan hingga ia sampai di rumahnya, (13) janganlah engkau berburuk
sangka padanya karena sikap zhahirnya yang menurutmu munkar, karena dia pasti
lebih mengetahui tentang rahasia-rahasia yang ada pada dirinya sehingga ia
berbuat demikian. Terhadap hal yang demikian itu, ingatlah olehmu perkataan
Nabi Musa AS kepada Nabi Khidir AS: “Mengapa engkau melubangi perahu itu,
apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh engkau telah berbuat suatu
kesalahan yang besar.”[1]
Nabi Musa AS dianggap salah dalam pengingkarannya karena berpegang pada hukum
yang zhahir.
0 comments:
Post a Comment